Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembalak liar diduga menebang kayu di dalam kawasan hutan pendidikan Universitas Tanjungpura di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, sejak Januari lalu.
Sejumlah personel TNI Angkatan Darat diduga terlibat pembalakan liar itu.
Pembalak liar diduga menggunakan modus tanah hibah untuk menebang kayu hutan.
KABAR adanya pembalak bersenjata api membawa Komando Resor Militer 121/Alambhana Wanawai terlibat dalam penggerebekan selama lima hari di hutan Desa Peniti Dalam 2, Mempawah, Kalimantan Barat, pada akhir Juni lalu. Jamaknya operasi menggulung penebangan liar itu dilakukan polisi serta pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Kami membantu polisi menangkap pelaku karena informasinya ada senjata api jenis bomen dan diduga ada beking dari oknum aparat,” kata Komandan Korem 121/Alambhana Wanawai Brigadir Jenderal Ronny S.A.P. pada akhir Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama operasi pada 23-28 Juni itu, belasan personel Korem 121, Kepolisian Resor Mempawah, dan tim Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Kalimantan menangkap 10 orang yang diduga penebang liar. Tim gabungan juga menyita 236 batang kayu sepanjang 4 meter dan 5 gergaji mesin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas tak menemukan senjata api yang masyhur di Kalimantan dengan sebutan bomen seperti informasi awal. Tapi mereka mendapati sejumlah personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat berbaju sipil berkeliaran di kawasan pembalakan pada hari kedua penggerebekan. Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Tanjungpura Kolonel Aulia Fahmi Dalimunthe mengatakan para tentara tersebut dibawa ke Polisi Militer TNI Angkatan Darat untuk diperiksa.
Dari berbagai dokumen yang diperoleh Tempo, pembalakan diduga melibatkan sejumlah perwira dan belasan bintara TNI Angkatan Darat di Kalimantan Barat. Mereka berkongsi dengan pembalak liar dengan memanfaatkan surat kepemilikan lahan yang diduga fiktif. “Pembalakan liar itu juga memanfaatkan kelengahan petugas di tengah pandemi Covid-19,” ujar Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Gusti Hardiansyah.
Penggerebekan bermula dari laporan tim Universitas Tanjungpura kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat pada 18 Juni lalu. Mereka melaporkan informasi soal kedatangan sekitar 30 personel TNI Angkatan Darat di kawasan hutan di Desa Peniti Dalam 2 tanpa setahu pihak kampus pada 15 Mei lalu. Kampus menduga kedatangan personel TNI Angkatan Darat itu berkaitan dengan pembalakan liar di hutan yang berlangsung sejak Januari lalu.
Pengelolaan kawasan hutan seluas 19.600 hektare itu diserahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada Universitas Tanjungpura pada 26 Agustus 2016. Hutan yang membentang di Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, dan Landak tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus. Kampus menggunakannya untuk pendidikan, pengelolaan dan kelestarian lingkungan, serta penelitian. “Ini hutan gambut,” kata Gusti Hardiansyah.
Status kawasan hutan pendidikan mulai terusik pada Februari lalu. Seorang penduduk bernama Endang Kusnadi mengklaim sebagian kawasan hutan di Desa Peniti Dalam 1 dan 2, Mempawah, sebagai tanah milik keluarganya sejak 1957. Ia “menghibahkan” 60 hektare kawasan hutan kepada Komando Daerah Militer Tanjungpura.
Penyerahan surat “hibah” tertanggal 20 Februari 2020 itu ditengarai disaksikan sejumlah perwira intel di Kodam Tanjungpura. Lahan yang dihibahkan merupakan lokasi yang sama dengan kawasan penebangan liar sejak Januari lalu. “Saat itu, Endang sedang disorot karena dugaan pembalakan liar,” ucap Gusti.
Diduga hibah ini hanya akal-akalan menutupi pembalakan liar. Tempo tak berhasil menemukan Endang Kusnadi hingga Sabtu, 15 Agustus lalu. Dia dikabarkan berdomisili di dekat hutan yang ia klaim. Kepada penyelidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Barat pada akhir Januari lalu, Endang mengatakan punya surat keterangan tanah dan surat adat sebagai dasar kepemilikan lahan di hutan Desa Peniti Dalam 2. Kini dia masih dicari-cari petugas.
Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi menetapkan sembilan dari sepuluh orang yang ditangkap dalam operasi pada akhir Juni lalu sebagai tersangka pembalakan liar. Satu orang dilepas karena dianggap hanya membantu orang tuanya menebang kayu. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mempawah Ajun Komisaris M. Resky Rizal mengatakan para tersangka menebang kayu di dalam hutan sejak lima bulan lalu. “Mereka diinstruksikan menebang kayu minimal berdiameter 18 sentimeter,” ujar Resky pada Rabu, 12 Agustus lalu.
Tim gabungan saat mengunjungi lokasi pembalakan liar di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus milik Universitas Tanjungpura, 8 Agustus 2020. Dok. Universitas Tanjungpura
Di pengujung operasi, tim gabungan menangkap HS, 30 tahun, dan AL, 37 tahun. Keduanya diduga berperan sebagai cukong kayu ilegal dari tersangka pembalak.
Gusti Hardiansyah mengatakan kampusnya terus berkomunikasi dengan Polres Mempawah serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kampus akan mengembalikan fungsi hutan sebagai kawasan pendidikan dan penelitian. “Situasi kini makin kondusif, tak ada lagi pembalakan liar,” kata guru besar kehutanan itu.
• • •
KOMANDO Daerah Militer Tanjungpura tadinya berencana membangun kawasan artileri pertahanan udara di lahan yang akan dihibahkan oleh Endang Kusnadi. Mereka mengukur dan meneliti kawasan hutan sejak 29 April lalu. Kodam Tanjungpura pun menyurati Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah III Kalimantan Barat untuk meminta informasi status lahan.
Hasilnya tak memuaskan. BPKH menyatakan lahan itu merupakan kawasan hutan dengan tujuan khusus yang dikelola Universitas Tanjungpura. Kawasan tersebut juga tak cocok menjadi lokasi pertahanan. Menurut Kepala Penerangan Kodam Tanjungpura Kolonel Aulia Fahmi Dalimunthe, senjata pertahanan udara yang memiliki berat ratusan kilogram tak bisa ditempatkan di lahan gambut.
Kodam kemudian menyurati Endang pada 17 Juni lalu. Surat itu menyebutkan Kodam Tanjungpura tak dapat menerima “hibah” lahan dari Endang. “Tanah tersebut tidak memenuhi standar kelayakan secara fisik dan administrasi,” ujarnya.
Dari video yang diperoleh Tempo, kawasan hutan yang akan dihibahkan dan sekaligus lokasi pembalakan liar itu masih dikelilingi rawa yang dikelilingi pohon bakau. Jaraknya sekitar 9 kilometer dari pinggir hutan Desa Peniti Dalam 2.
Untuk menuju lokasi, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam menggunakan perahu dengan menyusuri Sungai Segedong dan rawa-rawa. Para pembalak liar memanfaatkan sungai itu untuk menyelundupkan kayu ke luar hutan.
Petugas gabungan membawa kayu-kayu itu saat melakukan survei dan pengawasan mutakhir pada 8 Agustus lalu. Mereka juga membakar gubuk milik para pembalak liar di tiga lokasi. Para pembalak liar membuka sebagian hutan sebagai permukiman. Di permukiman inilah sejumlah tentara kedapatan berkeliaran ketika tim gabungan menggelar operasi pada Juni lalu.
Kolonel Aulia Fahmi Dalimunthe enggan mengomentari lebih jauh keterlibatan para tentara tersebut. “Kasusnya sudah ditangani Pom AD (Polisi Militer TNI Angkatan Darat). Jadi mereka yang berkompeten menjawab,” ucapnya. Ia mengatakan Kodam Tanjungpura akan menindak personel yang terbukti terlibat pembalakan liar. Sebelum menjatuhkan sanksi, Kodam menunggu hasil pemeriksaan Polisi Militer TNI Angkatan Darat lebih dulu.
Kepada Tempo, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa mengatakan Markas Besar TNI Angkatan Darat tengah menginvestigasi soal hibah dan pembalakan liar di hutan Mempawah. “Mohon ditunggu saja hasilnya, ya,” kata Andika.
MUSTAFA SILALAHI, RIKY FERDIANTO, ASEANTY PAHLEVI (PONTIANAK)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo