Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Hutan yang menitikkan air mata

1 juta hektar hutan di kal-tim punah terbakar, termasuk kebun raya lempake dan hutan koleksi univ. mulawarman. kemarau panjang diduga sebagai penyebab gampangnya hutan terbakar.(ling)

21 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI tinggal cerita dari mulut ke mulut saja. April lalu, mereka yang melintasi jalan, raya Samarinda-Balikpapan, berjarak 115 km, dihinggapi rasa ngeri. Pasalnya: hutan di kanan kiri jalan luas sekitar satu juta hektar, dilalap si jago merah. Dan sekarang, setelah api yang mengganas selama hampir tiga pekan itu ditumpas hujan, tanah yang dulu hijau telah berubah menjadi kerontang -- termasuk kebun raya dan hutan koleksi Universitas Mulawarman, seluas 200 hektar, di Desa Lempake. Selama tiga bulan terakhir tercatat 85 kali kebakaran hutan dan semak di sekitar Samarinda. Setiap kali sirene Dinas Pemadam Kebakaran Kodya Samarinda melengking itu pertanda, paling tidak, setengah hektar hutan musnah. "Kami nyaris tak pernah istirahat," kata seorang petugas pemadam kebakaran di sana. Diduga penyebab gampangnya hutan terbakar adalah kemarau panjang -- sudah sembilan bulan hujan tak turun di Kalimantan Timur barang setetes pun. "Saya menitikkan air mata," ujar Prof. Dr. Ir. Soetrisno Hadi, rektor Universitas Mulawarman, mengenai musnahnya kebun raya di Lempake. "Dan nilai semua itu tak bisa diukur dengan uang." Sejak 1970, selain Lempake (seluas 300 hektar), tercatat pula hutan lindung Bukit Suharto (10.000 hektar) dan cagar alam Kersik Luwai (5.000 hektar) yang dijadikan tempat penelitian bagi mahasiswa serta ilmuwan kehutanan dalam dan luar negeri. Akibat kebakaran besar itu keseimbangan ekologi otomatis terganggu. Selama kebakaran, Balikpapan dan Samarinda diselimuti kabut tebal. Sehingga pesawat terbang tak bisa mendarat di sana. Kabut ini bahkan sampai di lapangan terbang Juanda, Surabaya bulan lalu. Yang lebih menyedihkan adalah binasanya lahan dan sistem pendukung kehidupannya. Antara lain, perlindungan tanah, daur-ulang zat hara dalam tanah, dan pelestarian sumber daya air. Belum lagi musnahnya aneka unsur genetika atau plasma nutfah dan mikro organisme lainnya. Bukti nyata sudah terlihat dengan layunya ribuan pohon kelapa milik penduduk Kecamatan Samboja. Penyebab kebakaran hingga kini masih ditebak-tebak. Diduga pelakunya pencuri kayu yang jengkel. Tapi Soetrisno Hadi cenderung menuding petani ladang yang lalai. Sebab kebiasaan membuka ladang secara semberono masih saja berlangsung. Tak terkuasainya api dengan cepat akibat terbatasnya sarana pemadam kebakaran. "Penanggulangannya masih tradisional," kata Ir. Bambang Purwono, staf Menteri Kependudukan & Lingkungan Hidup, yang khusus datang ke Samarinda. Maksudnya: alamiah -- menanti hujan. Dan hujan baru turun akhir April -- dua minggu setelah sekitar 50.000 umat Islam melakukan sembahyang Istiqa (minta hujan). Di kebun raya Lempake, Rektor Soetrisno Hadi mengatasi kebakaran dengan mengerahkan ribuan mahasiswa. Tapi karena ketiadaan alat usaha, mereka sia-sia saja. "Akhirnya kami cuma bisa pasrah kepada keadaan," kata Soetrisno. Untuk mencegah kebakaran hutan, terutama hutan lindung, beberapa langkah pengamanan telah disepakati oleh aparat pemda, dinas kehutanan, dinas transmigrasi, dan Universitas Mulawarman. Antara lain sekitar 500 kepala keluarga, yang kini berdiam di kawasan hutan lindung Bukit Suharto, akan dipindahkan -- tempat pemukiman baru untuk mereka sedang dicari. Dan kepada penduduk juga akan diajarkan bagaimana caranya berladang tetap. Tak cuma hutan yang binasa akibat kemarau panjang di Kalimantan Timur. Juga Sungai Mahakam, yang jadi sumber air minum penduduk, ikut tercemar. Kadar garam air sungai itu melonjak jadi 1.000 mg per liter. Sementara kadar garam maksimal untuk bisa diminum, dan tak membahayakan, adalah 600 m per liter. Akibatnya, apalagi kalau bukan wabah muntaber merajalela. Sampai minggu lampau tercatat 771 pasien muntaber tergolek dan 19 meninggal di rumah sakit umum Samarinda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus