Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iklan

Merawat Desa Mandiri Peduli Gambut untuk Restorasi Berkelanjutan

Indonesia tidak hentinya menghadapi persoalan kebakaran hutan dan lahan gambut yang membuat terjadinya pencemaran udara.

23 Desember 2022 | 19.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL -- Indonesia tidak hentinya menghadapi persoalan kebakaran hutan dan lahan gambut yang membuat terjadinya pencemaran udara. Akibatnya aktivitas dan kesehatan masyarakat terganggu, hingga negara tetangga menetapkan Indonesia sebagai negara penghasil asap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi tersebut yang membuat pemerintah mendirikan Badan Restorasi Gambut pada 2016-2020 yang berada di bawah langsung presiden. Adapun pada 2021-2024 lembaga ini kemudian berubah menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang memiliki program Desa Mandiri Peduli Gambut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sejak kebakaran hebat pada 2015 pemerintah mengambil kebijakan konsen penanggulangan kebakaran salah satu sumber kebakaran itu dari ekosistem gambut,” Kepala Kelompok Kerja Partisipasi dan Kemitraan BRGM, Muhammad Yusuf dalam Ngobrol Tempo bertajuk Restorasi Gambut Berkelanjutan: Mulai dari Tingkat Tapak, Kamis, 22 Desember 2022.

Yusuf mengungkapkan Indonesia termasuk negara tropis dengan luas lahan gambut terluas di dunia. Ekosistem lahan gambut yang berkarakter basah yang tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang terukur yang menyebabkan sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut.

“Karena itulah BRGM mendapatkan mandat Presiden untuk merestorasi lahan gambut dan merehabilitasi mangrove diantaranya menjaga kelembaban ekosistem gambut menghindari karhutla" katanya.

Agar target tersebut tercapai, sejumlah langkah taktis dilakukan oleh BRGM. Pertama, pembangunan infrastruktur dilakukan seperti membangun sekat kanal dilakukan untuk menahan laju air agar lahan gambut terbentuk seperti tempat penampungan penampungan air.

Adapun yang kedua, perbaikan lahan gambut dilakukan dengan mendorong partisipasi publik mulai dari level pemda hingga pada tataran level masyarakat desa yang menjadi korban terdampak saat kebakaran terjadi.

“Kami tidak pernah lelah untuk mengkampanyekan mari lindungi lahan gambut untuk kebaikan bersama,” terangnya.

Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi salah satu provinsi pelanggan kebakaran lahan hutan dan gambut memiliki lahan Kesatuan Hidrologis Gambut seluas 2,8 juta hektare. Dari jumlah luasan tersebut, sebanyak 1,6 juta hektare memiliki kedalam gambut 50 cm.

“Lahan gambut seluas 2,8 juta itu tersebar di 699 desa yang menjadi ujung tombak di dalam restorasi gambut berkelanjutan, karena tidak mungkin kita tidak melibatkan masyarakat yang mendiami gambut itu,” kata Hairil Anwar, Kepala Bidang Lingkungan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.

Guna menjaga ekosistem lahan gambut, imbuh Hairil, Pemprov Kalbar sudah melakukan pembangunan sekat kanal, sumur bor, mendorong revegetasi lahan bekas terbakar, hingga penanaman dengan menggunakan teknologi yang dikuasai masyarakat setempat.

Selain itu, masyarakat juga mendapatkan edukasi tentang membuat bibit, teknik menanam, pemeliharaan tanaman gambut. Sebab, tanaman gambut merupakan ekosistem penting sekaligus spesifik yang tidak semua orang menguasai pengelolaannya.

“Selanjutnya kita melakukan pendekatan revitalisasi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Sejumlah program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan seperti, Sekolah Lapang Peduli Gambut (SLPG) yang memberikan bimbingan teknis pengelolaan lahan tanpa bakar, mempergunakan air gambut untuk budidaya perikanan.

Restorasi gambut itulah yang selama ini dikerjakan oleh sebanyak 102 Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG) yang tersebar di sebanyak lima kabupaten. Pemprov Kalbar juga memberikan pendampingan pemetaan sosial, ekonomi dan lingkungan. Sehingga DMPG menjadi ujung tombak dalam rangka restorasi lahan gambut di wilayahnya masing-masing.

“Gambut jangan sampai kering tapi bisa dimanfaatkan secara ekonomi, kehati-hatian perlu dilakukan. Semua pihak harus peduli,” katanya.

Koordinator Fasilitas SDA, Lingkungan dan Kebencanaan, Direktorat Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan, Kemendesa PDTT, Anastutik Wiryaningsih menerangkan berdasarkan Permendesa No. 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa menyebutkan pembangunan berkelanjutan dapat dimulai dari arah kebijakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Pembangunan berkelanjutan, kata Anastutik, dapat dilakukan dengan melakukan restorasi gambut agar dapat mewujudkan tipologi pembangunan berkelanjutan dalam bentuk desa peduli lingkungan yang menjadi aktor penting tanggap perubahan iklim.

Dampak nyata dari perubahan iklim di antaranya kebakaran hutan dan hujan yang berdampak munculnya wabah penyakit dan bencana yang mengancam kehidupan manusia.

“Desa dan masyarakat pada ekosistem rawa gambut yang peduli maka desa akan maju, mandiri dan punya kepedulian berkelanjutan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Maju Bersama, Desa Korek, Sungai Ambawang, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Muniri telah membuat terobosan memanfaatkan lahan gambut tanpa dibakar atau kemudian disebutnya metode tanpa bakar. Metode inilah yang menjadi percontohan bagi desa-desa tetangga.

Metode itu dilakukan dengan cara dilindas untuk kemudian diberikan lubang tanah tanpa diolah sama sekali sehingga kemudian membusuk lalu menjadi kompos. Pada percobaan penanaman cabai, kata Muniri, menghasilkan buah yang subur.

“Masyarakat desa lain perlu diberikan kesempatan sekolah lapangan dan memasukan pelatihan tanpa bakar menjadi bagian dari kurikulum,” pungkasnya.(*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus