Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEJAKSAAN Agung menahan mantan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari. Ia diduga menerima suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. “Kami tahan sejak Selasa,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiono, Rabu, 12 Agustus lalu.
Kejaksaan menahan Pinangki setelah tim jaksa bidang pengawasan menemukan indikasi aliran duit US$ 500 ribu atau sekitar Rp 7,5 miliar kepada Pinangki. Ia diduga menerima uang tersebut sejak tahun lalu untuk membantu meloloskan Joko dari jerat hukum. Penyidik juga mengantongi pengakuan pengawas Koperasi Nusantara, Rahmat S., yang ikut bertemu dengan Joko dan Pinangki di Kuala Lumpur, Malaysia.
Pinangki sebelumnya dinyatakan melanggar etik dan dijatuhi sanksi berupa pencopotan jabatan setelah ketahuan bertemu dengan Joko Tjandra di Malaysia. Anita Dewi Kolopaking, pengacara Joko, ikut dalam pertemuan itu. Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menetapkan Anita sebagai tersangka, salah satunya dalam kasus penerbitan surat palsu, bersama Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo.
Pada Jumat, 14 Agustus lalu, Badan Reserse Kriminal juga menetapkan Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sebagai tersangka penerima suap. Adapun Joko dan pengusaha Tommy Sumardi menjadi tersangka pemberi suap. Badan Reserse Kriminal menyita US$ 20 ribu yang diduga terkait dengan penerbitan surat jalan dan penghapusan red notice Joko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada uang US$ 20 ribu, surat, ponsel, laptop, dan CCTV yang kami jadikan barang bukti,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono.
Persekongkolan Penegak Hukum
UPAYA Joko Soegiarto Tjandra menganulir putusan bersalah dalam kasus hak tagih Bank Bali ditengarai telah dirancang sejak tahun lalu. Ia diduga menyuap dan berkolaborasi dengan sejumlah penegak hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa Pinangki Sirna Malasari. instagram @pinangkit
• Pinangki Sirna Malasari
Mantan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan ini diduga beberapa kali menemui Joko Tjandra di Malaysia. Pinangki diduga menerima imbalan US$ 500 ribu dari Joko.
• Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo
Badan Reserse Kriminal menetapkan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai tersangka. Ia disinyalir membantu pelarian Joko Tjandra dengan menerbitkan surat jalan dan memfasilitasi pembuatan surat bebas Covid-19. Prasetijo juga diduga menerima duit dari Joko.
• Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte
Napoleon dicopot sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri. Badan Reserse Kriminal pada Jumat, 14 Agustus lalu, menetapkan Napoleon sebagai tersangka penerima suap dari pengusaha Tommy Sumardi untuk memuluskan kedatangan Joko Tjandra.
• Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo
Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis mencopot jabatan Nugroho sebagai Sekretaris National Central Bureau Interpol Indonesia. Nugroho dinilai bersalah lantaran diduga menghapus nama Joko Tjandra dari daftar cekal basis data Interpol.
Preseden Buruk Kebebasan Pers
PENGADILAN Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan, memvonis eks Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putra Sumedi, 3 bulan 15 hari penjara. Dia dinyatakan bersalah dalam tuduhan ujaran kebencian melalui pemberitaan berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel” pada 9 November 2019, yang juga dimuat situs berita Kumparan.
Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan vonis tersebut menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers pada pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Ini akan berdampak pada merosotnya indeks kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia,” ujar Agus pada Senin, 10 Agustus lalu.
Kasus ini sebenarnya sudah diselesaikan di Dewan Pers pada Februari lalu. Namun polisi tetap menyatakan Diananta sebagai tersangka. “Saya kecewa atas vonis hakim,” kata Diananta.
Ribuan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan aksi solidaritas 'Selamatkan KPK' di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, September 2019. TEMPO/Imam Sukamto
Pegawai KPK Jadi Aparatur Negara
PRESIDEN Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Aparatur Sipil Negara. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan lembaganya sedang menyusun peraturan yang menunjang peralihan tersebut. “Masih tahap penyusunan,” ujar Nawawi, Ahad, 9 Agustus lalu.
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, menilai militansi pegawai KPK berpotensi melemah akibat aturan itu. “Mereka militan karena direkrut oleh KPK. Sekarang mereka bukan ‘orang KPK’ lagi,” tuturnya.
Sedangkan pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradityo, mengatakan perubahan itu akan membuat kinerja KPK tak efisien. Sebab, kinerja pegawai diukur berdasarkan penyerapan anggaran, bukan hasil kegiatan.
Polisi Tangkap Penyerang Acara Pernikahan
POLISI menangkap lima orang yang diduga menyerang rumah keluarga Umar Assegaf di Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah. Empat di antaranya sudah berstatus tersangka. “Satu orang lagi masih berstatus saksi karena butuh pendalaman,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi pada Selasa, 11 Agustus lalu.
Penyerangan terjadi pada Sabtu malam, 8 Agustus lalu. Keluarga Umar sedang menggelar doa untuk pernikahan anaknya. Para penyerang menuduh acara pernikahan itu bagian dari ritual Syiah. Umar dan dua anggota keluarganya terluka akibat serangan tersebut.
Tokoh masyarakat Pasar Kliwon, Habib Novel Alaydrus, dan Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah mengecam tindakan intoleransi itu. “Selama ini, tidak ada yang mempermasalahkan kegiatan di rumah korban yang berbeda aliran,” ujar Novel.
Musisi I Gede Ari Astina atau Jernix memenuhi panggilan polisi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Denpasar, Bali, 6 Agustus 2020. TEMPO/Johannes P
Penahanan Jerinx Menuai Kritik
BERBAGAI kalangan mengkritik penahanan I Gede Ari Astina alias Jerinx dalam kasus dugaan penyebaran kebencian berbau suku, agama, ras, dan antargolongan. Direktur Eksekutif Indonesia Criminal Justice Reform, Erasmus Napitupulu, menilai seharusnya polisi menghentikan penyidikan terhadap Jerinx karena tindakannya tak masuk kategori penghasutan untuk melakukan tindakan kebencian berdasarkan SARA. “Ekspresi yang disampaikan Jerinx tak memenuhi unsur itu,” kata Erasmus, Kamis, 13 Agustus lalu.
Kepolisian Daerah Bali menetapkan Jerinx sebagai tersangka dugaan pencemaran nama Ikatan Dokter Indonesia. Drummer Superman Is Dead ini menuliskan kalimat “IDI kacung WHO” di media sosial.
Kuasa hukum Jerinx, I Wayan Suardana, juga mempertanyakan soal kebencian berdasarkan SARA. “IDI adalah lembaga publik atau organisasi profesi, bukan golongan dalam terminologi SARA.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo