KARENA kredit tak bisa dikembalikan, tanah seluas 7,5 hektar yang dihipotekkan ke Bank Dagang Negara Cabang Sarinah, Jakarta, diperjualbelikan. Charles Jonathan, komisaris PT Mulya jaya Sekawan (PT MJS), yang pada 1981 mengantungi kredit Rp 150 juta, menjual tanah di Desa Pabuaran Bogor, kepada T.S. Bunanta, wiraswasta, seharga Rp 133 juta. Ikatan jual beli itu dilakukan di hadapan notaris atas saran dan sepengetahuan pimpinan BDN Sarinah. Ternyata, tanah yang sempat digadaikan dan kemudian diperjualbelikan itu berstatus disengketakan. Selain Charles, ada pihak lain, yaitu PT Bapintri, Bandung, yang mengaku sebagai pemilik sah. Sebab itu, Bunanta merasa dirugikan. "Kami maunya diselesaikan secara baik-baik, uang dikembalikan. Kalau tidak, BDN dan PT MJS akan kami tuntut," kata Bunanta, yang didampingi pengacaranya, Prastowo, pekan lalu. Yang merasa dirugikan tak hanya Bunanta. Otok Sarnadi, 37, yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta Selatan, pun merasa telah kena getah. Namanya dicatut oleh Charles, yaitu dicantumkan seolah sebagai pemilik tanah, meski namanya diubah sedikit menjadi Oto Sarnadi dan usianya dituakan menjadi 52 tahun. Karena Charles menunggak, pada 1983 lalu itu Otok terkejut tiba-tiba mendapat tagihan dari BDN Sarinah. Padahal, ia merasa tak pernah berhubungan dengan bank itu, dan tak pernah punya tanah 7,5 hektar di Bogor. Maka, ia mendatangi Charles. kenalannya. Charles, menurut Otok, ketika itu mengaku meminjam namanya. Nama otok dipinjam untuk memudahkan pengurusan di Agraria, karena ia masih punya hubungan famili dengan kalangan tertentu. Proses jual beli dengan Bunanta memang dilakukan Charles, bukan oleh Otok. Setiap pembicaraan, sampai kepada proses tawar menawar, kata Bunanta, selalu diketahui pimpinan BDN Sarinah, Nyonya Pramuningrat. "Bahkan beliaulah yang sering mendesak agar transaksi segera dilaksanakan," katanya. Sebab itulah, ketika Notaris Lanny menolak membuat akta jual beli dengan alasan surat-suratnya tidak memadai, pimpinan BDN menyarankan agar diganti dengan notaris lain, yaitu Nyonya Muliani Syafei.Jual beli di hadapan notaris itu terjadi 30 Desember 1983. Ketika itu Bunanta membayar separuhnya, Rp 66 juta. Sisanya yang Rp 67 juta dilunasi pada 19 Januari t984. Nan1un, sebelum pelunasan itu, Bunanta sempat hendak membatalkan niat. Soalnya, ketika dilakukan pengecekan dan pengukuran di lokasi Desa Pabuaran, muncul seseorang dari PT Bapintri. Ia mengatakan, sambil menunjukkan bukti-bukti, bahwa tanah tersebut milik PT itu. Hanya ketika ini Bunanta tampaknya yakin, sertifikat Yang dihipotekkan di BDN Sarinah asli. Soalnya, seperti dituturkan seorang pejabat bank itu, "Sertitikat diperoleh melalui prosedur yang benar. Kalau sampai ada ini-itu, berarti pd pejabat di Agraria Bogor." Tapi, pihak Bapintri - yang sulit dihubungi - yang merasa sebagai pemilik sah, segera mengadukan persoalan itu ke Agraria Bogor. Maka, pada April lalu kepala Kantor Agraria Bogor secara resmi menyatakan kepada pihak yang tersangkut bahwa tanah itu dalam keadaaln dipersengketakan. Kini tengah diteliti pihak mana.yang berhak atas tanah itu. Ketika dihubungi, Nonya Pramuningrat tak mau memberi komentar atas kasus tadi. Tapi sebuah sumber di BDN Sarinah berpendapat bahwa Bunanta,yang hendak menuntut BDN, salah alamat. "Jual beli itu antara Bunanta dan PT MJS. Kami 'kan hanya memegang sertifikatnya saja.jadi, kami tidak punya masalah apa-apa dengan Bunanta. " Akan halnya Otok, segera melaporkan Charles ke Markas Besar Polri karena merasa nama baiknya dicemarkan. Dan kini Charles masih dicari polisi. Tapi, sejak beberapa waktu lalu, ia tak pernah ada di rumahnya di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Polisi juga telah meminta pihak Imigrasi agar menghambat Charles bila ia berniat pergi ke luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini