DARI soal kelapa, ternyata, bisa juga timbul perkara. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Sumatera Utara, baru-baru ini menghukum Ismail Z. Sitorus, untuk membayar ganti rugi kepada seorang penduduk, Sayuti A.R., sebanyak Rp 1,3 juta. Ismail, Kepala Desa Sei Tulang Pandau, Kabupaten Asahan, itu dipersalahkan hakim: tanpa hak telah memerintahkan penebangan 31 pohon kelapa milik Sayuti. Majelis Hakim yang diketuai N.K. Simatupang bukannya tanpa halangan membuat putusan yang merugikan pemda itu. Ketika sidang baru dimulai, Bupati Asahan Zulfirman Siregar melayangkan surat dinas ke pengadilan, yang isinya menyebut gugatan Sayuti salah alamat. Sebab, tulis Bupati, penebangan pohon kelapa penduduk itu dilakukan Ismail dalam rangka bulan bakti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) atas perintah Bupati. Karenanya, sangat tidak wajar kalau gugatan ditujukan ke Ismail pribadi. Hakim Simatupang tidak menggubris keberatan pihak Bupati itu. Malah vonis hakim, dua pekan lalu, mengabulkan gugatan Sayuti "Bagaimana mungkin eksepsi bupati bisa diterima, plhak pemda terbukti sama sekali tidak terlibat dalam kasus penebangan pohon kelapa itu," kata Simatupang pekan lalu. Cerita perkara pohon kelapa itu bermula dari keluarnya SK Bupati Asahan, Februari lalu, tentang pelaksanaan bulan bakti LKMD. Dalam SK itu dijelaskan fokus utama kegiatan adalah membersihkan perairan di pinggiran pantai Kabupaten Asahan dari tanggul cacak dan ambai, sejenis tonggak untuk mencantelkan alat penangkap ikan, yang tersebar sepanjang 102 km meliputi 8 kecamatan dan 31 desa. Sebenarnya, Desa Sei Talang Pandau yang terletak jauh dari pantai tidak perlu terlibat bulan bakti itu. Tapi Kepala Desa Ismail ingin berpartisipasi. Alasannya, SK Bupati menyebutkan: setelah selesai pembersihan tanggul, kepala desa bisa memperbaiki desanya sesuai musyawarah desa. Ismail ingin memperbaiki jalan pintu masukke desanya. Sebagian jalan itu, termasuk yang melintasi tanah Sayuti, terletak di desa tetangga, Desa Sungai Jawi-jawi. Sebab itu Ismail mendatangi Sayuti untuk minta kerelaannya atas pohon kelapanya. Tapi Sayuti, 27 tahun, yang memiliki 1 hektar kebun kelapa, menolak: "Kami makan dari hasil kelapa ini dan membangun rumah juga dari hasil itu." Gagal berunding dengan Sayuti, Ismail mengadakan rapat dengan LKMD. Keputusannya, program jalan itu harus diteruskan. Keesokan harinya, sekitar 20 warga desa dikerahkan Ismail. Sayuti segera mengadu ke Camat Dalimunte -- yang terakhir ini membuat memo ke Ismail. Sang kepala desa kemudian memang memerintahkan penebangan dihentikan. Tapi ketika itu sudah 31 batang pohon kelapa Sayuti yang tumbang, bersama lebih dari seratus pohon milik penduduk lain. Buntutnya, Sayuti melalui Pengacara Sarwani Lubis, akhirnya, menggugat Ismail melalui sidang perdata. Ternyata, majelis hakim memenangkannya. Majelis beranggapan rusaknya kebun kelapa Sayuti tanggung jawab Ismail pribadi, karena kepala desa itu melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan perintah atasannya. Pihak Pemda memerintahkan Ismail banding. "Seharusnya Hakim mengerti bahwa Bulan Bakti LKMD itu merupakan program pemerintah untuk menyejahterakan rakyat," kata Paruhum. Kepala Desa Ismail, 55 tahun, sampai pekan lalu, tetap tidak merasa bersalah. "Saya hanya melaksanakan perintah atasan," katanya. Tapi ia khawatir kalau di tingkat banding dan kasasi tetap dikalahkan. "Bagaimanalah, honor saya sebagai kepala desa hanya Rp 18 ribu per bulan," kata Ismail, yang sehari-harinya juga bertani. Sebaliknya, nasib Sayuti juga belum tentu baik. Ismail, atas perintah Paruhun, Kepala Bagian Hukum Kantor Kabupaten, merencanakan menebang semua kelapa Sayuti yang tersisa untuk proyek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini