Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengungkapkan hasil riset dan investigasi terkait pelabelan risiko senyawa kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KKI, David ML Tobing mengatakan, dari hasil riset yang dilakukan kepada 495 responden di lima kota besar yakni Medan, Jakarta, Bali, Banjarmasin dan Manado pada Oktober hingga Desember 2024 lalu menunjukan bahwa 43,4 persen responden tidak mengetahui adanya peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No.6/2024 terkait pelabelan bahaya BPA pada kemasan galon isi ulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah terpapar informasi mengenai peraturan tersebut, 96 persen responden pun meminta agar penerapan pelabelan bahaya BPA pada kemasan galon isi ulang dapat dipercepat tanpa menunggu masa tenggang selama empat tahun. Menurutnya, hal itu perlu disikapi secara serius oleh berbagai pihak, terutama pemerintah dan pelaku usaha industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
"Menurut kami, tak perlu menunggu sampai 2028. Toh BPA adalah ancaman nyata bagi kesehatan publik dan pelabelan merupakan bentuk transparansi sekaligus pendidikan terbaik untuk konsumen,” ujarnya di Jakarta, pada Kamis, 23 Januari 2025.
Sebelumnya, banyaknya informasi yang simpang siur di media massa dan media sosial terkait risiko BPA bagi kesehatan publik menjadi awal mula hadirnya riset KKI tersebut. David menjelaskan, ada ratusan penelitian ilmiah kredibel seputar risiko kesehatan dari paparan BPA terhadap tubuh manusia.
Ia mengatakan, riset di berbagai negara menunjukkan paparan BPA pada tubuh berkorelasi dengan gangguan sistem reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit kanker, penyakit ginjal, dan gangguan tumbuh kembang pada anak. Sementara itu, otoritas keamanan pangan di berbagai negara juga telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk mencegah risiko paparan BPA pada kesehatan konsumen.
"Bukti terbarunya bisa dilihat dari kebijakan Uni Eropa yang melarang total penggunaan BPA sebagai zat kontak pangan per 1 Januari 2025," kata David.
Secara umum, ahli-ahli polimer di berbagai negara menyatakan ada tiga faktor yang mendorong peluruhan BPA pada galon ke air yang dikonsumsi. Pertama, sinar matahari langsung dalam waktu lama dapat meluruhkan BPA dari kemasan dan mencemari air. Kedua, waktu atau usia galon. Ketiga, galon terguncang atau terbaret akibat dicuci atau terkena detergen atau bahan kimia lain
Tak ketinggalan, dia mendesak pemerintah menggencarkan edukasi publik terkait risiko BPA pada galon polikarbonat. "Ini semua demi meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen. KKI sendiri berharap hasil survei dan investigasi ini dapat memberikan pandangan yang lebih jelas kepada publik mengenai urgensi penanganan persoalan BPA dalam kemasan galon guna ulang," kata David. (*)