Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peserta KMAN VI dari Kalteng Wisata ke Gua Jepang

Gua persembunyian tentara Jepang memiliki potensi wisata yang dapat meningkatkan perekonomian Kampung Dondai.

28 Oktober 2022 | 10.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Peserta Kongres Masyarakat Adat Nusantara asal Palangka Raya, Kalimantan Tengah, yang mengikuti sarasehan di Kampung Dondai, melakukan wisata ke Gua Jepang di Teluk Yope Kampung Dondai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka didampingi Kepala Kampung Dondai, Yosis Daimoi berkunjung ke gua tempat persembunyian tentara Jepang saat perang Dunia II. Letak gua tersebut di ketinggian 30 meter dengan lebar mencapai 15-20 meter. Gua tersebut, menurut masyarakat lokal, pernah dikunjungi presiden pertama RI Soekarno untuk melihat sisa peninggalan perang dunia II.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yosis Daimoi bercerita, gua ini awalnya dibuat menyerupai terowongan panjang sebagai tempat pelarian, sekaligus persembunyian tentara Jepang dari incaran tentara sekutu. Posisi masuknya dari atas bukit kemudian terowongan tersebut menjurus ke dalam tanah dan bermuara ke Danau Sentani. Pada akhir terowongan terdapat dinding batu menyerupai gerbang di pinggiran danau.

Kondisi gua ini telah jauh berubah. Mengalami kerusakan akibat gempuran tentara sekutu pada 1942, sehingga permukaan tanah yang menutup terowongan bagian atas telah terbuka akibat bom. Bekas ledakan masih terlihat sampai sekarang. Mulut gua dan dindingnya hancur sehingga terlihat seperti sumur.

Saat ini, bagian punggung Goa Jepang dipenuhi pepohonan, sedangkan bagian dalamnya berserak bongkahan-bongkahan batu akibat ledakan bom Sekutu.

Ketua Adat Kalimantan Tengah, Jhono RB mengatakan gua tersebut sesungguhnya berpotensi menjadi obyek wisata sejarah sehingga perlu dirawat dan dilestarikan oleh masyarakat adat.

Sebagai umat Hindu, Jhono RB yang baru kali pertama mengunjungi gua ini langsung mengambil air yang ada di dalam torowongan dan mengisinya ke botol. “Sebagai umat Hindu, saya wajib bersyukur dan memanjatkan doa, serta menaburkan beras kuning dan minyak wangi, sebagai penghormatannya di tempat yang baru dikunjunginya.”, kata dia.

Jhono meyakini gua ini masih sakral. “saya tidak bisa bercerita dengan kata-kata, bulu-bulu badan saya berdiri,” ucapnya.

Ia pun berharap gua ini bisa dikelola menjadi spot wisata religi dan sejarah, karena memiliki keunikan tersendiri. “Saya juga berharap, pemerintah desa membuat suatu program pengembangan, didukung oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura, membuka spot-spot wisata yang menarik pengunjung.” (*)

 

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus