BERMAIN-MAIN dengan minyak, terpeleset. Itulah yang terjadi di
Jawa Tengah dan Jawa Timur belakangan ini. Sampai pekan lalu,
razia yang dilancarkan di seputar Semarang, telah menangkap 39
tersangka. Mereka disangka keras terlibat perkara pemalsuan
Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium, solar, dan residu.
Puluhan tersangka lain, terjaring Operasi Patra yang dilancarkan
di Surabaya, akhir Maret lalu.
Omset pemalsuan "emas hitam" di kedua kota itu besar juga:
sekitar 200 ton sehari. Khusus di Semarang, menurut Kepala Pom
Dam VII Diponegoro Letkol CPM Benny Siahaan, solar dan premium
yang dipalsukan mencapai 140 tori sehari. Dan BBM yang telah
dipalsukan itu tak hanya tersebar di Semarang, tapi juga ke
beberapa kota seperti Demak, Pekalongan, Purwodadi, sampai
Surakarta.
Cara pemalsuan itu sendiri sebenarnya cukup sederhana. Contohnya
adalah yang dilakukan kawanan Hendro. Keluar dari depot
Pertamina di Pengapon, Semarang, mobil tangki yang dikemudikan
Santoso melaju ke arah luar kota. Sekitar 5 km dari Semarang,
mobil itu tiba-tiba memasuki pekarangan rumah Hendro, 36 tahun.
Pintu garasi segera ditutup rapat, dan di dalam, seketika
terjadi kesibukan yang luar biasa. Segel timah yang menutup
slang minyak dibuka, lalu sebagian solar dikeluarkan dari dalam
tangki, ditampung di dalam drum-drum yang telah disediakan.
Lalu, dari drum yang lain, orang sibuk menuangkan residu ke
dalam mobil tangki. Jumlahnya yang dituang sebanyak solar yang
dikeluarkan dari sana. Walhasil, isi tangki tak berubah, sama
seperti ketika mobil yang dikendarai Santoso itu keluar dari
Depot Pengapon.
Dan langganan Pertamina tak bakal curiga. Karena segel yang
dirusak, diganti dengan segel baru -- yang asli tapi palsu.
Segel "aspal" itu, lengkap dengan alat pengepresnya, kabarnya
diperoleh dari orang Pertamina sendiri dengan harga Rp 300
sebuah.
Beberapa saat kemudian, mobil tadi meluncur ke arah pompa
bensin, pangkalan minyak, pabrik atau perusahaan pelayaran.
Sudah tentu minyak campur aduk tadi dijual dengan harga resmi.
Dan untuk mengikat konsumen, taktiknya, kawanan pemalsu
memberikan pelayanan yang cepat dan tak berbelit-belit.
"Membayarnya juga bisa belakangan," kata Alwin Purnama dari PT
Orbo di Semarang, salah satu pelanggan, yang sebelumnya juga tak
menaruh curiga. Tak heran bila usaha pemalsuan BBM itu tetap
lancar.
Di seputar Semarang, operasi gabungan polisi dan tentara
menemukan 17 lokasi pemalsuan, seperti milik Hendro. Di lokasi
tersebut, solar dicampur residu, dan solar yang disedot dari
mobil tangki digunakan untuk mencampur premium. Perbandingan
yang asli dengan pencampurnya itu sekitar 11:1.
Menurut Mayor CPM Memet Surachmat, kepala Penerangan Pom Dam
VII, bisnis minyak palsu itu mendatangkan keuntungan yang
lumayan. Para tersangka yang kini ditahan, katanya, mengaku
mendapat keuntungan Rp 130 ribu dari sebuah mobil tangki
berkapasitas 5 ton, bila yang dipalsukan adalah premium. Solar
palsu mendatangkan untung yang lebih kecil yaitu Rp 75 ribu per
mobil tangki, sedangkan minyak tanah palsu Rp 30 ribu.
Keuntungan yang diperoleh komplotan pemalsu minyak di Jawa
Timur, kira-kira juga sebegitu. Cara pemalsuannya pun hampir tak
ada beda. Lokasi pemalsuan, menurut sebuah sumber, terdapat
antara lain di Jalan Kalimas, Jalan Jakarta, Jalan Demak, Taman
Sepanjan dan di Sidoarjo. Tempat-tempat tersebut berupa
sebidang tanah dan biasanya tertutup dinding bambu yang cukup
tinggi.
Pemalsuan di Jawa Timur itu, "lebih edan-edanan dibanding yang
di Semarang," kata sumber itu lagi. Ia memperkirakan, premium
atau solar palsu itu campurannya lebih brutal, 5:1 atau malahan
7:3. "Kalau tidak percaya, coba saja periksa ke laboratorium,"
katanya.
Adanya BBM palsu, seperti diakui Letkol Pol. M. Socheh, kepala
Penerangan Kodak Ja-Tim, sebenarnya sudah disinyalir sejak lama.
Seorang pemilik pompa bensin di Surabaya, mengaku sejak 1978
mendapat kiriman BBM palsu. Ia mengetahui hal itu ketika pada
suatu hari, ada bensin tumpah saat dituangkan dari mobil tangki.
"Bensin kok keringnya lama sekali," katanya mengenang. Ia lalu
mencari penyalur lain. Tak tahunya bensin yang dikirim, sama
saja dengan terdahulu.
Perkara pemalsuan itu sulit dibongkar, karena selain banyak
korak atau gali yang terlibat, di belakang mereka konon ada
"orang kuat" duduk sebagai pelindung. Dari 39 tersangka yang
ditangkap di Semarang, misalnya, tiga di antaranya oknum ABRI
dan 17 lainnya pengusaha. Maka jadilah mata rantai bisnis minyak
palsu itu sebagai jalinan yang rapi, yang sulit dijejaki orang
luar.
Menurut Letkol Benny, tiga oknum ABRI yang diduga menjadi
pelindung, kini tengah diperiksa. Begitu juga 36 tersangka
lainnya, kini terus dimintai keterangannya oleh polisi.
Adapun para tersangka di Surabaya, menurut Letkol Socheh
sendiri, sebagian besar kini sudah dibebaskan kembali. Hanya
tiga orang masih diperiksa secara intensif. Sebelas mobil tanki
yang sempat diamankan pun kini sudah dikembalikan kepada yang
empunya. Dan itulah yang dipertanyakan sementara pihak. "Kenapa
dilepaskan, padahal mereka tertangkap basah ketika melakukan
pemalsuan," kata seorang pengusaha pompa bensin dengan sengit.
Tapi, kata Socheh, para tersangka dilepaskan karena, "tak ada
alasan kuat untuk menahan mereka lebih lama lagi." Yang jelas,
katanya lagi, setelah pemeriksaan selesai berkas perkara segera
akan dilimpahkan ke kejaksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini