Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Martabat Bangsa

Pengadilan banding bali menghukum ringan warga negara jepang, kazuo sakai, dan kawan-kawan yang menjerumuskan wanita bali sebagai hostes di jepang. mereka hanya terbukti mempekerjakan wanita tanpa izin.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN ternyata sering "berbaik hati" terhadap warga negara asing yang diadili di sini. Buktinya, warga negara Jepang, Kazuo Sakai, 40 tahun -- yang dituduh menjerumuskan delapan wanita Bali menjadi hostes di Jepang -- ternyata hanya dihukum percobaan (enam bulan percobaan 1 tahun) oleh Pengadilan Tinggi Bali. Akibat vonis itu Sakai, yang sebelumnya dihukum dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar, langsung keluar tahanan dan pulang ke negerinya. Hal ini ternyata cukup memusingkan pihak penuntut umum yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, akhir bulan lalu. Sebab, seandainya kasasi itu dikabulkan MA, tak banyak artinya karena Sakai telah kembali ke negeri asalnya. "Kalau kasasi kita diterima, susah juga membawa Sakai ke Indonesia," ujar Jaksa I Made Jaya dari Kejaksaan Negeri Denpasar, Bali. Pada Januari lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, yang diketuai M. Ridwan Nasution, memvonis empat warga negara Jepang karena dengan paksa membawa lari wanita dan kemudian mempekerjakannya di luar negeri tanpa izin. Selain Sakai, hakim memvonis Toyoshi Shioda, 4O tahun, enam bulan penjara, sedangkan Tadayoshi Nisinaka 48 tahun, dan Kinos- hito Aya, 3O tahun, diganjar hukuman empat bulan dengan masa percobaan sembilan bulan. Di samping itu, mereka mendapat hukuman tambahan: Diusir dari wilayah RI setelah menjalani hukuman. Kasus pengiriman TKW gelap ke Jepang ini sempat menghebohkan KBRI di Toky, akhir April tahun lalu. Delapan gadis Bali melapor ke sana karena merasa dikibuli oleh Sakai dan kawan-kawan. Semula mereka dijanjikan akan mendapat latihan kerja di restoran dengan gaji antara Rp 200 ribu dan Rp 3OO ribu tiap bulan. Ternyata, begitu sampai di Jepang gadis berusia antara 18 dan 21 tahun ini disekap di pemondokan di kawasan Kanazawa Ishikawa, 12 jam perjalanan kereta dari Tokyo. Tiket, paspor, dan uang saku mereka ditahan. "Kami dipekerjakan di bar sebagai hostes dan ketakutan melihat para tamu berbuat tak senonoh pada pra-muria lain," kata Purnamawati, salah satu dari delapan gadis Bali itu di persidangan. Puncaknya, akhir April lalu, Sakai mencoba menodai salah seorang gadis itu, Ida Ayu Suciati. Bersama rekan-rekannya, a khirnya Suciati berhasil meloloskan diri dari rumah tempat mereka disekap, lalu melapor ke KBRI. Ternyata, menurut Pengadilan Tinggi, 20 April lalu, kejahatan Kazuo Sakai dan kawan-kawan tak begitu berat. Menurut majelis hakim banding, yang diketuai oleh Imam Sutejo, Sakai hanya terbukti mempekerjakan WNI tanpa izin ke luar negeri (Pasal 239 KUHP). Tapi tak terbukti dengan paksa membawa lari wanita untuk dikuasai (Pasal 332 KUHP). "Tak ada unsur paksaan pada saat para wanita itu berangkat ke Jepang. Mereka bahkan diantar sanak saudara ke pelabuhan udara," ujar Imam Sutejo kepada TEMPO. Begitu vonis banding jatuh, Sakai dan kawan-kawan -- yang ditahan sejak kasusnya disidangkan akhir tahun lalu -- langsung dilepas dan pulang ke negerinya. Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar ternyata kaget atas vonis itu. "Bisa terjadi perbedaan penafsiran antara pengadilan banding dan pengadilan tingkat pertama, tapi kali ini mengagetkan karena mencolok," ujar Alam Kuffal. Sebab, menurut Alam Kuffal, kesaksian kedelapan TKW itu sudah cukup membuktikan bahwa para pelaku "melarikan perempuan". Padahal, kata Alam, pihaknya sengaja memakai pasal melarikan perempuan itu -- untuk mencegah orang asing dengan seenaknya membawa tenaga kerja ke luar negeri. "Itu kan masalah martabat bangsa," kata Alam. Sebaliknya, pengacara para terdakwa ini, Suryatin Lijaya -- yang pernah menghebohkan karena bisa membebaskan Paul Han- doko dari kasus penipuan di Pengadilan Negeri Denpasar -- menolak disebut "sakti" karena berhasil lagi meloloskan warga Jepang itu. "Jelas, tidak benar saya sakti. Justru inilah cara mencari kebenaran hukum," katanya. BSU, Joko Daryanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus