KAMI takut suasana memburuk,'' kata Khieu Samphan kepada Yuli Ismartono, yang mewawancarainya di markasnya, di belakang istana kerajaan di Phnom Penh, pekan lalu. Pemimpin faksi Khmer Merah tersebut menuduh UNTAC gagal melaksanakan Perjanjian Paris. Cuplikan wawancara itu: Anda menuduh bahwa UNTAC tidak lagi mampu mengatasi suasana. Tapi UNTAC telah mengecek soal pasukan asing di Kamboja, dan tak menemukan apa-apa. Dan soal Dewan Nasional Tertinggi, katanya masalah justru ada pada Anda, yang jarang hadir dalam sidang. Masalah-masalah ini sudah sering saya kemukakan, baik kepada Akashi langsung maupun dalam sidang Dewan Nasional. Tim pengecekan yang disebut oleh Akashi tidak efisien untuk menemukan pasukan asing itu. Saya hadir dalam sidang-sidang Dewan. Tapi saya anggap sidang itu percuma. Rezim Phnom Penh, begitu keluar, tidak mematuhi keputusan-keputusan yang tercapai. Sidang-sidang itu tidak menghasilkan sesuatu yang konkret. Orang datang cuma untuk omong. Kenyataannya, tidak ada kerja sama antara UNTAC dan Dewan Nasional. Bukan saya saja yang merasa begini, Sihanouk juga mengeluh. Ia dianggap sebagai boneka yang digunakan untuk memperoleh legitimasi oleh rezim Phnom Penh. Saya tidak melihat adanya usaha kongkret untuk memberi Sihanouk peran dan wewenang sebenarnya. Pernah diputuskan, agar Sihanouk memperoleh kekuasaan itu, harus diadakan pemilihan presiden sebelum pemilu. Kini ia berubah sikap. Sebab ia sadar belum tentu kekuasaan itu bisa diperolehnya selama suasana tak diubah. Sebenarnya bagaimana sikap Anda tentang pemilihan presiden ini? Kami mendukung Sihanouk, menimbang kegawatan suasana di Kamboja. Untuk menjamin suatu dewan perwakilan rakyat yang terbentuk benar-benar mewakili rakyat, pemilu harus dilakukan dalam suatu iklim yang netral, aman, dan tertib. Bagamana bila ternyata partai Sihanouk menang dan partai Anda diajak dalam pemerintahan baru Kamboja? Itu kan seandainya. Funcinpec tidak mungkin menang dalam kondisi seperti sekarang. Vietnam ada di mana-mana, dan orang Vietnam, baik militer maupun sipil, masih menguasai setiap aspek pemerintahan Phnom Penh, dari unsur yang tertinggi sampai ke yang paling rendah di desa-desa. Inilah yang dimaksudkan Akashi dengan ''jalur-jalur tidak resmi'' dalam pemerintahan Phnom Penh. Kesimpulan saya, jika pemilu jadi dilaksanakan, itu adalah buatan Vietnam, bukan diatur oleh UNTAC. Lalu apa yang akan dilakukan oleh Khmer Merah? Saya yakin rakyat tidak akan menerima hasil pemilu itu. Suasana akan lebih jelas setelah pemilu. Mulai dari sekarang sampai pemilu, banyak masalah akan terjadi. Misalnya? Saya tahu orang sedang berspekulasi macam-macam. Seandainya Funcinpec menang pun, saya yakin rezim Phnom Penh dan Vietnam ada di belakangnya. Mereka tidak mungkin menyerahkan kekuasaannya begitu saja. Vietnam tidak mungkin meninggalkan strateginya untuk menjajah Kamboja. Karena itu rezim Phnom Penh dari sekarang mulai mencegah kemungkinan Funcipec menang dengan melakukan bermacam aksi teror, menakut-nakuti partai Funcinpec dan faksinya Son Sann. Jadi, lebih baik pemilu dibatalkan, atau ditunda? Mengadakan pemilu dalam suasana seperti sekarang sama artinya dengan menyerahkan Kamboja di piring emas kepada Vietnam. Ini tragis. UNTAC harus menyadari kemungkinan ini dan melakukan kewajibannya untuk mencegahnya. Kalau UNTAC diam saja, saya ramalkan akan terjadi banyak masalah sebelum pemilu. Dan pemilu yang dilaksanakan begitu saja tidak akan menyelesaikan apa pun. Perjanjian Paris harus dilaksanakan secara mutlak, membuka jalan bagi pemilu yang bebas dan adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini