Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Main Perkara dengan Uang

17 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Benarkah hanya me-re-ka, lima karya-wan Mah-kamah Agung dan seorang wa-ni-ta pengacara, yang men--jadi komplotan jual-be-li per-kara di MA? Apakah me--re-ka bukan sekadar pion yang dipakai dan dikorban-kan? Per--tanyaan-pertanya-an se----macam itu sering berseliwer-an da-lam perbincangan orang ra-mai. Inilah profil bebe-ra-pa ”tokoh” pelaku jual-beli perkara itu, yang ki-ni diperiksa Komite Pemberan-tasan Korupsi.

Pono Waluyo

Di lingkungan seja-wat-nya di Ba-gi-an Per--jalanan Mah---ka-mah Agung, Pria 55 tahun ini di--kenal luwes ber-gaul, pintar omong, dan ri-ngan tangan. Pono ini pu-la yang meyakinkan Probosutedjo, berbekal secarik kertas con-toh putusan bebas, bahwa ia bakal mendapat putusan bebas asal menyetor-kan uang Rp 5 miliar, kata-nya, untuk Bagir Manan.

Saat diperiksa KPK, Kamis pekan la-lu, Pono bercerita bahwa Harini telah ”mem-bereskan” dua hakim agung yang menangani perkara Probo, yaitu Usman Karim dan Parman Suparman. ”Saya sen-diri diminta Harini mencari jalan me-ngurus perkara ke Bagir,” ujarnya. Kepada penyidik, Pono mengaku diri-nya tidak pernah meminta uang kepada Probosutedjo. ”Harini yang memeras Probo,” ujarnya. Menurut dia, Harinilah yang pertama kali mengontak dia.

Pono sendiri sudah bekerja di MA le-bih dari 25 tahun. Sejak masuk hingga memasuki masa pensiun tahun ini, ia te-tap di bagian kendaraan. Gajinya per bulan, kata seorang temannya, tak le-bih dari Rp 1,5 juta. Jumat pekan lalu, saat ditemui Tempo di KPK sehabis diperiksa sejak pukul 10.00 sampai 21.00, Pono tak mau mengeluarkan sepatah ka-ta pun. Bibirnya terkatup dan matanya seperti menerawang jauh.

Sudi Ahmad

USIANYA lebih muda ke-timbang Po--no, sekitar 45 t-a-hun. Sebagaimana Pono, ia juga gampang ber-gaul dan dikenal sejawatnya agak s-em-brono. Sudi bekerja di MA sudah sekitar 15 tahun. Sejak masuk hingga kini ia ditempatkan di Bagian Korpri.

Pembawaannya yang l-uwes dan bidang pekerjaannya yang ba-nyak berhu-bungan dengan karyawan membuat ia mempunyai banyak kenalan di MA. Kenalannya merembet hingga ke karya-wan yang berurus-an dengan perkara.

Sudi mengaku dia-lah yang membu-at contoh putusan untuk Probosute-djo. Sudi juga sempat membawa pulang ke rumah-nya duit Rp 1,5 miliar titip-an Po-no yang rencananya akan di-serahkan kep-ada Kepala Seksi Peng-amatan Perkara Pi-dana Abdul Hamid yang akan meneruskannya ke Ketua MA Bagir Manan.

Menurut KPK, Sudi adalah mata rantai penting kasus ini. Tugas utamanya seba-gai penghubung dan pencari orang yang bisa diajak bekerja sa-ma memuluskan aksi suap-menyuap perkara Probo. ”Ia juga diduga mendapat bagian sekitar Rp 300 juta dari uang Rp 5 mi-liar itu,” ujar sumber di KPK. Namun, saat dicegat Tempo pada Rabu malam pekan lalu se-sudah diperiksa Komisi Pemberantas Korupsi, Sudi mengaku belum mendapat uang sepeser pun dari Tono atau Harini. ”Sepeser pun tidak,” ujarnya sembari naik ke mobil tahanan.

Raden Ayu Harini

Di kalangan pe-nga-ca-ra Yogyakarta, nama Ha-rini, 68 tahun, memang kon-dang. Ia dikenal mem-punyai ja-ring--an luas dan ”me-ngua-sai” me-dan peng-adilan Yog--ya--karta. ”Di pe-ng--adilan dia di-per-la-ku-kan sa-ngat istimewa,” kata Su-dja-mi, se-orang pengacara senior Yogyakarta. Perlakuan istimewa yang diterima Harini terkadang kelewatan. ”Soal tanda ta-ngan berkas acara atau tanda tangan jadwal sidang, misalnya, mestinya para pengacara yang mendatangi majelis hakim. Yang ini lain. Justru hakim yang me-nemui Harini untuk meminta tanda tangannya,” ujar Sudjami.

Bisa jadi, perlakuan istimewa ter-ha-dap dirinya itu lebih karena ia telah la-ma malang melintang di pengadilan Yog-ya-karta dan Solo. Wanita kelahir-an Sukabumi 68 tahun silam ini pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Yogya-karta dan hakim tinggi Pengadil-an Tinggi Yogyakarta. Sejumlah hakim di PN Yogyakarta atau Solo yang sekarang pernah menjadi anak buah Harini.

Harini bertugas di Yogya-karta sekitar 1982. Sebe-lumnya, alumnus Fakultas Hu-kum Universitas Airlangga itu menjabat hakim di PN Mojokerto, PN Bandung, PN Surabaya, dan PN Banyuwa-ngi. Di Kota Gudeg ini kariernya tampak mencorong. Sebelum menjabat hakim PN Yogya-karta, berturut-turut Harini te-lah memegang jabatan sebagai Ketua PN Bantul, Ketua PN Klaten, Ketua PN Solo. Kemudian terak-hir ia diangkat sebagai hakim Pengadilan Tinggi hingga pensiun pada 2001. Setahun setelah pensiun, bersama sejawatnya mantan hakim di PN Solo dan PN Klaten ia membuka kantor pengacara.

Ketika menjabat Ketua PN Yogyakar-ta, Harini pernah menjadi sorotan masyarakat lantaran putusan-putusan yang dikeluarkannya dinilai kontroversial. ”Ada sekitar 240 kasus perdata yang putusannya janggal,” kata Sudjami. Sebagian dari kasus-kasus itu, kata Sudjami, ditangani Harini. ”Tapi, tak ada tin-dakan tegas. Bahkan ia dipromosikan menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bantul,” ujar Sudjami.

Di kalangan bekas anak buahnya-, Ha-rini dikenal ke-ras sekaligus ga-lak. ”Saya benci dia, soalnya dia galak sekali,” ujar Tardi, karyawan Pengadilan Ne-geri Solo. Tapi, menurut Sunarto, bekas anak buah Harini yang kini menjadi panitera di PN Solo, Harini adalah atasan yang baik. ”Dia juga tidak kaya. Saya pernah datang ke rumahnya, cuma tipe 45,” ujarnya.

Bagaimana dengan rumah Harini- yang ada di God-ean yang dikunjungi- Tempo, yang jika ditaksir nilainya tak kurang dari Rp 400 juta itu? Sumber- Tempo di Ko-misi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, Harini menga-ku dua ru-mah di Yog-ya itu ia beli dari sebagian uang Pro-bosutedjo Rp 1 mi-liar yang seharusnya dipakai untuk mengurus kasus Probo di Mahkamah Agung. ”Dari jumlah itu, Rp 400 juta saya belikan ru-mah di Godean dan Rp 200 juta untuk uang muka pembelian rumah di Peru-mahan Fajar Indah Solo,” ujar sumber itu, menirukan peng-akuan Harini di depan penyi-dik KPK. Harini yang sekarang agaknya memang beda dengan Harini yang dulu.

L.R. Baskoro, Syaiful Amin (Yogyakarta), Imron Rosyid (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus