GURU dakwah itu, Tengku Fakir Hakir Ahmad Dewi bin Tengku Husin, 30, yang populer di kalangan masyarakat Idi, Aceh Timur, kini diadili di Pengadilan Negeri Langsa. Jaksa Sarban, yang membawa juru dakwah muda itu ke sidang, menuduh Fakir melakukan kejahatan subversi dalam berdakwah. Fakir dituduh mengeluarkan ucapan yang dapat mcnimbulkan kekacauan dan keguncangan dari di masyarakat, ketika berdakwah pada acara Maulid Nabi di Masjid Raya Idi Rayeuk, 22 Januari tahun lalu. Pada acara yang diselenggarakan PII (Pelajar Islam Indonesia) itu Fakir mengatakan, "Waktu kampanye Pemilu, semua partai dan Golkar mengatakan hendak membangun dan membela Islam. Tapi, setelah Pemilu, semua pencuri-pencuri itu diam, karena sudah makan beras catu pemerintah." Lebih keras dari itu, menurut Jaksa, Fakir mengatakan pula, "Kepada anak-anak, yang harus diajarkan lebih dulu ialah membaca dua kalimat syahadat, setelah itu baru Pancasila. Jangan sampai ada anak-anak yang bila ditanya Rukun Islam menyebutkan bahwa yang pertama adalah Pancasila." Departemen Agama, kataJaksa, dituding Fakir sebagai "departemen yang makan babi ya, makan lembu juga ya". Ceramah panas di tengah-tengah anak muda itu sempat direkam petugas intel dari Koramil Idi. Berdasarkan rekaman itu, Danramil Letnan Satu Zuryadi A. membuat laporan ke Kodim Aceh Timur. Pada 24 Januari 1983, Laksusda menangkap mubalig muda itu. Tapi, untuk mengadilinya segera, pengadilan terbentur pada soal keamanan. Sebab, Fakir dianggap mempunyai banyak pengikut di daerah kelahirannya itu. Karena itu, Menteri Kehakiman Ismail Saleh, Juni lalu, memutuskan sidang diadakan di Pengadilan Negeri Langsa. Aneh dan suka berpakaian eksentrik beserban, kemeja dilapisi rompi, dan celana dilapisi kain sarung - Fakir rincul di Pengadilan Negeri Langsa, sejak pekan lalu. Sekitar 4.000 penggemarnya, yang kebanyakan wanita muda, membanjiri persidangan juru dakwah yang masih bujangan itu. "Hidup Tengku Fakir," teriak mereka, sambil berebut menyerahkan sedekah kepada terdakwa, yang berjalan dikawal petugas ke luar ruang sidang. Dalam perkara sbversi ini, Jaksa hanya mencantumkan tiga orang saksi untuk membuktikan tuduhanya. Salah seorang di antaranya, M. Yusuf asan, pensiunan kepala Kantor Urusan Agama Idi, membantah pernah mendengar sendiri ceramah agama yang dibayarkan Fakir. Hasan hanya mengaku, ia tahu isi ceramah iu dari kaset rekaman yang diputarkan pihak kejaksaan, ketika ia diperiksa di instansi itu. Sementara itu saksi T. Said Husainisyah bekas syahbandar Idi yang kini menjadi staf Dirjen Perla diJakarta, mengaku mendengar sendiri caci maki Fakir itu. "Apa yang saya dengar di masjid sesuai dengan kaset rekaman itu," Ujar Said. Tapi, ketika ditanya TEMPO di luar sidang, mengatakan sudah lupa, "Karena peristiwanya sudah lama." Satu-satunya saksi yang menentukan adalah bekas komandan Koramil Idi, Zuryadi A., yang ternyata berhalangan hadir karena tengah dirawat di rumah sakit militer di Banda Aceh. Maka, hakim terpaksa mengundurkan sidang sampai akhir Agustus ini. Dengan perkara subversi ini, berarti untuk kedua kalinya Fakir berurusan dengan penegak hukum. Pada 1982, Fakir pernah ditangkap karena dakwah serupa, bahkan dituduh terlibat "gerakan Aceh Merdeka". Tapi anehnya, ia kemudian dilantik menjadi anggota Bapilu Golkar Langsa dan berkampanye untuk Golkar. Sampai sekarang Fakir, yang juga tercatat sebagai siswa Pesantren Mudi Mesra, Samalanga, Aceh Utara, tidak pernah dlpecat. Tapi tidak seorang pun pengurus Golkar Aceh Timur yang bersedia memberikan komentar atas persidangan Fakir itu. "Ia memang suka ngotot dan nyentrik," hanya itu yang diucapkan seorang pengurus Golkar yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini