Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Waduh, Adjie

Adjie Notonegoro ditahan dalam kasus penggelapan perhiasan mewah milik teman bisnisnya. Perancang busana kondang ini akan didakwa dengan tuduhan berlapis.

26 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah toko yang sudah disulap menjadi bangunan berarsitektur gaya Romawi kuno itu masih berdiri megah. Kendati sudah kosong selama setahun terakhir ini, bangunan berlantai dua di Jalan Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu tetap menonjol dibanding bangunan di kiri-kanannya. Itulah bekas bangunan butik milik desainer Adjie Notonegoro.

Diberi nama House of Adjie, butik itu dibuka pada April 2001 sebagai ”tanda” 15 tahun kiprah Adjie di dunia desainer. Hasil karya pria yang 18 Juli lalu berulang tahun ke-50 tahun itu banyak digandrungi artis, para sosialita, hingga pejabat pemerintah. Sejumlah mantan presiden, seperti Abdurrahman Wahid, Bill Clinton, dan Fidel Castro, juga pernah menggunakan busana besutan desainer lulusan sekolah mode di Paris dan Jerman itu.

Namun tak hanya menjadi arena peragaan juga penjualan rancangannya, butik ini pula yang menjadi awal mula perkara hukum yang kini membelitnya. Perkara yang membuat ia kini meringkuk di tahanan.

Syahdan, di House of Adjie ini, pada November 2008, Melvin Chandrianto Tjhin menitipkan 12 perhiasan mewah kepada Adjie untuk dijual. Perhiasan itu meliputi: satu cincin green sapphire emas berlian, satu kalung rubi emas berlian, satu cincin rubi star emas berlian, satu cincin emerald emas berlian, serta satu buah cincin dan kalung berlian.

Kepada penyidik, Melvin mengaku sebagian perhiasan itu merupakan titipan koleganya dari toko berlian Excellent Jewelry. Karena sudah berteman lama, Melvin menyerahkan perhiasan senilai Rp 3,1 miliar kepada Adjie hanya dengan modal kepercayaan. Sebelumnya Melvin memang pernah sukses berbisnis berlian dengan Adji. ”Saya sudah sepuluh tahun mengenal dia,” katanya.

Semula, menurut Melvin, Adjie lancar menyetor hasil penjualan. Selain dengan uang tunai, beberapa kali Adjie membayar dengan cek senilai Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan Rp 1,675 miliar. Adjie juga kadang membayar dengan beberapa bilyet giro senilai Rp 350 juta. Masalah muncul saat cek dan giro itu hendak dicairkan. Bank yang didatangi menolak cek dan bilyet tersebut. Belakangan Melvin baru tahu lima lembar pecahan Sin$ 10 ribu yang ia terima dari Adjie ternyata palsu.

Gelagat buruk ini membuat Melvin meminta kembali perhiasan yang ia titipkan. Tujuh perhiasan dapat dikembalikan. Sisanya sudah dijual Adjie. Beberapa kali Melvin menagih perhiasan yang terjual. Dalam hitungan Melvin, hasil penjualan yang harus disetor Adjie nilainya Rp 1,135 miliar. Adapun Adjie baru menyetor Rp 275 juta. Karena terus menghindar saat ditagih, Melvin pun kesal dan melaporkan Adjie ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan dengan tuduhan penggelapan pada Oktober 2009.

Laporan ke polisi itu cepat ditang gapi. Tak sampai sebulan, Adjie ditetapkan sebagai tersangka. Karena dianggap kooperatif, penyidik tidak menahan ayah dua anak ini. Pria yang pernah diganjar penghargaan sebagai desainer terbaik versi majalah Aneka dan Dewi ini beberapa kali mengupayakan damai dengan Melvin. Menurut pengacara Adjie, Edi Sarwono, pada Desember 2009 kedua pihak sepakat menyelesaikan utang itu. ”Ini soal wanprestasi, bukan masalah pidana,” kata Edi.

Berbeda dengan pihak Adjie, penyidik tetap melihat unsur pidana kasus ini terang-benderang. Setelah memeriksa sembilan saksi, penyidik melimpahkan berkas ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Maret lalu. Pada medio April lalu, perkara Adji dinyatakan lengkap. Akibatnya, kata Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Munif, penyidik kepolisian harus menyerahkan barang bukti dan tersangka. ”Karena tak ditahan, penyidik akhirnya sulit mengha dirkan tersangka,” katanya kepada Tempo.

Lantaran sang tersangka tak kunjung dihadirkan, kejaksaan kembali mengirim surat kepada polisi meminta segera menyerahkan Adjie. Penyidik lalu mengirim surat panggilan kepada Adjie. Panggilan ini tak mendapat tanggapan. Setelah panggilan kedua itu tak juga mempan, pada 13 Juli lalu polisi pun menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Adji.

Sasaran per tama yang didatangi polisi adalah rumah Adjie di kawasan Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Di rumah itu ternyata dia tak ada. Polisi lantas mendatangi House of Adjie. Di sini pun Adjie tak ditemukan.

Belakangan polisi menemukan keberadaan Adjie. Perancang itu ternyata tinggal di rumah bekas karyawannya di Jalan Nawi Pos, Rawa Lele, Bekasi. Kamis dua pekan lalu, sejumlah polisi dari Polres Jakarta Selatan mendatangi rumah itu. Di sana Adjie ”menyerah”. ”Ia dijemput paksa karena tak kooperatif,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yusuf. Edi Sarwono membantah jika dikatakan kliennya ditangkap seperti yang kemudian diberitakan sejumlah media. Menurut dia, kliennya ”dijemput”.

Diperiksa tiga jam, menjelang tengah malam Adjie dijebloskan ke Penjara Cipinang, Jakarta Timur. Di sana ia dimasukan ke Blok A kamar 8 yang sudah berisi enam tahanan. Blok ini merupakan blok isolasi untuk para tahanan pe mula.

Lewat pengacara nya, Adjie ”ber gerilya” agar tak berlama-lama tidur di hotel prodeo itu. Ia mengajukan permohonan damai kepada Melvin sehingga ia bisa memperoleh penangguhan penahanan. ”Supaya proyeknya tak tertunda dan dia bisa bayar utang,” kata Melvin. Kendati demikian, Melvin belum memutuskan menerima atau menolak permintaan damai Adjie.

Meski melunasi utangnya, menurut jaksa Munif, kasus Adjie akan jalan terus. ”Pelunasan itu tak akan menghilangkan pidananya,” ujarnya. Soal permohonan penangguhan penahanan, kata Munif, permintaan itu masih di kaji kejaksaan. Namun, menurut sumber di kejaksaan, upaya tersebut sulit dika bulkan karena sebelumnya Adjie dinilai tidak kooperatif. ”Persidangan juga akan segera dimulai Agustus ini,” ujar sumber ini.

Sumber itu menyatakan Adjie akan diancam dakwaan berlapis. Tak hanya penggelapan, dalam perbuatan yang ia lakukan juga terdapat unsur kejahatan lain: penipuan menggunakan cek dan bilyet biro kosong. Lalu ada pula tuduh an lain: penggunaan uang palsu untuk membayar tagihan Melvin.

Edi Sarwono menyesalkan perlakuan kejaksaan terhadap kliennya. Di tingkat penyidik, kata Edi, Adjie tak ditahan karena kooperatif. Di tingkat kejaksaan, ia ditahan. Menurut dia, seharusnya kejaksaan tidak gegabah menyeret persoalan Adjie ke ranah pidana karena ini masalah perdata. Apa boleh buat, kini ranah pidana itulah yang harus dihadapi pria yang dikenal dekat dengan para perempuan sosialita Ibu Kota ini. ”Nasi sudah menjadi bubur, susah untuk menjadi beras kembali,” kata Edi.

Anton Aprianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus