Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar menyatakan telah memberi uang sebesar Rp 75 juta kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Dadi Rachmadi. Dalam kesaksiannya di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu, Zarof menyebut, besel atau uang sogokan itu dari 'ibu tiri'.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini diungkapkan Zarof saat duduk sebagai saksi dalam sidang tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Ketiga terdakwa itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberian suap itu terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya apakah Zarof pernah ke Hotel DoubleTree di Tunjungan, Surabaya. Dia pun mengiyakan. "Waktu mau pelantikan ketua penggantinya Pak Rudi," ujar Zarof dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, 11 Februari 2025.
Adapun yang dimaksud Zarof adalah mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono, yang juga terseret perkara vonis bebas Ronald Tannur. "Siapa Ketua PN yang baru itu?" tanya JPU.
Zarof menjawab, "Pak Dadi Rachmadi."
Zarof Ricar menuturkan, dia sempat makan seafood di restoran hotel tersebut pada sore hari. Zarof tak sendiri, ada Dadi Rachmadi dan Lisa Rachmat. Sesuai berita acara pemeriksaan atau BAP-nya, persamuhan itu terjadi pada 16 April 2024. "Waktu kami makan, Bu Lisa Rachmat datang," kata Zarof.
Jaksa kembali bertanya, "satu meja?"
"Satu meja, tapi tidak ikut makan," ujar Zarof. Dia hanya memperkenalkan Lisa dengan Dadi. Setelah berbincang sejenak, pengacara Ronald Tannur itu pun pulang.
"Saat itu perkara Ronald Tannur masih berlangsung apa sudah putus?" tanya JPU.
Zarof menjawab, "saya rasa belum putus ya."
"Pernah Pak Dadi Rachmat itu menceritakan ke saudara, ada sedikit masalah mengenai perpindahan yang baru? Apakah dapat rumah dinas?" tanya Jaksa.
Zarof mengiyakan. "Jadi waktu di mobil, Pak Dadi bilang 'bang aku ini mau sewa rumah, tapi enggak punya uang’. 'Berapa?'. 'Rp 75 juta'."
Waktu hendak pulang, Lisa mengatakan mau membelikan Zarof oleh-oleh. "Itu tanggal 17 April 2024?" tanya Jaksa.
Zarof membenarkan. Dia juga mengiyakan bahwa kejadiannya terjadi pada pukul 07.00 saat Zarof hendak sarapan di hotel.
"'Mau oleh-oleh apa?', saya bilang 'saya enggak mau lah berat, lu kasih aja mentahnya'," ujar Zarof menirukan percakapan saat itu.
Jaksa lantas bertanya lagi, "terus dikasih apa?"
"Ya dikasih uang Rp 100 juta," jawab Zarof.
Jaksa kembali mencecar, "langsung ya?"
Zarof pun membenarkan. Jaksa lantas bertanya, uang itu digunakan untuk apa.
"Waktu itu saya bilang 'nih gua udah dapet, lu mau sewa rumah, gua kasih, tapi gua potong ya 25'," ucap Zarof menirukan percakapannya dengan Dadi Rachmadi.
Dadi lalu bertanya asal muasal uang tersebut. "‘Udah, dari ibu tiri'," kata Zarof.
"Itu by WA (WhatsApp) apa gimana?" tanya JPU.
Zarof mengaku lupa, apakah percakapan itu secara langsung atau lewat WhatsApp. Jaksa kembali mencecar, ada catatan pesan WA antara Zarof dan Dadi soal jatah 50 persen.
"Mungkin kali ya by WA, saya lupa," ucap Zarof.
Jaksa kembali bertanya, "dikasihnya di PN surabaya atau PT (Pengadilan Tinggi)?"
Zarof mengatakan, uang itu dia berikan di dalam mobil Dadi. Saat itu, Dadi hendak mengantarnya pulang. Adapun kendaraan itu diparkir di wilayah Pengadilan Tinggi.
Sebelumnya, JPU mendakwa Zarof Ricar dengan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Dia juga didakwa melakukan suap yang berhubungan dengan jabatannya selama di Mahkamah Agung.
Zarof didakwa berupaya menyuap hakim kasasi di perkara Ronald Tannur sebesar Rp 5 miliar agar menguatkan vonis bebas Ronald di PN Surabaya. Pemufakatan itu dilakukan bersama-sama dengan Lisa Rachmat selaku pengacara Ronald.
Namun, akhirnya Ronald divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi. Kendati demikian, putusan kasasi tersebut tidak bulat memutus Ronald bersalah. Ketua hakim kasasi Soesilo berbeda pendapat (dissenting opinion), dan menyatakan Ronald tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana.
Selain kasus Ronald Tannur, Zarof juga didakwa menerima uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan nilai total Rp 915 miliar, serta emas logam mulia 51 kilogram. Uang dan logam mulia itu dia terima selama menjabat di MA periode 2012–2022, dan diduga berasal dari para pihak berperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
“Atas penerimaan uang dan emas itu tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa selaku pegawai di MA dan tidak ada laporan pajak dalam menjalankan kegiatan usaha. Atas penerimaan uang dan emas tersebut terdakwa juga tidak melaporkannya ke KPK,” ujar jaksa Nurachman di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 10 Februari 2025.
Zarof Ricar dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Dia juga didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kapolri Listyo Sigit Kampanyekan Bahaya Judi Online: Menyaru Mirip Permainan Targetkan Anak-anak