Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum
Vonis Ba’Asyir

Berita Tempo Plus

Ustad Terjegal di Mufakat

Abu Bakar Ba?asyir dihukum karena melakukan permufakatan jahat dengan pelaku bom Bali. Padahal, saksi tidak diperiksa dalam sidang.

7 Maret 2005 | 00.00 WIB

Ustad Terjegal di Mufakat
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meja hakim belum usai bergetar setelah kena palu putusan, teriakan riuh itu sudah muncul. ?Haram hukumnya menerima putusan ini. Saya menolak, dan keputusan ini merupakan kezaliman,? kata Abu Bakar Ba?asyir, 66 tahun, kepada majelis hakim di sidang vonis kasusnya, pekan lalu. Pekikan ?Allahu Akbar, Allahu Akbar? bergemuruh dari ratusan santri di aula Departemen Pertanian, yang dijadikan tempat persidangan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Setelah melewati 21 kali persidangan sejak Oktober 2004, putusan itu akhirnya dibacakan juga. Majelis lima hakim yang diketuai Soedarto memutuskan, dari delapan dakwaan jaksa, hanya satu dakwaan yang terbukti. Yakni, dakwaan kedua yang lebih subsider berupa pelanggaran Pasal 187 juncto Pasal 187 ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Unsur-unsur dalam pasal tersebut menyatakan, ?Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan, atau banjir, jika perbuatan tersebut di atas menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati....?

Kesalahan pimpinan Pondok Pesantren Ngruki di Sukoharjo, Jawa Tengah, ini pun tidak banyak. Ia dinyatakan turut serta (deelneming) dalam permufakatan jahat antara dua orang atau lebih untuk melakukan kejahatan (Pasal 88 KUHP). Perbuatan jahat yang dimaksud dalam dakwaan tersebut adalah kasus bom Bali, 12 Oktober 2002. Dari tuntutan delapan tahun penjara, hakim memutus Ba?asyir dua setengah tahun penjara dan membayar biaya perkara Rp 5.000.

Fakta yang tak bisa dielakkan, menurut hakim, adalah sepotong dialog Utomo Pamungkas alias Mubarok dan Amrozi dengan Ba?asyir, Agustus 2002. Saat itu Mubarok dan Amrozi mengundang Ba?asyir menghadiri acara pernikahan Ustad Hajir sekaligus mengisi khotbah Jumat di Lamongan, Jawa Timur. Di ruang tamu rumah Ba?asyir, Amrozi kemudian meminta izin: ?Bagaimana kalau kawan-kawan mengadakan acara di Bali?? Ba?asyir lantas menjawab: ?Terserah pada kalian, karena kalian yang tahu situasi lapangan.?

Menurut majelis, perbuatan ketiganya adalah permufakatan jahat. Sebab, setelah izin Ba?asyir itu, ?tidak ada kegiatan lain yang dilakukan Utomo Pamungkas dan Amrozi selain menyiapkan peledakan bom di Bali, tanpa diselingi oleh perbuatan lain,? kata hakim ketua, Soedarto. Selain itu, menurut hakim, sepatutnya Ba?asyir tahu bahwa kawan-kawan yang dimaksudkan Amrozi, di antaranya Mukhlas dan Ali Imron, sudah mendapat pelatihan merakit bom. ?Dengan demikian, unsur kesengajaan dengan kemungkinan terbukti,? Soedarto menambahkan.

Meskipun Utomo Pamungkas dan Amrozi tak bersaksi di persidangan (afidavit), keterangan dalam berkas keduanya dianggap sah oleh hakim karena mereka sudah disumpah ketika diberkas. Ba?asyir memang menolak keterangan keduanya, namun hal itu cuma jadi pertimbangan hakim. ?Bantahan terdakwa dinilai wajar,? ujar para hakim dalam putusannya.

Putusan hakim ini jelas mengecewakan pembela Ba?asyir. ?Putusan hakim tidak konsisten. Bagaimana mungkin dialog dari saksi yang tidak diperiksa di persidangan bisa dijadikan bukti?? kata M. Assegaf, pengacara ustad Ba?asyir. ?Dialog itu abstrak. Bagaimana bisa jadi bukti persidangan,? Assegaf menambahkan. Ia menuduh putusan hakim semata karena rikuh dengan polisi yang sudah menangkap dan menahan Ba?asyir. Juga adanya intervensi dari luar negeri. ?Itu bisa dirasakan, tapi sulit dibuktikan,? ujar Assegaf, menjelaskan bukti intervensi yang ia maksudkan.

Jaksa pun mengaku tak puas. ?Kami akan banding sekaligus kasasi,? kata Salman Maryadi, ketua tim jaksa, kepada Tempo. Menurut jaksa yang juga jebolan pondok pesantren di Magelang ini, putusan hakim terlalu ringan. Selain itu, untuk dakwaan primer yang dinyatakan tak terbukti?yakni dakwaan menyangkut peledakan Hotel JW Marriott?jaksa akan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. ?Bagaimana mungkin bukti kuat kami diabaikan begitu saja,? ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat ini.

Ba?asyir dituntut dalam dua kasus yang terkait dengan ?jaringan? Jamaah Islamiyah (JI), yakni kasus bom Bali dan bom JW Marriott. Meskipun kasus bom Bali sudah digugurkan Mahkamah Agung, 3 Maret 2004 (baca kronologi kasus Ba?asyir), polisi dan jaksa tak gentar mengajukan dakwaan itu kembali. ?Dakwaan bom Bali yang sekarang, unsur dan saksinya berbeda,? kata Salman.

Ada bukti baru yang dianggap mampu ?membongkar? keterlibatan Ba?asyir, yakni sebuah dokumen setebal 211 halaman yang disebut dokumen Sri Rejeki. Dokumen yang diperoleh polisi saat penggerebekan sebuah rumah di Jalan Sri Rejeki, Semarang, awal 2004, itu diyakini membuktikan kedudukan Ba?asyir sebagai pimpinan atau Amir JI.

Dokumen tersebut ternyata ditujukan kepada Amir JI, Asy-Syeikh Abdush Shomad (nama Ba?asyir waktu tinggal di Malaysia tahun 90-an), tertanggal 25 Zulkaidah atau 31 Maret 2000. Dokumen itu berisi hasil ?Tadrib Kulliyah Harbiyyah Dauroh? pertama atau laporan kegiatan pengajaran di Qiyadah Wakalah atau kamp Hudaibiyyah, kamp pelatihan militer milik JI. Laporan itu antara lain menyebut 17 anggota JI yang telah menamatkan latihan dari kamp tersebut.

Juga, perkembangan laporan kegiatan dan kurikulum (di antaranya kursus singkat militer atau Yarmuk Dauroh Askariyah) yang sudah dilakukan di kamp yang berada di Gunung Kararao, Mindanao, Filipina Selatan. Di antara ke 17 orang tersebut, tercantum nama tiga pelaku bom Marriott. Selain itu, terdapat nama-nama instruktur, yakni Ali Gufron alias Mukhlas dan Utomo Pamungkas alias Mubarok, yang terlibat bom Bali.

Laporan tersebut kemudian diperkuat seorang saksi kunci dari tokoh senior JI sendiri, yakni Nasir Abbas. Saksi memiliki keterangan bahwa Ba?asyir hadir di kamp Hudaibiyyah, sebulan kemudian, untuk menghadiri acara wisuda peserta pelatihan militer. Abbas juga bersaksi bahwa Ba?asyir terlibat serangkaian rapat yang merencanakan aksi pengeboman sepanjang tahun 2000.

Tapi bukti-bukti jaksa ini tidak dipakai hakim. Ba?asyir sendiri juga membantahnya. ?Saya tidak pernah ke Filipina karena sepanjang tahun 2000 saya sibuk menyiapkan kongres Majelis Mujahidin Indonesia,? ujar Ba?asyir di persidangan. Pengakuan ini diperkuat empat saksi orang dekat?semacam ajudan Ba?asyir?yang mengaku terus-menerus berada di dekat sang ustad.

Akhirnya, Ba?asyir hanya terkena kasus permufakatan jahat tentang kasus bom Bali saja.

Arif A. Kuswardono


Kronologi Kasus Ba?asyir

12 Oktober 2002 Bom berkekuatan besar meledak di Jalan Legian di Kuta, Bali, dan di kantor Konsulat Amerika di kawasan Renon. Sebanyak 202 orang tewas, 325 luka berat dan ringan. Kerugian materiil ditaksir US$ 6 juta atau Rp 50 miliar.

19 Oktober 2002 Mabes Polri menyatakan Ba?asyir resmi sebagai tersangka kasus pengeboman dan usaha pembunuhan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dia juga dijerat pelanggaran imigrasi karena pergi dan kembali tanpa dokumen sah.

5 November 2002 Abu Bakar Ba?asyir ditangkap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Solo, saat terbaring sakit, setelah ia tidak memenuhi tiga kali panggilan polisi.

9 November 2002 Ba?asyir mengajukan praperadilan atas penangkapan dan penahanan dirinya oleh polisi. Namun, permohonannya ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

20 April 2003 Ba?asyir mulai disidangkan di Ruang Serbaguna Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta Pusat. Ia dituntut hukuman 15 tahun penjara karena makar, pelanggaran keimigrasian, dan pemalsuan KTP.

5 Agustus 2003 Bom bunuh diri meledak di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta. Sebelas orang tewas, 75 orang luka. Kerugian materiil ditaksir mencapai Rp 39 miliar.

2 September 2003 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap Abu Bakar Ba?asyir karena terbukti melakukan percobaan makar dan pelanggaran imigrasi.

10 November 2003 Pengadilan Tinggi Jakarta menurunkan vonis Ba?asyir menjadi tiga tahun penjara. Ia dianggap bersalah karena pelanggaran keimigrasian.

3 Maret 2004 Putusan kasasi Mahkamah Agung mengurangi hukuman Ba?asyir menjadi 1 tahun 6 bulan.

8 April 2004 Mabes Polri mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) untuk Ba?asyir, yang dilayangkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, atas sangkaan terlibat bom Bali.

30 April 2004 Ba?asyir bebas. Namun ia langsung ditangkap oleh tim Mabes Polri sekeluar dari LP Salemba. Ba?asyir dibawa ke Mabes Polri untuk diperiksa dalam perkara bom JW Marriott.

15 Oktober 2004 Jaksa melimpahkan berkas Ba?asyir ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tuduhan terlibat bom Bali dan peledakan Hotel JW Marriott. Ia dituntut delapan tahun penjara.

24 Juli 2004 Mahkamah Konstitusi membatalkan asas retroaktif dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam Kasus Bom Bali. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 Tahun 2002 sendiri sudah disahkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

3 Maret 2005 Ba?asyir divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia dihukum dua setengah tahun penjara karena terbukti terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi bom di Jalan Legian, Kuta, Bali. Ba?asyir naik banding.

Arif A. Kuswardono (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus