Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pancasila Perisai Generasi Milenial di Tengah Arus Globalisasi

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila menekankan generasi milenial berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila di tengah arus globalisasi.

15 Maret 2022 | 17.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL:- Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar Seminar Nasional di Jawa Timur, Selasa, 15 Maret 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seminar dengan tema "Pancasila Sebagai Perisai Intoleransi dan Ekstremisme di Arus Globalisasi dan Revolisi Industri 4.0" itu menekankan generasi milenial berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila di tengah arus globalisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo mengatakan era globalisasi adalah penjajahan baru melalui budaya, kultur, teknologi seperti gadget."Generasi milenial ini harus menjadi perisai Pancasila, memiliki daya kritis dan budaya literasi sehingga tidak tergerus zaman", ujarnya.

Dia juga mengajak mahasiswa dan Civitas Akademik, pemerintahan dan masyarakat di Surabaya untuk tidak dimainkan oleh persepsi, tidak mudah terbujuk oleh intoleransi dan ekstremisme."Maka Pancasila harus jadi dasar kehidupan berperilaku bagi bangsa Indonesia,” katanya.

Benny Susetyo berharap generasi muda harus memiliki kerangka berpikir yang berlandaskan Pancasila. Karena Pancasila adalah sebagai ideologi dinamis yang menyesuaikan perkembangan zaman."Semua harus mulai membangun kesadaran bahwa Pancasila merupakan living ideology dan working ideology,” ujarnya.

Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP K.A. Tajuddin, S.H., M.H mengatakan generasi milenial sangat penting pada masa kini dan masa yang akan datang.  Menurutnya, Indonesia sangat beruntung memiliki Pancasila karena dapat menyatukan keberagaman di Indonesia. "Jika tidak ada Pancasila, negara kita bisa bubar, karena antar suku atau agama mengedepankan suku agamanya masing-masing", katanya.

Tajuddin berharap dengan Pancasila maka suku, agama dan lainnya diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan oleh pemerintah.  Ia meyakini ideologi Pancasila bisa menangkal intolernasi dan ekstremisme apalagi di era globalisasi dan revolusi industri 4.0 saat ini.

Dia mengajak seluruh elemen masyarakat terutama generasi milenial untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur bangsa sehingga menjadi perisai intoleransi dan ekstremisme.

"Kita harus hidupkan kembali di seluruh komponen masyarakat untuk membangkitkan nilai-nilai Pancasila" katanya. Dia berharap  generasi milenial tidak menganggap Pancasila ketinggalan zaman karena nilai-nilai Pancasila berlaku universal. "Pancasila itu tidak jadul, justru tokoh tokoh dunia dan negara-negara bangga dengan Pancasila." ujarnya.

Di kesempatan yang sama Rektor UNAIR Prof. Dr. Muhammad Nasih, S.E., M.T., Ak., CMA. mengajak Pancasila tidak hanya dijadikan dasar tetapi harus menjadi pembangunan di Indonesia baik Sumber Daya Manusia, Sosial, Politik, Ekonomi maupun Infrastruktur." Pancasila kalau menjadi tujuan bersama dalam pembangunan maka tujuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan terwujud." katanya. 

Rektor Unair mengatakan untuk mengingat dasar sangat tidak mudah tetapi yang mudah mengingat tujuan bernegara. "Artinya semua harus nyambung dasar dengan komitmen aktivitas tujuan seperti pembangunan", ujarnya.

Dia juga memaparkan jika Pancasila ingin benar-benar menjadi benteng kuncinya Pancasila harus menjadi ideologi dan milik bersama baik dunia dan bangsa indonesia. "Pancasila ini milik kita bersama, bukan milik kelompok, bukan milik elit maka dengan itu saya yakin Pancasila akan menjadi perisai intoleransi dan ekstremisme,"katanya.

Menurutnya intoleransi dan ekstremisme adalah salah satu dari akar tidak adanya rasa memiliki Pancasila. "Kalau mereka merasa memiliki Pancasila, maka akan tergerak ke arah sana, tujuan bangsa", ujarnya.Semua pihak juga berharap Pancasila tidak hanya murni dan konsekuen tapi harus komprehensif, sehingga tidak ada oknum-oknum yang kontra karena fokus pada sebagian butir saja.

"Ini menjadi PR kita semua, karena masih ada oknum-oknum yang mempreteli, karena fokus pada sebagian butir saja", katanya. Seminar tersebut juga menghadirkan beberapa pakar yakni Prof. Jusuf irianto, Drs. M.Com, dan Dr. Suparto Wijoyo, SH., M.Hum. (*)

 

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus