BEBERAPA saat sebelum palu diketukkan, yaitu ketika Hakimnya
Wardiati SH sedang membaca vonis di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, 18 April, sidang mendadak terhenti. Sebab Kepala
Panitera, Suwito, tergopoh-gopoh masuk kamar pengadilan dan
mengganggu jalannya sidang. Apa boleh buat. Suwito mengemban
tugas Ketua Pengadilan, H.M. Soemadijono SH, menyampaikan memo
penting: sidang harap ditangguhkan saja.
Wardiati, Wakil Ketua Pengadilan yang hari itu memimpin majelis
hakim (dengan Heru Gunawan dan Hargadi sebagai hakim-hakim
anggota) sedang membaca keputusannya, jadi kaget juga.
Dibantingnya kertas keputusan ke meja hijau di hadapannya. Memo
Soemadijono, atasannya, cuma dibaca sekilas. Lalu nyonya hakim
ini terus saja menyelesaikan pekerjaannya. Lim Tiong King,
tertuduh yang dianggapnya terbukti bersalah memalsukan neraca
rugi-laba sebuah perusahaan roti, dihukumnya setahun penjara --
dan segera masuk.
Hakim Wardiati membangkang perintah atasannya? Yang bersangkutan
tak menjelaskan apa-apa. Begitu selesai sidang Wardiati
meninggalkan gedung pengadilan. Namun di pihak lain juga ada
pertanyaan: Ketua Pengadilan mencampuri kebebasan hakim?
Ternyata tidak. "Saya bukan hakim kemarin sore," kata
Soemadijono. "Saya sudah 17 tahun menjadi ketua pengadilan dan
saya pun tahu, tidak seorang pun berhak mencampuri urusan hakim
-- walau ketua pengadilan sendiri."
Memonya kepada Wardiati, katanya, beralasan. Sejak 1 April,
menurut Soemadijono, sebenarnya Wardiati sudah dimutasikan ke
Mahkamah Agung. Yaitu sehubungan dengan kasusnya yang tengah
digarap oleh Opstib. Maka sejak 1 April itu juga, mestinya,
Wardiati sudah tak berhak lagi mengurus sesuatu perkara. Akan
tetapi, karena nyonya hakim ini masih juga berminat hendak
menyelesaikan sisa perkara, Soemadijono ada memberikan waktu
seminggu sampai dua minggu bagi Wardiati untuk membereskan
urusan.
Salah Siapa?
Namun hingga 15 April perkara belum beres juga. Sebab
sebenarnya, bukan kesalahan Wardiati. Telah beberapa kali
sidang, hingga 15 April, para pembela Lim, yaitu Mr. Tjiam dan
Soenarto SH, belum juga siap dengan pleidoinya (pembelaan).
Hakim Hargadi SH menilai, ketidakberesan itu datangnya daripara
pembela. Taktik mengulur-ulur waktu saja. "Yang Mr. Tjiam
sakitlah, lalu terdakwa ikut sakit pula, atau Soenarto yang
terlambat datang." Menurut Hargadi SH, alasan para pembela yang
sebenarnya, "sengaja menunda-nunda kesempatan, karena mereka
sudah tahu kalau Hakim Wardiati akan ditarik ke Mahkamah Agung."
Buron
Pembela Soenarto mengelak. Dua kali penundaan, katanya, Tjiam
dan terdakwa memang betul-betul sakit. Namun yang terakhir,
yaitu ketika Wardiati nekad membacakan vonisnya -- tanpa
mengindahkan perintah atasannya, bahkan juga tak memberi
kesempatan pembela untuk pleidoi -- Soenarto punya alasan yang
lebih kuat untuk tidak hadir dalam sidang. Katanya, "saya sudah
diberitahu oleh ketua pengadilan sendiri, bahwa Wardiati tidak
akan memimpin sidang lagi pada 18 April itu." Bahkan berkas
perkara telah ditarik dari tangan ibu hakim.
Menurut resminya -- bagaimanapun secara formil pengadilan telah
memvonis --jaksa M. Manoi, yang menuntut Lim Tiong King,
berwenang menyeret terhukum ke penjara sesuai dengan perintah
pengadilan. Kalau boleh, tentu saja, Tiong King sendiri dan
pembelanya, minta agar keputusan Hakim Wardiati -- yang sudah
tak dibenarkan lagi duduk di kursi hakim -- ditangguhkan
pelaksanaannya.
Soemadijono sendiri juga keberatan. Untuk itu Manoi minta agar
ketua pengadilan minta penangguhan pelaksanaan hukuman bagi
Tiong King secara tertulis saja. Sebab sebenarnya kejaksaan
merasa keberatan terhadap permintaan Soemadijono. Betapapun
kedudukan Wardiati, itu soal intern pengadilan, vonis kan sudah
jatuh? Tapi, agaknya, kejaksaan mau juga menuruti keinginan
Soemadijono dalam rangka saling menghormati kolega penegak
hukum.
Di kala Soemadijono sibuk mengurus majelis hakim dan minta agar
kejaksaan menangguhkan keputusan Wardiati, petugas kejaksaan
sibuk mencari Tiong King, yang rupanya segera kabur
menyelamatkan diri dari ancaman segera masuk penjara. Sampai
beberapa hari Tiong King dinyatakan jadi buronan kejaksaan.
Tapi, 24 April berikutnya, ketika Tiong King melapor ke
Kejaksaan Tinggi, ia dibenarkan pulang ke rumah. "Keputusan
pengadilan belum final karena tertuduh masih naik banding,"
begitu penjelasan Silaban SH, Assisten II Kejati, sebagai alasan
membiarkan pesakitannya tetap bebas.
Soal sah dan tidaknya keputusan Wardiati, memang akan dinilai
oleh Pengadilan Tinggi nanti. Tapi bukankah resminya perintah
pengadilan -- yang kendati pun salah ucap tak mungkin bisa
diralat -- Tiong King harus segera masuk penjara sambil menunggu
keputusan banding. Yah, ini juga salah satu gambaran mengenai
pengadilan kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini