Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terjerat Umpatan Facebook

Seorang mahasiswa Universitas Medan ditangkap polisi gara-gara mengumpat di grup Facebook. Dianggap menodai agama.

29 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON seluler Juan Utama Batubara lebih sibuk ketimbang biasanya pada Ahad dua pekan lalu. Pesan berebut masuk baik di jalur pribadi maupun di grup percakapan yang diikuti Presiden Mahasiswa Universitas Medan itu. Isinya senada: mendesak Juan mengambil sikap atas viralnya salinan percakapan seorang mahasiswa. "Mereka menuntut kami segera mengambil tindakan," kata Juan, Kamis pekan lalu.

Juan mengumpulkan semua pengurus Senat Mahasiswa Universitas Medan keesokan harinya. Mereka membahas isi percakapan di akun Facebook Messenger milik Bangun Purba Ekapersada yang tersebar di media sosial. Di grup percakapan itu, Bangun, yang bernama asli Wiranto Banjarnahor, menuliskan makian dalam bahasa Batak. Mahasiswa semester kedua fakultas teknik ini menyisipkan makian terhadap Nabi Muhammad ketika menyumpahi orang yang menjelekkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Juan dan pengurus senat mahasiswa lain menyimpulkan pernyataan Wiranto sangat kasar, terutama pada kalimat pertamanya. Mereka juga memantau reaksi di media sosial terhadap pernyataan Wiranto yang terus memanas. Sementara itu, desakan dari mahasiswa senior di kampus pun tak kunjung mereda.

Akhirnya, Juan memutuskan melaporkan Wiranto, 18 tahun, ke polisi. Sebelum melapor, Juan bersama pengurus senat mahasiswa lainnya meminta izin ke Dekan Fakultas Teknik Universitas Medan. "Pihak dekanat tak melarang dan tak pula memberi dukungan," ujar Juan.

Karena tak dilarang, Juan bersama tiga pengurus senat mahasiswa menyusun berkas laporan. Mereka juga mencetak foto halaman percakapan grup Facebook Messenger yang diikuti Wiranto sebagai bukti. Sore harinya, mereka bergegas ke kantor Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Di kantor polisi, Juan dan kawan-kawan hanya diminta mendaftarkan laporan. Tak puas atas respons polisi, Juan cs kembali ke sekretariat senat mahasiswa. Mereka berdiskusi lagi dan sepakat mendesak polisi menangkap Wiranto. "Kami tak ingin ada perpecahan di Unimed," kata Juan, mahasiswa jurusan akuntansi angkatan 2014.

Malam itu juga, tepat pukul 00.00, Juan dan kawan-kawan tiba di kantor Kepolisian Resor Kota Besar Medan. Berbeda dengan Polda Sumatera Utara, Polrestabes Medan langsung memproses laporan Juan cs. Bersama dua rekannya, Juan diperiksa sebagai saksi. Sedangkan seorang pengurus senat mahasiswa lainnya diperiksa sebagai pelapor.

Setelah memeriksa Juan cs, satu tim polisi bergerak ke tempat kos Wiranto di Jalan Pancing Nomor 67, Medan Estate, Kota Medan. Dinihari itu, sekitar pukul 02.00, polisi menciduk Wiranto. "Alat bukti sudah terpenuhi. Surat perintah penyidikan kami terbitkan," ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Besar Febriansyah.

Polisi menjerat Wiranto dengan Pasal 156-a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penodaan agama. Polisi juga membidik Wiranto dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman maksimal untuk Wiranto lima tahun penjara.

Menurut Febri, pernyataan Wiranto semula beredar terbatas di sebuah grup Facebook Messenger. Polisi belum tahu siapa yang pertama kali menyebarkan komentar Wiranto. Polisi pun kehilangan bukti percakapan asli lantaran grup itu sudah dihapus. "Sudah dihapus, jadi tak bisa dilacak," ujar Febri seraya menandaskan tak akan mengejar anggota grup atau penyebar pernyataan Wiranto.

Wiranto kini tak hanya mendekam di ruang tahanan. Ia juga kehilangan status mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Medan. "Wiranto kami pecat," kata Kepala Hubungan Masyarakat Universitas Medan Muhammad Surip. "Dia melanggar tata tertib dan kode etik kampus."

Kakak Wiranto, Supriady Banjarnahor, enggan berkomentar tentang penangkapan adiknya. Mahasiswa Pascasarjana Universitas Medan itu memilih pergi ketika Tempo menyambangi tempat kosnya di Jalan Pancing Nomor 67, Jumat pekan lalu.

n n n

Bukan hanya Wiranto yang harus berurusan dengan polisi gara-gara pernyataan di Facebook. Pada Ahad malam pekan lalu, Indrie Sorayya, warga Kunciran Permai, Tangerang, Banten, juga harus berurusan dengan massa Front Pembela Islam dan polisi. "Puluhan orang FPI mendatangi rumah saya," kata Indrie.

Musababnya, Indrie mengomentari kasus dugaan pornografi yang menjerat pendiri FPI, Muhammad Rizieq Syihab. Dalam status Facebooknya, perempuan 38 tahun itu mendukung penegak hukum mengusut Rizieq. Dia juga meminta Rizieq, yang sedang di Arab Saudi, memberi penjelasan kepada umat Islam di Indonesia. Dalam status lain, Indrie mengaku sebagai pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Status Facebook Indrie viral tanpa dia ketahui siapa penyebarnya.

Setelah mendapat penjelasan, malam itu massa FPI meninggalkan rumah Indrie. Namun, tiga jam kemudian, massa FPI kembali berseliweran di sekitar rumah pengusaha travel itu. Dari luar rumah, mereka berkali-kali meneriaki Indrie. "Perempuan penghina ulama... tinggalnya di kandang babi saja!" kata Indrie menirukan teriakan yang dia dengar.

Merasa terganggu, adik Indrie mengontak Kepala Kepolisian Sektor Cipondoh Komisaris Bayu Suseno. Bayu dan timnya segera meluncur ke rumah Indrie. Bayu menyarankan mediasi di kantor Polsek Cipondoh. Ternyata kantor Polsek Cipondoh tak cukup menampung massa FPI yang terus berdatangan. Tempat mediasi lalu dipindahkan ke kantor Kepolisian Resor Kota Tangerang.

Massa FPI menuntut Indrie meminta maaf yang direkam dengan video. Awalnya, Indrie menolak. Namun akhirnya Indrie mengalah juga. "Meskipun kesal, saya menahan diri. Ingat keluarga," ujar Indrie.

Juru bicara FPI, Slamet Maarif, membenarkan adanya massa FPI yang mendatangi kediaman Indrie. Menurut dia, itu spontanitas simpatisan FPI yang merasa pemimpin mereka dilecehkan. "Tak ada instruksi dari pusat," ujar Slamet.

Kepala Polresta Tangerang Komisaris Besar Harry Kurniawan memastikan kasus ini tak diusut karena para pihak sudah berdamai dan saling memaafkan. "Mereka sepakat tak melanjutkan permasalahan melalui jalur hukum," kata Harry kepada Ayu Cipta dari Tempo.

Linda Trianita, Iil Askar Mondza (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus