AKSI pemalsuan uang tampaknya kian marak. Ahad pekan lalu, kepolisian menggulung belasan orang pemalsu uang di Cipulir, Kebayo-ran Lama, Jakarta Selatan. Kepada polisi, Dadang Ruhiyat, yang disebut-sebut menjadi dedengkot komplotan itu, mengaku telah memasok Rp 500 juta uang palsu pecahan Rp 100 ribu ke masyarakat. Kendati mengaku cuma jebolan sekolah menengah, Dadang mampu mencetak uang palsu yang bisa bikin mata kasir bank silap. Kepalsuannya baru terlacak setelah ditembak sinar-X di laboratorium Markas Besar Kepolisian RI.
Sebelumnya, akhir Maret lalu, polisi juga menekuk tujuh anggota jaringan uang palsu ketika mereka sedang menukar uang di money changer PT Limindo dan Bank Mandiri Cabang Simprug, Jakarta Selatan. Menurut polisi, ketujuh penjahat itu mengaku mau menukarkan uang palsu Rp 100 ribuan sebanyak Rp 200 juta setiap minggunya. Uang palsu bikinan kelompok ini pun sulit dibedakan dengan uang asli bila dilihat dengan mata telanjang.
Masalahnya, kok, uang plastik Rp 100 ribuan yang kini dipalsu? Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Makbul Padmanegara, menyatakan bahwa belakangan ini cara kerja para pemalsu uang tergolong canggih. Kelompok Dadang, misalnya, punya percetakan dan peralatan pembuat uang yang lengkap. Kelompok yang sama canggihnya pernah digerebek polisi di Desa Dungkek, Sumenep, Madura, awal Maret silam. Polisi berhasil menggari tiga pelakunya dan menyita percetakan, komputer, berikut peralatan lainnya dari markas kelompok itu. Namun, pihak kepolisian mengaku masih terus menelisik hubungan antarkelompok pemalsu uang tersebut.
Menurut sebuah sumber di kepolisian, sebetulnya uang pecahan Rp 100 ribu sulit dipalsu. Sebab, tinta pembuatannya sangat khusus. "Uang palsu bisa mirip dengan aslinya jika tintanya sama," kata sumber ini. Kalau diamati lebih saksama, perbedaan uang palsu dengan yang asli ada pada lingkaran merah di pojok kanan lembaran uang. Pada uang asli, warna merah mengkilat akan terlihat pada sisi depan dan belakang uang. Sedangkan pada uang palsu, warna merah mengkilat hanya terlihat di bagian muka.
Namun, Direktur Logistik Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), Marlan Arif, justru mengatakan bahwa uang pecahan Rp 100 ribu lebih rentan dipalsu ketimbang uang pecahan lainnya. Soalnya, uang Rp 100 ribu terbuat dari plastik, sedangkan uang pecahan lainnya terbuat dari kertas. Dengan teknik menyablon yang canggih, katanya, sangat mudah memalsu uang plastik. Itu sebabnya Marlan Arif mengusulkan agar uang jenis ini dicetak dari kertas, yang relatif lebih susah dipalsu.
Memang, argumentasi Marlan belum tentu benar, apalagi selama ini pun pemalsuan uang kertas Rp 50 ribu, Rp 20 ribu, apalagi Rp 10 ribu lebih merebak ketimbang pemalsuan uang Rp 100 ribu, yang baru kali ini mencuat ke permukaan. Persoalannya sekarang: bagaimana bisa jenis tinta pada uang palsu sama dengan tinta untuk pembuatan uang asli? Inilah yang membuat sumber di atas menduga adanya keterkaitan soal itu dengan Bank Indonesia (BI).
Benarkah begitu? Selama ini, pen-cetakan uang di Indonesia terbagi-bagi. Uang kertas bernilai di bawah Rp 50 ribu dicetak di Peruri. Sedangkan uang plastik Rp 100 ribu dicetak oleh BI di Note Printing Australia. Jadi, "Hanya orang BI yang berhubungan dengan uang pecahan seratus ribu," tutur sumber itu.
Kontan tudingan itu ditepis oleh Gubernur BI Syahril Sabirin. "Saya sudah mengecek ke aparat polisi, tak ada orang BI yang terlibat," kata Syahril. Ia juga membantah masalah tinta pencetak uang. "Karyawan BI tak mengerti tinta dan percetakan," ujarnya.
Menurut Syahril, bila para pemalsu uang terlihat hebat alias bisa mencetak uang mirip aslinya, itu karena mereka telaten dan mengunakan teknologi canggih. "Dibutuhkan waktu setahun untuk meniru uang tersebut hingga nyaris sama dengan uang sebenarnya," ujar Syahril.
Buat BI, menurut Syahril, yang bisa dilakukan hanyalah meningkatkan pengamanan uang yang beredar. Setidaknya upaya ini berguna agar masyarakat tak telanjur ditimpa rugi akibat menerima uang palsu.
Wens Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini