Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perburuan itu berakhir di Rumah Sakit Binawaluya, Ciracas, Jakarta Timur. Tim gabungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menangkap Kokos Leo Lim, 59 tahun, pada Senin malam, 11 November lalu. Saat itu, Kokos sedang memeriksakan kesehatannya. “Ia tak melawan saat ditangkap,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi kepada Tempo, Selasa, 26 November lalu.
Tim gabungan memboyong Kokos ke kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Malam itu, ia “diinapkan” di sana. Kejaksaan menyerahkan Kokos ke Lembaga Pemasya-rakatan Cipinang, Jakarta Timur, pada Selasa pagi. “Eksekusi itu merujuk pada pu-tusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi jaksa,” ucap Nirwan.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membebaskan Kokos pada pertengahan Juni lalu. Mahkamah Agung membatalkan putusan itu dan menghukum Kokos empat tahun penjara serta denda Rp 200 juta. Majelis hakim yang dipimpin Krisna Harahap dan beranggotakan Abdul Latief serta Suhadi menganggap Kokos merugikan negara dalam proyek pasokan batu bara di Sumatera Selatan.
Majelis hakim juga memerintahkan kejaksaan menyita Rp 477 miliar dari transaksi proyek. “Jaksa sudah menyetor uang itu ke kas negara,” ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers pada Jumat, 15 November lalu.
PT PLN Batubara, anak usaha PT PLN, menggelar tender pemasok batu bara untuk berbagai pembangkit listrik di Sumatera Selatan sebesar 43 juta ton pada 2011. Perusahaan milik Kokos, PT Tansri Ma-djid Energi, memenangi tender senilai Rp 1,4 triliun itu. Kokos mengklaim memiliki sejumlah lubang tambang batu bara di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Kejaksaan menduga PT PLN Batubara mengistimewakan PT Tansri Madjid Energi dalam tender tersebut. PT PLN Batubara diduga membuat nota kerja sama de-ngan PT Tansri tanpa melalui kajian kelaik-an operasi. Akibatnya, PT Tansri memasok batu bara dengan kualitas rendah untuk pembangkit listrik di Sumatera Selatan. “Surat perjanjian kerja sama itu diduga untuk menguntungkan PT TME (Tansri Ma-djid Energi),” kata Nirwan.
PT PLN Batubara menetapkan spesifikasi terendah batu bara untuk pembangkit listrik di Tanah Air adalah 4.000 kilokalori per kilogram. Kejaksaan menduga kualitas batu bara di tambang milik PT Tansri berada di bawah standar. Hasil penelitian PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) membuktikan dugaan penyelidik kejaksaan. Batu bara di tambang PT Tansri mengandung 2.600 kilokalori per kilogram.
Kokos Leo Lim/ ANTARA/Reno Esnir.
Pemeriksaan Sucofindo menemukan fakta baru. Sebagian lahan tambang batu bara milik Kokos berstatus tanah negara. Ada pula tambang yang berada di atas tanah sengketa. PT Tansri Madjid Energi juga belum pernah membayar royalti batu bara. Artinya, tambang-tambang itu belum pernah berproduksi. “Meski banyak hal yang tidak sesuai, PT PLN Batubara tetap membayar Rp 477 miliar ke PT TME,” ujar Burhanuddin.
Kejaksaan juga menjerat bekas Direktur Utama PLN Batubara, Khairil Wahyuni. Ia diduga mengistimewakan PT Tansri saat proses tender. Khairil diduga memerintahkan pengiriman uang Rp 477 miliar ke rekening Tansri. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Khairil dua tahun penjara. Dalam berbagai kesempatan, Khairil menolak tuduhan itu.
Sebelum menyita duit jumbo itu, intelijen kejaksaan menelusuri aset-aset Kokos hingga ke luar negeri. Kokos memiliki aset yang bernilai lebih besar daripada uang yang disita Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Nirwan Nawawi menyebutkan Kokos tak kesulitan mengembalikan uang tersebut. “Dia memiliki banyak tambang,” ucapnya.
Kokos tercatat sebagai pemilik sejumlah tambang mineral dari Sumatera hingga Papua. Ia juga memiliki puluhan perusahaan yang umumnya bergerak di sektor energi. Kokos bahkan memiliki 14 izin usaha pertambangan di bekas konsesi lahan Free-port di Papua.
Perusahaan milik Kokos yang menguasai izin pertambangan di Papua antara lain PT Delapan Inti Power, PT Indonesia Multi Energi, PT Lion Multi Resources, dan PT Sumber Daya Persada. Menurut peneliti Yayasan Auriga, Hendrik Siregar, para pengusaha mendapatkan izin pertambangan di bekas lahan Freeport sejak 2008. “Hanya segelintir pengusaha yang memiliki izin tambang di sana,” ujarnya.
Dari 14 izin itu, Kokos menguasai lahan hingga 239 ribu hektare, sekitar empat kali luas DKI Jakarta. Hendrik mencatat perusahaan tambang Kokos kerap bermasalah. Perusahaan batu bara di Bengkulu menggugat Kokos pada 2008. Situs kepanitera-an Mahkamah Agung juga mencatat Kokos sering beperkara dengan perusahaan energi lain.
Data Offshore Leaks mencatat Kokos memiliki perusahaan cangkang bernama Virgin Corporation yang terdaftar di British Virgin Islands. Ia tercatat sebagai pemilik saham dan direktur perusahaan tersebut.
Kokos berbisnis batu bara sejak bertahun-tahun lalu. Tak ada yang bisa memastikan jumlah kekayaannya. The Internatio-nal Consortium of Investigative Journalists menemukan nama Kokos dalam skandal Offshore Leaks yang dirilis pada 2013.
Skandal itu mengungkap pengusaha dari seluruh dunia menyembunyikan aktivitas perusahaan di luar negeri. Data Off-shore Leaks mencatat Kokos memiliki perusahaan cangkang bernama Virgin Corporation yang terdaftar di British Virgin Islands. Ia tercatat sebagai pemilik saham dan direktur perusahaan tersebut.
Pengacara Kokos, Juniver Girsang, me-ngatakan kliennya sejak dulu berbisnis tambang. Ia mengklaim Kokos adalah peng-usaha yang taat hukum. Juniver mencontohkan pengembalian uang Rp 477 miliar proyek bersama PT PLN Batubara di Sumatera Selatan. Kokos menyerahkan uang itu saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta berlangsung. “Ini untuk menunjukkan niat baik Pak Kokos karena merasa tidak pernah merugikan negara,” kata Juniver, Kamis, 28 November lalu.
Kokos mengirimkan duit itu ke rekening khusus penampung kerugian negara. Menurut Nirwan Nawawi, jaksa menganggap penyerahan uang tersebut sebagai bukti Kokos mengaku telah merugikan negara. “Slip transfer ke rekening itu juga dilampirkan sebagai barang bukti di pengadilan,” ujarnya.
Juniver mengatakan negara tidak meng-alami kerugian apa pun dalam kasus proyek PT PLN Batubara. Ia menyebutkan PT Tansri Madjid Energi belum mengambil keuntungan dari Rp 477 miliar tersebut. Itu sebabnya, Juniver meyakini kasus ini seharusnya masuk ke ranah perdata, bukan pidana. “Ini soal perjanjian kerja sama,” katanya.
MUSTAFA SILALAHI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo