Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERKALI-KALI disebut pembalak liar, Tingtinghong kehabisan kesabaran. Selasa tiga pekan lalu ia pun mendatangi Markas Besar Polri. Warga Malaysia ini mengadukan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban. Kepada petugas Direktorat Keamanan dan Transnasional yang menerima pengaduannya, pria 54 tahun itu menyatakan Kaban telah mencemarkan nama baiknya. ”Kasus ini kini sedang ditangani Unit Direktorat Keamanan dan Transnasional,” kata juru bicara Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto
Sejak ditunjuk sebagai Menteri, Kaban memang giat melibas para pencoleng kayu. Bersama kepolisian dan kejaksaan, Kaban menggelar operasi pemberantasan illegal logging. Menurut Kaban, setiap tahun diperkirakan negara rugi Rp 45 triliun lantaran praktek pencurian kayu.
Dari berbagai operasi inilah, antara lain, Kaban mendapat nama-nama pelaku dan cukong para pembalak liar. Ada warga negara Indonesia, ada warga negara asing. Jumlahnya naik-turun. ”Bisa saja dulu tidak nyolong, sekarang nyolong,” kata Kaban. Pada Agustus 2004, Kaban mengantongi 19 nama pembalak kakap, sedangkan tahun ini isi daftar naik menjadi sekitar 50. Nama-nama itu sudah disorongkan Kaban ke Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Kepala Polri Jenderal Sutanto.
Salah satu nama yang masuk daftar itu ialah Tingtinghong. Daerah operasi pengusaha ini disebut meliputi Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Menurut Kaban, warga Malaysia ini, antara lain, yang berada di balik penyelundupan 4.500 ton kayu yang diangkut kapal King Glory, Juli lalu. King Glory ditangkap kapal patroli polisi di perairan Kabupaten Kaimana, Papua. Sejumlah media massa mengutip pernyataan Kaban: ”Tingtinghong salah satu cukong pembalakan.”
Ini yang tak diterima Tingtinghong. Dalam laporannya, ia menyebut sejumlah pernyataan Kaban di media sebagai fitnah. Ia, misalnya, disebut sebagai pelaku penjarahan hutan di beberapa daerah, terlibat pengangkutan kayu ilegal dengan kapal King Glory, memiliki dua paspor, serta mengawini perempuan Indonesia untuk memudahkan aksinya. Menurut Henry Yosodiningrat, pengacara Tingtinghong, fitnah berkali-kali ini merugikan kliennya. ”Padahal, bisnisnya hanya bergerak dalam penyewaan alat berat di bidang kehutanan,” ujar Henry.
Pengaduan Tingtinghong ini mengejutkan sejumlah kalangan. ”Seharusnya polisi memproses dulu laporan pembalakan yang disebut Menteri Kaban,” ujar Ketua Komisi Kehutanan DPR Yusuf Faishal. Suara yang sama juga dilontarkan Telapak, LSM yang aktif membongkar jaringan pencurian kayu di Indonesia. Telapak menduga keberanian Tingtinghong melaporkan Kaban karena ada beking di belakangnya. ”Bisa politisi atau justru aparat penegak hukum sendiri,” kata M. Yayat Afianto, pengurus dan salah satu investigator Telapak.
Walau namanya sudah dikirimkan ke Markas Besar Polri, ternyata sejumlah kepolisian daerah tak memasukkan nama Tingtinghong dalam daftar pencarian orang (DPO) mereka. ”Kami tak pernah mendengar nama itu,” ujar juru bicara Polda Kalimantan Timur I Wayan Tjatra kepada wartawan Tempo, S.G. Wibisono. Pernyataan yang sama keluar dari juru bicara Polda Kalimantan Barat Ajun Komisaris Besar Polisi Suwadi S.W. ”Tingtinghong tidak masuk DPO,” ujarnya.
Di Riau, nama Tingtinghong juga tak ditemukan dalam daftar pembalak versi polisi. Dari 10 pembalak liar yang masuk DPO, menurut Kapolda Riau Brigadir Jenderal Ito Sumardi, tak ada nama Tingtinghong. ”Dua tahun saya di sini tak pernah mendengar nama itu,” ujarnya.
Kabar mengejutkan datang dari Papua. Nama Tingtinghong memang beredar di sana, tetapi ia orang baik-baik. Menurut Direktur Reserse Kriminal Polda Papua AKBP Paulus Waterpauw, Tingtinghong memiliki sejumlah hak pengusahaan hutan (HPH) di daerah Kaimana dan Mimika. Ia pernah diperiksa terkait dengan tertangkapnya kapal King Glory, tapi polisi setempat menyatakan pengusaha itu tidak terlibat penyelundupan kayu. Namanya juga tak masuk DPO. ”Dia orang bersih,” kata Paulus.
Jika dirunut ke belakang, bukan sekali ini saja terjadi perbedaan antara Departemen Kehutanan dan Kepolisian dalam menetapkan pelaku pembalakan hutan. Lihat saja kasus Adelin Lis, pengusaha kayu yang tertangkap di Beijing pada September lalu dan kini mendekam di tahanan Polda Sumatera Utara.
Kendati nama Adelin tak masuk ”daftar pembalak” versi Kaban, ternyata polisi menemukan bukti Adelin menggangsir kayu di kawasan Taman Nasional Batang Gadis, Tapanuli Utara. Saat Adelin tertangkap, Kaban angkat suara. Menurut Kaban, polisi seharusnya menangkap para pembalak yang kelasnya lebih kakap dari Adelin. ”Dia masih punya HPH. Mereka tak punya HPH, tapi menebang di mana-mana,” ujar Kaban. Menurut sumber Tempo, akibat kasus Adelin, hubungan Kaban dan Kapolda Sumatera Utara Inspektur Jenderal Bambang Hendarso sempat renggang. ”Tapi, kini sudah tak ada masalah,” ujar sumber yang juga pejabat di Departemen Kehutanan itu.
Adanya perbedaan daftar pembalak antara Departemen Kehutanan dan polisi itu diakui Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Makbul Padmanegara. Bagi polisi, menurut Makbul, yang penting harus ada bukti. ”Walau daftarnya seratus, kalau kami tidak bisa menemukan buktinya, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Makbul kepada wartawan Tempo, Ramidi.
Bagi Koordinator Bidang Data Konsorsium Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau Ahmad Zazali, perbedaan data antara polisi dan Departemen Kehutanan sebenarnya tidak menjadi persoalan. ”Tapi, jangan saling ribut, karena ini justru menunjukkan ketidakseriusan polisi dan Kehutanan memberantas pelaku pembalakan,” ujarnya.
Ketua Komisi Kehutanan DPR Yusuf Faishal memberi saran agar tak terjadi ribut-ribut dalam menerapkan siapa yang diduga pembalak liar itu. ”Kepolisian dan Kehutanan harus sering bertemu,” ujarnya. Adapun soal pernyataan Kaban tentang Tingtinghong, Yusuf percaya Menteri Kehutanan ini tak asal omong. ”Jaringannya banyak. Jelas, dia punya bukti,” ujarnya.
L.R. Baskoro, Erwin Daryanto, Hari Dayak (Pontianak), Jupernalis Samosir (Pekanbaru), Cunding Levi (Jayapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo