Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyatakan Rektor Komarudin hanya berstatus saksi dalam kasus pemberian gratifikasi Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Pada 21 Mei, Rektor UNJ dan Dekan FIP diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi saksi untuk dimintai keterangan terkait DAN." Demikian rilis UNJ yang diunggah dalam akun Instagram @unj_official pada Rabu, 27 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam rilis itu, DAN, staf UNJ yang pergi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memberikan THR (Tunjangan Hari Raya). THR dikumpulkan secara sukarela sesuai kesepakatan bersama dengan menggunakan uang pribadi masing-masing pimpinan di UNJ untuk para pegawai pada 20 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Uang yang dibawa DAN saat itu adalah Rp 9,5 juta yang sudah dimasukkan ke dalam beberapa amplop, serta ada juga yang tanpa amplop. Pemberitan THR ini dilakukan tanpa sepengetahuan pegawai Kemendikbud dan tanpa diminta.
Setelah urusan selesai di Kemendikbud, DAN kembali ke UNJ sekitar pukul 11.30 WIB. Ia kemudian didatangi oleh dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dua orang dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud. Mereka meminta DAN ikut ke kantor.
Di Kantor Itjen Kemendikbud, DAN ditanyai soal sisa THR dan diminta menyerahkannya. Saat itu, sisa uang yang dipegang DAN mencapai Rp 30 juta dalam bentuk pecahan US$ 1.200.
Uang itu masih berada di rumah DAN. Ia meminta tolong anaknya untuk mengantarnya. Selain itu, “DAN diminta oleh penyidik KPK agar menyerahkan ponselnya."
Sore harinya, DAN diperbolehkan pergi karena KPK menganggap tidak ada unsur yang dilanggar. Namun, pada 20 Mei dini hari, DAN dijemput di rumahnya oleh penyidik KPK dan dibawa ke kantor lembaga antirasuah tersebut.
Keesokan harinya, 21 Mei, Rektor UNJ dan Dekan FIP diminta KPK menjadi saksi untuk DAN. KPK juga mengambil beberapa saksi lainnya yakni Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, Karo SDM Kemendikbud, dan Staf SDM Kemendikbud. "Jadi jelas bahwa yang terjadi bukanlah OTT terhadap rektor."
Setelah mendalami kasus, KPK pun menyatakan bahwa tak ada unsur pelaku penyelenggara negara sebagaimana dalam UU RI No 28 Tahun 1999. KPK menyerahkan perkara ini ke Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan.
Pada 22 Mei 2020, sejumlah saksi sebelumnya kembali diperiksa di Mapolres Metro Jakarta Selatan untuk pelimpahan kasus. Setelah diidentifikasi, pihak Polres Metro Jakarta Selatan menyatakan bahwa kasus bukan berada di wilayah wewenangnya. Sebab lokasi kasus berada di Jakarta Pusat.
"Polres Metro Jakarta Selatan menyerahkan kasus ini ke Polda Metro Jaya." Para saksi itu kembali menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya. Para saksi wajib lapor.