Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Terakhir Hakim Wardiati

Keputusan hakim Wardiati di PN Jakarta-Pusat terhadap tertuduh Lim Tiong King ditangguhkan pelaksanaannya, karena sebelumnya telah ada memo ketua pengadilan Soemadijono untuk menunda sidang. (hk)

6 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA saat sebelum palu diketukkan, yaitu ketika Hakimnya Wardiati SH sedang membaca vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 18 April, sidang mendadak terhenti. Sebab Kepala Panitera, Suwito, tergopoh-gopoh masuk kamar pengadilan dan mengganggu jalannya sidang. Apa boleh buat. Suwito mengemban tugas Ketua Pengadilan, H.M. Soemadijono SH, menyampaikan memo penting: sidang harap ditangguhkan saja. Wardiati, Wakil Ketua Pengadilan yang hari itu memimpin majelis hakim (dengan Heru Gunawan dan Hargadi sebagai hakim-hakim anggota) sedang membaca keputusannya, jadi kaget juga. Dibantingnya kertas keputusan ke meja hijau di hadapannya. Memo Soemadijono, atasannya, cuma dibaca sekilas. Lalu nyonya hakim ini terus saja menyelesaikan pekerjaannya. Lim Tiong King, tertuduh yang dianggapnya terbukti bersalah memalsukan neraca rugi-laba sebuah perusahaan roti, dihukumnya setahun penjara -- dan segera masuk. Hakim Wardiati membangkang perintah atasannya? Yang bersangkutan tak menjelaskan apa-apa. Begitu selesai sidang Wardiati meninggalkan gedung pengadilan. Namun di pihak lain juga ada pertanyaan: Ketua Pengadilan mencampuri kebebasan hakim? Ternyata tidak. "Saya bukan hakim kemarin sore," kata Soemadijono. "Saya sudah 17 tahun menjadi ketua pengadilan dan saya pun tahu, tidak seorang pun berhak mencampuri urusan hakim -- walau ketua pengadilan sendiri." Memonya kepada Wardiati, katanya, beralasan. Sejak 1 April, menurut Soemadijono, sebenarnya Wardiati sudah dimutasikan ke Mahkamah Agung. Yaitu sehubungan dengan kasusnya yang tengah digarap oleh Opstib. Maka sejak 1 April itu juga, mestinya, Wardiati sudah tak berhak lagi mengurus sesuatu perkara. Akan tetapi, karena nyonya hakim ini masih juga berminat hendak menyelesaikan sisa perkara, Soemadijono ada memberikan waktu seminggu sampai dua minggu bagi Wardiati untuk membereskan urusan. Salah Siapa? Namun hingga 15 April perkara belum beres juga. Sebab sebenarnya, bukan kesalahan Wardiati. Telah beberapa kali sidang, hingga 15 April, para pembela Lim, yaitu Mr. Tjiam dan Soenarto SH, belum juga siap dengan pleidoinya (pembelaan). Hakim Hargadi SH menilai, ketidakberesan itu datangnya daripara pembela. Taktik mengulur-ulur waktu saja. "Yang Mr. Tjiam sakitlah, lalu terdakwa ikut sakit pula, atau Soenarto yang terlambat datang." Menurut Hargadi SH, alasan para pembela yang sebenarnya, "sengaja menunda-nunda kesempatan, karena mereka sudah tahu kalau Hakim Wardiati akan ditarik ke Mahkamah Agung." Buron Pembela Soenarto mengelak. Dua kali penundaan, katanya, Tjiam dan terdakwa memang betul-betul sakit. Namun yang terakhir, yaitu ketika Wardiati nekad membacakan vonisnya -- tanpa mengindahkan perintah atasannya, bahkan juga tak memberi kesempatan pembela untuk pleidoi -- Soenarto punya alasan yang lebih kuat untuk tidak hadir dalam sidang. Katanya, "saya sudah diberitahu oleh ketua pengadilan sendiri, bahwa Wardiati tidak akan memimpin sidang lagi pada 18 April itu." Bahkan berkas perkara telah ditarik dari tangan ibu hakim. Menurut resminya -- bagaimanapun secara formil pengadilan telah memvonis --jaksa M. Manoi, yang menuntut Lim Tiong King, berwenang menyeret terhukum ke penjara sesuai dengan perintah pengadilan. Kalau boleh, tentu saja, Tiong King sendiri dan pembelanya, minta agar keputusan Hakim Wardiati -- yang sudah tak dibenarkan lagi duduk di kursi hakim -- ditangguhkan pelaksanaannya. Soemadijono sendiri juga keberatan. Untuk itu Manoi minta agar ketua pengadilan minta penangguhan pelaksanaan hukuman bagi Tiong King secara tertulis saja. Sebab sebenarnya kejaksaan merasa keberatan terhadap permintaan Soemadijono. Betapapun kedudukan Wardiati, itu soal intern pengadilan, vonis kan sudah jatuh? Tapi, agaknya, kejaksaan mau juga menuruti keinginan Soemadijono dalam rangka saling menghormati kolega penegak hukum. Di kala Soemadijono sibuk mengurus majelis hakim dan minta agar kejaksaan menangguhkan keputusan Wardiati, petugas kejaksaan sibuk mencari Tiong King, yang rupanya segera kabur menyelamatkan diri dari ancaman segera masuk penjara. Sampai beberapa hari Tiong King dinyatakan jadi buronan kejaksaan. Tapi, 24 April berikutnya, ketika Tiong King melapor ke Kejaksaan Tinggi, ia dibenarkan pulang ke rumah. "Keputusan pengadilan belum final karena tertuduh masih naik banding," begitu penjelasan Silaban SH, Assisten II Kejati, sebagai alasan membiarkan pesakitannya tetap bebas. Soal sah dan tidaknya keputusan Wardiati, memang akan dinilai oleh Pengadilan Tinggi nanti. Tapi bukankah resminya perintah pengadilan -- yang kendati pun salah ucap tak mungkin bisa diralat -- Tiong King harus segera masuk penjara sambil menunggu keputusan banding. Yah, ini juga salah satu gambaran mengenai pengadilan kita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus