Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tim Pemburu Koruptor, Pakar Sebut Bukti Peradilan Tak Jalan

Pakar hukum pidana menilai pembentukan Tim Pemburu Koruptor seolah menunjukkan sistem peradilan pidana di Indonesia tidak berjalan.

16 Juli 2020 | 14.47 WIB

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD (kedua kiri) bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) memberikan keterangan pers terkait penangkapan buronan pembobol kredit BNI sebesar 1,7 Triliun, Marie Pauline Lumowa di Ruang VIP Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 9 Juli 2020. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD (kedua kiri) bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) memberikan keterangan pers terkait penangkapan buronan pembobol kredit BNI sebesar 1,7 Triliun, Marie Pauline Lumowa di Ruang VIP Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 9 Juli 2020. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan pembentukan Tim Pemburu Koruptor tidak perlu. Pembentukan tim ini seolah menunjukkan sistem peradilan pidana di Indonesia tidak berjalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini pengakuan tidak bekerjanya sistem dengan membuat badan ad hoc yang tidak perlu," katanya dalam diskusi virtual 'Menakar Efektivitas Rencana Pembentukan Tim Pemburu Koruptor', Kamis, 16 Juli 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Fickar menjelaskan sistem peradilan pidana di Indonesia sejatinya sudah baik karena sudah ada lembaga-lembaga yang memiliki tugas dan fungsi pokoknya. Hanya yang kurang adalah koordinasi dan masih adanya ego sektoral antarlembaga.

Ketimbang membentuk tim baru, Fickar menyarankan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang dipimpin Mahfud Md menjalankan fungsi koordinasi dan berusaha menekan ego sektoral lembaga-lembaga penegak hukum.

Selain itu, menurut Fickar, pemerintah Indonesia sebaiknya fokus membentuk perjanjian-perjanjian ekstradisi dengan sejumlah negara sehingga bisa membawa kembali buron koruptor yang kabur ke luar negeri. Terlebih Indonesia sudah memiliki sejumlah Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (MLA) dalam masalah pidana yang bisa membekukan aset-aset koruptor. "Tanpa itu (perjanjian ekstradisi) kerja sama itu akan sia-sia," katanya.

Pembentukan Tim Pemburu Koruptor dinilai bertentangan dengan sikap presiden yang ingin menghapus sejumlah lembaga. Terlebih pembentukan satu tim baru maka ada konsekuensi finansial yang harus dialokasikan ke sana.

"Dalam situasi wabah Covid-19 ini ironis. Kita harus keluarkan biaya baru untuk tim yang sebenarnya tidak perlu," tutur Fickar.

AHMAD FAIZ

Ahmad Faiz

Ahmad Faiz

Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Pernah ditempatkan di desk bisnis, politik, internasional, megapolitan, sekarang di hukum dan kriminalitas. Bagian The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea 2023

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus