Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dua Jerat untuk Asosiasi Senjata

Dua jaksa agung menggugat Asosiasi Senjata Api Nasional (NRA) dalam kasus korupsi. Organisasi penyokong Presiden Donald Trump itu terancam bubar.

15 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dua Jaksa Agung Amerika Serikat menggugat Asosiasi Senjata Api Nasional (NRA) dalam kasus korupsi.

  • NRA adalah salah satu organisasi penyokong utama Presiden Donald Trump.

  • Memanaskan suhu politik menjelang pemilihan presiden pada November mendatang.

JAKSA Agung New York Letitia James akhirnya mengantongi bukti yang dia incar dalam investigasi terhadap Asosiasi Senjata Api Nasional (NSA) selama 18 bulan terakhir. James meyakini bahwa organisasi sipil terbesar di Amerika Serikat yang menyokong kebebasan memakai senjata api itu sarat kecurangan dan pelanggaran. “Pengaruh NRA begitu kuat sehingga mereka selalu lolos dari pemeriksaan selama berpuluh-puluh tahun, sementara para petingginya menyalurkan jutaan dolar ke saku mereka sendiri,” kata James.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

James mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Manhattan pada Kamis, 6 Agustus lalu. Alih-alih menggunakan dana untuk kegiatan amal, para petinggi NRA diduga menyelewengkannya buat kepentingan pribadi. Dalam keterangan di situs Kejaksaan Agung New York, para petinggi NRA disebut tak menaati sejumlah aturan negara bagian dan federal sehingga organisasi itu kehilangan duit hingga US$ 64 juta dalam tiga tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gugatan James mengincar Bendahara NRA Wilson Phillips; bekas Kepala Staf NRA, Joshua Powell; dan Sekretaris Korporat NRA John Frazer. Namun sasaran utama James adalah Wakil Presiden dan Direktur Eksekutif NRA Wayne LaPierre. Sebanyak 17 dari 164 halaman gugatannya menyebutkan LaPierre telah menumpuk kekayaan tatkala menjadi petinggi organisasi itu selama 39 tahun. “Kami mencari cara untuk membubarkan NRA, tak ada satu pun organisasi yang bisa mengangkangi hukum," kata James seperti dilaporkan ABC News.

Sebagai Jaksa Agung New York, James memiliki yurisdiksi khusus atas NRA. Organisasi itu terdaftar sebagai lembaga nirlaba di kota tersebut sejak 148 tahun lalu. Selain James, Jaksa Agung Washington, DC, Karl A. Racine melayangkan gugatan terhadap NRA Foundation atas dugaan penyelewengan jutaan dolar dana yayasan. Dua gugatan ini membuka babak baru perseteruan para jaksa dengan NRA, salah satu organisasi sipil paling berpengaruh dalam politik Negeri Abang Sam.

Langkah mereka memanaskan situasi politik menjelang pemilihan umum presiden pada November mendatang. Donald Trump akan menjadi kandidat presiden dari Partai Republik. Sementara itu, Partai Demokrat mengusung Joe Biden, yang pekan lalu memilih Kamala Harris, mantan Jaksa Agung California dan senator dari Negara Bagian California, sebagai calon wakil presidennya. Harris menjadi perempuan kulit berwarna pertama yang menjadi kandidat wakil presiden dalam pemilihan umum negeri itu.

Pernah ikut menyokong calon presiden dari Demokrat, NRA dikenal lebih banyak mendukung kubu Republikan. Organisasi itu juga menjadi salah satu penyokong dana utama kampanye Donald Trump dalam pemilihan presiden 2016. Menurut Fortune, NRA menghabiskan duit lebih dari US$ 30 juta untuk kampanye Trump. Total dana NRA selama kampanye itu, termasuk kontribusi kepada kandidat anggota Kongres dari Republikan, menembus US$ 54 juta.

Sejumlah pejabat NRA, seperti dilaporkan The Washington Post, menilai James hendak merusak momentum manuver NRA menjelang pemilihan umum. Political Victory Fund, grup politik yang berafiliasi dengan NRA, telah mengumpulkan dana US$ 16,8 juta untuk kebutuhan kampanye. Presiden NRA Carolyn Meadows menyebut gugatan itu sebagai gerakan para oportunis politik. “Sebuah aksi yang menjadi bagian dari balas dendam politik,” katanya.

James pernah menyebut NRA sebagai organisasi teroris dalam kampanyenya untuk menjadi Jaksa Agung pada 2018. Ia juga pernah menggugat NRA tahun lalu, saat membongkar penyelewengan badan amal Trump Foundation untuk kepentingan pribadi keluarga Trump. Badan itu akhirnya dibubarkan dan Trump didenda US$ 2 juta.

NRA melawan. Organisasi itu menggugat balik James, yang dinilai bertindak atas kepentingan politik. NRA juga menganggap James melanggar hak organisasi itu dari Amendemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat tentang kebebasan berekspresi. NRA berpegang teguh pada prinsip bahwa setiap orang bebas membeli, memiliki, dan menyandang senjata api tipe apa pun, di mana pun, dan kapan saja.

Presiden Trump mendukung NRA dengan menyebut gugatan James sangat mengerikan. Trump menyarankan kantor NRA berpindah ke Texas, negara bagian yang memiliki sejarah panjang mendukung kepemilikan senjata api pribadi. “Tempat seperti itu cocok untuk NRA," tuturnya seperti dilaporkan The Hill.

Didirikan pada 1871 oleh dua veteran Perang Sipil, NRA kini menjadi organisasi sipil terbesar penyokong kebebasan memiliki senjata api. Jumlah anggotanya lebih dari 5 juta orang. Organisasi ini awalnya dibentuk untuk mempromosikan dan mendorong penggunaan senapan dengan dasar ilmiah. Sejak 1934, NRA melebarkan pengaruhnya ke dunia politik dan aktif menyebarkan informasi tentang rancangan undang-undang penggunaan senjata api. Pada 1977, NRA membentuk Komite Aksi Politik sebagai wadah untuk menyalurkan dana kampanye kepada anggota legislatif.

Asosiasi tersebut kini menjadi salah satu lembaga dengan lobi politik paling kuat di negeri itu. Anggaran politik mereka jumbo. Pengeluaran rata-rata tahunannya mencapai US$ 250 juta, jauh lebih besar daripada gabungan pengeluaran semua kelompok penyokong kepemilikan senjata api di sana.

Namun NRA berlumur banyak masalah hukum. Ongkos menangani kasus sempat membuat organisasi ini kembang-kempis. Menurut rekaman rapat direksi yang dilaporkan National Public Radio pada April lalu, mereka menggelontorkan US$ 100 juta untuk mengongkosi penanganan kasus-kasus itu. Rekaman itu juga memuat keluhan Wayne LaPierre mengenai investigasi Jaksa Agung New York dan Washington.

Kabar tentang gejolak internal NRA menyebar ke publik ketika berlangsung rapat tahunan anggota pada April 2019. Kala itu, Presiden NRA Oliver North memutuskan mundur sebagai protes atas mencuatnya kabar buruk pengelolaan manajemen dana NRA di media massa. Laporan itu juga menyebutkan LaPierre menghabiskan jutaan dolar untuk membeli pakaian dan pelesiran. Namun LaPierre tak tergoyahkan.

Investigasi tim Jaksa Agung New York dan Washington terhadap pengelolaan keuangan NRA memaksa delapan anggota direksi mundur. Dalam rapat direksi itu, LaPierre menyebut skandal tersebut memaksa mereka berhemat hingga US$ 80 juta dari anggaran 2019 dan 2020 untuk bisa tetap beroperasi. "Seperti menata ulang seluruh organisasi," ujar LaPierre.

Ini pertama kalinya LaPierre mengungkapkan kerugian akibat kasus-kasus hukum organisasi itu. Sebagai perbandingan, NRA dan organisasi-organisasi sayapnya meraup pendapatan lebih dari US$ 412 juta pada 2018, tapi pengeluarannya menembus US$ 423 juta.

Hasil penelitian Pew Research Center pada 2017 menunjukkan 76 persen pemilik senjata api menyebut masalah keamanan sebagai alasan memiliki barang itu. Setelah penembakan massal di Sandy Hook pada 2012 yang menewaskan 26 orang, LaPierre menyatakan satu-satunya cara menghentikan orang jahat adalah ketika orang baik memiliki senjata api.

Toh, banyak senjata tak membuat Amerika aman. Angka kejahatan dan kematian yang melibatkan senjata api tetap tinggi. Pada 2017, 39.773 orang tewas akibat aksi kekerasan yang melibatkan senjata api dan angka itu menjadi yang tertinggi dalam dua dekade terakhir. Adapun tahun ini sudah lebih dari 10 ribu orang tewas akibat senjata api.

Perdebatan tentang hak memiliki senjata api tak bakal selesai dalam waktu dekat. Meski demikian, pengacara pidana Greg Hunter mengatakan keputusan Letitia James dan Karl Racine menggugat dan membubarkan NRA merupakan langkah yang tepat. Jika berhasil, kata dia, gugatan itu akan membuktikan bahwa NRA memang tidak kompeten, korup, tak jujur, dan memihak dengan membabi-buta.

Dalam artikelnya di NBC News, Hunter menyatakan NRA sudah lama mengecewakan para pemilik senjata api yang berusaha keras menggunakan hak mereka dengan bertanggung jawab. Alih-alih memenuhi kewajiban untuk mendidik warga Amerika tentang senjata api dan cara penggunaan yang aman, Hunter menjelaskan, NRA malah lebih berfokus di dunia politik, "Dan kepentingan pembuat senjata, bukan pemiliknya."

GABRIEL WAHYU TITIYOGA (LA TIMES, THE HILL, NBC NEWS, CNN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus