Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<Font color=#FF0000>Pemilu di Sela</font> <Font color=#CC0000>Desing Peluru</font>

Rakyat Afganistan mengikuti pemilu di tengah aksi kekerasan dan suap. Pertaruhan buat pemerintah Amerika.

27 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagi masih diselimuti gelap di Wazir Akbar Khan, Afganis­tan, ketika sebuah roket meluncur deras menghantam kompleks militer NATO. Warga sekitar, termasuk wartawan, segera terbangun dan langsung menuju lokasi ledakan. Beberapa prajurit Afganistan di sana luka luka terkena serpihan roket yang menghantam tanah. Sekitar setengah kilometer dari kompleks itu berdiri Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Sepanjang dua pekan lalu, kala pemilihan umum berlangsung, toko toko sudah menutup pintu. Tak ada manusia yang berjual beli di hampir seluruh wilayah selatan Afganistan, dekat perbatasan Pakistan. Debu menyelimuti deretan toko tersebut. Inilah wajah Afganistan selama dan pascapemilu legislatif, pekan lalu.

Kendati di bawah ancaman roket, para pemantau tetap berdatangan ­mengawasi pemilu legislatif Afganis­tan. Pemilu ini adalah penundaan setelah pada Agustus lalu Presiden Hamid Karzai menilai Afganistan belum siap menyelenggarakan pemilu. Jenderal David Petraeus, Komandan NATO, menilai keamanan belum kondusif. Serangan Taliban dan milisi lain tak henti mengincar tempat pemungutan suara.

Akhirnya, setelah menghadapi gempuran selama sebulan dan dibayangi skandal dokumen Wikileaks, Afganis­tan relatif aman untuk menggelar pemilu. Buat para pemantau asing, tak cuma ancaman Taliban yang merisaukan mereka, tapi juga, ”Kecurangan,” ujar seorang pemantau. Pascapemilu, Komisi Pemilu Afganistan melaporkan cuma 24 persen warga yang memilih, yaitu sekitar 3,6 juta dari 17 juta warga yang terdaftar sebagai pemilih.

Padahal, pada pemilu presiden yang mengukuhkan Hamid Karzai melanjutkan pemerintahannya tahun lalu, ada 6 juta warga yang memilih. Akibat minimnya jumlah pemilih, ada 938 tempat pemungutan suara dari total 6.835 yang akhirnya ditutup karena alasan keamanan dan ancaman dari para pe­nguasa daerah.

Demi keamanan pemilu dan legitima­si pemerintahannya, Karzai sebetulnya sudah melobi Taliban untuk ikut dalam pemerintahan. Pendekatan sudah dilakukan sejak dia terpilih kembali pada 2009. Pada tahun itu juga, Jenderal Stanley McChrystal sudah menjalin kontak dengan intelijen Pakistan yang akan membantu proses negosiasi dengan Taliban. Tapi pendekatan itu kandas. Akibatnya, Amerika dan sekutu­nya tak henti menggempur Tali­ban yang sudah minggir ke perbatasan Pakistan.

l l l

Tenda tempat pemungutan suara di Jalan Darulaman, Kabul, itu disesaki manusia dua pekan lalu. Pemilih lalu lalang, mengecap tinta di jari setelah melaksanakan hak pilihnya. Para pemantau asing ramai di setiap sudut kemah. Seorang anak perempuan di bawah umur tiba tiba mengambil kertas untuk memilih. Seorang wartawan asing menunjuk ke anak perempuan itu. Dan si anak seketika disuruh keluar dari kemah.

Modus seperti ini banyak diterima sebagai laporan ketidakberesan penyelenggaraan pemilu dua pekan lalu. Selain kartu pemilih palsu yang dibawa anak di bawah umur, laporan yang umum adalah soal tempat pemungutan suara yang terlambat dibuka. Laporan itu datang dari berbagai tempat pemungutan suara.

Pengawas asing yang tergabung dalam Electoral Complaints Commission di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa sesaat setelah tempat pemu­ngutan suara ditutup di seluruh Afganistan, Ahad pekan lalu, melaporkan adanya lebih dari 700 protes dan kecurangan. Sampai Rabu pekan lalu, saat laporan ditutup, komisi itu menerima lebih dari 1.000 laporan kecurangan. ”Belum lagi 2.000 laporan lewat telepon yang kami terima,” kata Shah Sultan Akifi, seorang anggota komisi.

Pengawas independen lokal dari Afganistan, Free and Fair Election Foundation of Afghanistan, malah mendapati hal lain. Selain adanya kecurangan, terjadi intimidasi dan kekerasan untuk memilih salah satu calon tertentu saat pemilu berlangsung. ”Kami mengamati lebih dari 300 kasus intimidasi yang dilakukan para penguasa wilayah yang berkaitan dengan kelompok militer ilegal,” kata ketua yayasan itu, Na­der Nadery.

Di utara Afganistan, Provinsi Baghlan, sekelompok orang bersenjata menembaki konvoi calon anggota legislatif yang dikenal dengan Narmgoy. Saksi mata menyatakan, di antara penembak, ada putra Shukria Isakhel, sang rival yang juga penguasa wilayah. Isakhel mengakui putranya pelaku penembakan, tapi menyangkal itu atas perintahnya.

Di tempat lain terjadi perkelahian antara pendukung Obaidullah Ramin, bekas menteri pertanian dan teman dekat Karzai, dan Ghulam Haidari, yang kemudian didiskualifikasi.

Di Provinsi Helmand, seorang calon anggota legislatif dianiaya lawannya, yang dekat dengan penguasa setempat. Sementara itu, para pemilih di sana diiming imingi US$ 10 per orang. Seorang petugas pemilu bahkan menemukan pemilih yang sampai tiga kali memilih. Tangannya belepotan tinta karena memilih berkali kali.

Juru bicara gubernur provinsi itu, Gulab Mangul, menyatakan polisi menemukan tumpukan kartu suara dalam dua kardus sereal jagung di Distrik Nowa. Di distrik lain, ditemukan 12 ribu kartu pemilih yang tak sah.

Berbagai peristiwa itu membuat penghitungan suara ditunda sampai investigasi atas laporan peristiwa kekerasan dan kecurangan itu selesai. Martin van Bijlert dari Jaringan Analis Afganistan menilai penundaan penghitungan suara bisa makan waktu berbulan bulan karena perlunya investigasi atas ribuan laporan kecurangan dan intimidasi itu.

Sebelum pemilu, para pengawas memang sudah mengingatkan pemilih agar hati hati terhadap upaya intimidasi. Mereka juga mengingatkan pemerintah yang mestinya bertanggung jawab agar pemilu berjalan bebas dan adil. ”Bahkan, dalam kondisi biasa pun, di daerah bebas senjata, kandidat lokal yang potensial mesti habis habisan bertarung mempengaruhi pemilih dengan kekuatan penguasa provinsi.”

Bisa dibayangkan, kecurangan dan ketidakberesan sudah membayangi laporan Komisi Independen Pemilu. Mereka juga kerepotan mendapat laporan ketidakberesan saat pemilu presiden yang memilih Karzai berlangsung tahun lalu. Tapi Komisi Pemilu kali ini bergerak cepat. Meski pengawas asing menilai banyak ketidakberesan dan ancaman—mulai penguasa wilayah sampai Taliban komisi menyatakan pemilu sukses.

Menanggapi laporan pengawas asing tentang kecurangan pemilu, Karzai memberikan tanggapan melalui juru bicaranya. ”Masih terlalu pagi menilai pemilu ini,” ujar Waheed Omer, kepala juru bicara kepresidenan. Presiden dan pemerintah masih harus mengeva­luasi proses pemilu. ”Kesimpulan baru dibuat setelah mendengar organisasi organisasi yang berwenang membuat laporan.”

Tanggapan ini memang perlu sebagai penyeimbang berita yang masuk ke telinga Presiden Barack Obama. Amerika berkepentingan melihat Afganistan berhasil menjadi negeri yang demokratis di Asia Tengah. Hasil pemilu pun sedang dipelototi para pembantu Obama. Ini berkaitan dengan strategi perang yang mesti dibuat dan disampaikan ke Kongres pada Desember mendatang. Pemerintah Obama sedang merancang percepatan penarikan pasukan Amerika yang telah mendampingi Afga­nistan selama sembilan tahun sejak menjungkalkan Taliban pada 2001.

Cacat dalam proses pemilu bisa bisa membuat pemerintahannya menuai kritik tambahan. Apalagi, partainya, Partai Demokrat, sedang menghadapi tantangan pemilu sela pada November. Kursi mayoritas di Senat Amerika yang sekarang dikuasai partai berlambang keledai ini bisa hilang bila tak hati hati menangani Afganistan.

Obama perlu mempelajari proses pemilu Afganistan secara saksama lantaran kredibilitas Karzai sejak pemilu lalu masih dipertanyakan oleh warga Afganistan dan para pendukungnya dari Barat. Duta Besar Amerika untuk Afganis­tan, Karl Eikenberry, menengahi soal ini. ”Saya optimistis dan berhati hati terhadap kredibilitas pemilu kali ini.”

Yophiandi (Socialistworker.com, Christian Science Monitor, Guardian)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus