Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEJAKSAAN Negeri Kabupaten Malang telah menetapkan Syamsul Bahri sebagai tersangka sejak 14 April 2006. Direktur Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Brawijaya ini diduga melakukan korupsi dalam proyek pembangunan pabrik gula mini kawasan industri gula masyarakat (Kigumas) di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Ini proyek kerja sama antara Bupati Malang dan Universitas Brawijaya yang disepakati pada 26 April 2001. Pada 4 September 2001, Rektor Universitas Brawijaya menugasi Syamsul memimpin proyek senilai Rp 31 miliar tersebut.
Serangkaian kerja sama pun ditandatangani LPM dan Dinas Pertanian dan Perkebunan. Di antaranya kerja sama perencanaan pengadaan mesin, kerja sama jasa konsultasi supervisi pembangunan pabrik gula tahap pertama, kerja sama pengawasan pekerjaan peningkatan jalan masuk pabrik, dan perjanjian jasa konsultasi pengadaan pabrikasi pada 3 September 2002.
Kerja sama kembali dilakukan pada 17 Januari 2003. Di sini LPM diminta melaksanakan perencanaan dan pengawasan pembinaan Kigumas selama 2003. Pada 10 Maret 2002, ditandatangani pula kerja sama pengawasan dan jasa kontrak pengadaan pabrik Kigumas tahap kedua.
Namun, pada 10 Maret itu terjadi perubahan anggaran proyek. Dampaknya, upah untuk LPM naik dari Rp 302.872.800 menjadi Rp 948.859.800. Upah sebelumnya telah dibayar pada Oktober 2003, sedangkan sisanya Rp 645.987.000 dibayar pada 4 Maret 2004.
Ada dugaan sisa upah itu diambil dari proyek fiktif yang dibuat Pemerintah Kabupaten Malang. Karena biaya Kigumas terus membengkak melebihi dana awal, Pemerintah Kabupaten Malang yang dipimpin Sujud Pribadi membuat proyek Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun). Nah, menurut Kejaksaan, proyek ini tidak ada karena dananya, sebesar Rp 1,1 miliar, dialihkan untuk membiayai Kigumas. Dana itu, antara lain, untuk membayar LPM sebesar Rp 645.987.000.
Syamsul dituduh terlibat dalam kasus ini karena hadir dalam rapat pengalihan dana Kimbun ke Kigumas pada 5 Februari 2004. Ia hadir bersama, antara lain, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Malang, Hendro Susanto, dan Asisten Sekretaris Kabupaten Malang, Nehruddin.
Selain dianggap mengetahui pengalihan dana, Syamsul dinyatakan korupsi karena tidak melaporkan perubahan peningkatan biaya tersebut kepada Rektor. Syamsul hanya melaporkan dana sebesar Rp 459.525.307 kepada Universitas Brawijaya. Sisanya Rp 489.334.493 tidak diketahui ke mana.
Menurut Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, negara rugi Rp 1,180 miliar dalam pembangunan pabrik yang sudah tidak beroperasi ini. Syamsul sendiri membantah dirinya korupsi. ”Tolong, hargai asas praduga tidak bersalah,” katanya.
Sunariah, Bibin Bintariadi (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo