Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Basarah Harap Guru Jadi Benteng Ideologi Pancasila

Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, meminta guru-guru waspada terhadap ancaman ideologi transnasional yang dapat menghancurkan kebhinekaan.

25 November 2021 | 18.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Ahmad Basarah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi X DPR RI, Ahmad Basarah, menyebutkan bahwa peran guru di revolusi industri 4.0 sekarang menjadi lebih berat. Mereka bukan sekadar mengajarkan teori, tetapi juga menjadi bagian dari benteng ideologi yang menjaga penerus bangsa dari ancaman ideologi transnasionalisme.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Teknologi membuat guru dan buku bukan satu-satunya sumber ilmu dan informasi. Tekologi membuat para siswa sekarang bisa mengakses informasi secara bebas tanpa batas. Ini bagus dari sisi pengembangan siswa dalam belajar, tapi bukan tanpa ancaman. Ada penumpang gelap dalam banjir informasi berupa ideologi transnasional,” kata Ahmad Basarah di Hari Guru Nasional 2021, Kamis, 25 November.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menghadapi banjir informasi yang bersifat transnasional itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu berharap guru dapat memperkuat aspek kognitif siswa dengan ideologi Pancasila. Setidaknya ada dua ideologi transnasional yang terus berupaya menghancurkan generasi muda Indonesia, yakni liberalisme dan fundamentalisme pasar serta fundamentalisme agama.

‘’Paham individualisme dan liberalisme menegasikan kepentingan komunal dan mengedepankan kepentingan individu. Dari sinilah, antara lain lahir pembelaan atas paham yang melegalkan pernikahan sejenis di beberapa negara barat yang berpangkal dari paham individualisme liberalisme tersebut. Aktivitas ini banyak  yang membela atas nama Hak Asasi Manusia (HAM) dunia,’’ tutur Ahmad Basarah.  

Di sisi lain, lanjut Ahmad Basarah yang juga berprofesi sebagai ‘’guru’’ di Universitas Islam Malang itu, fudamentalisme dan radikalisme berbasis agama juga muncul. Dia menunjuk berbagai temuan lembaga survei nasional tentang adanya sikap intoleran dan penolakan terhadap Pancasila oleh sementara kalangan di tengah masyarakat Indonesia.

Jika fakta ini dibiarkan, Ahmad Basarah pesimis para guru akan menjadi benteng ketahanan ideologi nasional. Karena itu, dalam peringatan Hari Guru Nasional yang memajang tema “Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan”, dia berharap semua guru hendaknya mengingat kembali pesan Bung Karno dalam tulisannya ‘’Menjadi Guru di Masa Kebangunan’’.

“Jika guru-guru perguruan kita itu hanya guru-guru yang  tahu mengajar menulis dan menghitung saja, maka alangkah besarnya bencana yang dapat menjangkit daripada penyakit-penyakit masyarakat internationaal kepada tubuhnya masyarakat sendiri. Kalau guru-guru kita tidak orang-orang yang geestelijk weerbaar (tangguh secara mental) terhadap kepada jangkitannya penyakit-penyakit itu, maka bolehlah bangsa Indonesia dari sekarang sedia-sedia akan menerima hari kemudian yang kelam hitam sama sekali,” kata Ahmad Basarah, mengutip tulisan Bung Karno itu.

Ahmad Basarah, yang juga menulis buku ‘’Bung Karno, Islam dan Pancasila’’, berharap para guru mendalami Pancasila karena ideologi ini terbukti telah mempersatukan keragaman Indonesia. Bangsa Indonesia yang berpenduduk hampir 270 juta jiwa ini memang ditakdirkan hidup dalam keragaman. Terdapat sekitar 1.340 suku, 718 bahasa, 17.504 pulau, serta enam agama dan aliran kepercayaan.

Ahmad Basarah melanjutkan, ketika program merdeka belajar menekankan kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif, seharusnya program ini diikuti dengan penguatan dari sisi mental ideologis. Salah satunya dengan memasukkan  Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di sekolah.

“Sebagai dasar dan ideologi negara, Pancasila harus diajarkan kepada generasi penerus bangsa. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya kalau kebebasan dalam berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif tidak berpedoman pada nilai-nilai ideologi Pancasila. Di situ diajarkan tentang ketuhanan, keadilan sosial, persatun bangsa dan seterusnya,” kata Basarah. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus