Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Banten Sub Direktorat IV Tindak Pidana Tertentu membongkar praktik penyunatan isi minyak goreng kemasan MinyaKita dan Djernih di Kampung Kalampean Desa Jambu Karya Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam operasi yang dipimpin Kepala bidang Humas Polda Banten Komisaris Besar Didik Hariyanto didampingi Wadirreskrimsus Polda Banten Ajun Komisaris Besar Wiwin Setiawan dan Ahli Meterologi Eko berhasil menangkap 1 orang tersangka yang berada di lokasi produksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menangkap satu orang swasta, statusnya tersangka berinisial AW, 37 tahun," kata Didik Haryanto Kamis, 13 Maret 2025.
Gelar perkara penetapan tersangka pada Senin 10 Maret 2025 berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/S6/15/III/2025/Ditkrimsus/Polda Banten. Tersangka AW ditahan di Rumah Tahanan Polda Banten selama 20 hari ke depan.
AW adalah pemilik yang merangkap sebagai Kepala Cabang Produksi (KCP) PT. Artha Eka Global Asia atau disebut PT Aega sekaligus pengelola kegiatan pengemasan minyak goreng sawit dengan merek MinyaKita dan merek Djernih
Didik mengatakan kasus ini merupakan pelanggaran Tindak Pidana Perlindungan Konsumen dan Perindustrian atau Perdagangan minyak tanpa memiliki SPPT SNI, Izin Edar (BPOM).
Kemasan MinyaKita dan Djernih, 2 merek minyak goreng sawit itu tidak sesuai dengan isi berat bersih yang dicantumkan di kemasan, tanpa memiliki SPPT SNI, Izin Edar (BPOM), namun dalam label pada kemasannya dicantumkan SNI dan Izin Edar BPOM, "tujuannya mendapatkan keuntungan dengan melawan hukum,"ujar Didik.
Wadirreskrimsus Polda Banten AKBP Wiwin Setiawan mengatakan pada Senin 3 Maret 2025 sekitar pukul 13.00 WIB, anggota Subdit IV Tipidter melakukan pengecekan terhadap sebuah lokasi atau tempat yang digunakan untuk kegiatan usaha pengemasan minyak goreng sawit kemasan dengan merek MinyaKita dan Djernih.
Wiwin menerangkan AW sudah melakukan praktik ilegal tersebut sejak 16 Januari 2025. Bahan baku minyak curah atau olein yang digunakan mencapai 7 hingga 8 ton per hari.
Dari 7 hingga 8 ton bahan baku minyak goreng sawit itu menghasilkan lebih kurang 800 karton atau dus. Setiap karton atau dus berisi sebanyak 12 botol, dengan perincian 600 karton minyak goreng dengan merek MinyaKita dan 200 karton minyak goreng merek Djernih.
"Kemasan botol plastik yang digunakan untuk pengemasan minyak goreng sawit merek MinyaKita adalah kemasan dengan ukuran 1 liter dan untuk merek Djernih menggunakan kemasan dengan ukuran 900 mililiter," kata Wiwin yang pernah menjabat Kapolres Lebak itu.
Wiwin menyatakan minyak goreng sawit kemasan itu selanjutnya dijual ke beberapa agen yang ada di wilayah Tangerang dan Serang.
Harganya untuk merek MinyaKita dijual dengan harga Rp.176.000 per karton/dus isi 12 botol kemasan 1 liter, sedangkan minyak goreng dengan merek Djernih dijual dengan harga Rp. 182.000 per karton/dus isi 12 botol kemasan 900 mililiter.
Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng merek MinyaKita saat ini adalah Rp15.700, "tapi AW menjualnya dengan harga lebih rendah," kata Wiwin menyebut harga jual oleh AW adalah Rp14.500.
Wiwin menerangkan bahwa penyidik telah melakukan pengujian terhadap volume barang dalam keadaan tertutup. “Penyidik telah melakukan pengujian terhadap volume barang dalam keadaan tertutup l,"ujar Wiwin.
Hasil pengujian botol kemasan 1.000 mililiter dengan merek MinyaKita didapatkan kesalahan rata-rata -284,09 ml sedangkan untuk hasil pengujian botol kemasan 900 ml dengan merek Djernih didapatkan kesalahan rata-rata -150,42 ml.
Produk berupa minyak goreng sawit kemasan dengan merek MinyaKita yang diproduksi di PT. Artha Eka Global Asia KPC Kalampean ini tidak memiliki SPPT SNI, tidak memiliki Izin Edar (BPOM) dan tidak memiliki Sertifikat Halal serta untuk isi berat bersih hanya sekitar 716 mililiter sampai dengan 750 mililiter.
Wiwin menuturkan motif tersangka adalah mencari keuntungan ekonomi dalam penjualan minyak goreng sawit tersebut. Setiap bulan rata-rata keuntungan sebesar Rp.45.000.000.
Polda Banten menjerat AW dengan sejumlah pasal seperti Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf g, dan huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000.
Pasal 120 ayat (1) jo. Pasal 53 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian sebagaimana telah diubah dengan Pasal 44 angka 4 Undang-Undang nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, mengimpor, dan/atau
mengedarkan barang dan/atau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000.
Pasal 113 jo. Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 46 angka 20 Undang- Undang nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang- Undang.
Pelaku usaha yang memperdagangkan narang di dalam negeri yang tidak
memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000.