Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecemasan itu datang dari bocah 10 tahun. Begitu mendengar Barack Obama menang dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat, Austin Smith, bocah itu, segera bertanya kepada sang ibu: ”Apakah ini berarti saya tak dapat pistol baru untuk Natal?”
Pertanyaan itu memaksa Rachel Smith, ibu Austin, ngebut ke Toko Olahraga Bob Moates di Midlothian, Virginia, awal bulan ini. Dia mengambil pistol berukuran 20 milimeter, satu dari lima senjata yang sudah ia rencanakan akan ia beli sebelum Obama masuk Gedung Putih pada Januari tahun depan.
Seperti Nyonya Smith, 32 tahun, antusiasme menyimpan senjata api di seluruh Amerika kian marak belakangan ini. Mereka khawatir pemerintah Obama dan dominasi Partai Demokrat di Kongres akan menerbitkan undang-undang senjata yang baru. ”Saya kira mereka benar-benar akan memberangus senjata dan membuat orang lebih sulit menjualnya,” ujar Nyonya Smith. Sang nyonya mengaku sudah mengajari lima anaknya yang berusia 4 hingga 10 tahun menembak.
Badan intelijen FBI menyodorkan data ketika Obama menang pemilu: terjadi peningkatan penjualan sekitar 108 ribu pucuk lebih tinggi dari Oktober 2007. Peningkatannya 15 persen. ”Mereka takut setengah mati kehilangan hak mereka,” ujar David Hancock, Manajer Toko Olahraga Bob Moates di Virginia. Omzet toko ini meningkat dua kali lipat dalam sepekan terakhir. Pembeli berdesakan sehingga Hancock terpaksa memanggil pegawainya yang sedang libur.
Di McPherson, Kansas, angkanya lebih menakjubkan. Menurut pedagang senjata Steve Sechler, permintaan senjata api meningkat 50 persen. Bahkan pembeli memboyong senapan serbu Kalashnikov buatan Rusia dan senapan AR-15. ”Kebanyakan orang menyumpahi Obama dan mengatakan ’kami perlu mempertahankan rumah’,” ujar Sechler.
Obama memang pernah menyatakan dia menghargai Amendemen Kedua, yakni hak memiliki senjata, tapi dia lebih suka undang-undang senjata yang masuk akal. Pernyataan itu diterjemahkan para pembela hak memiliki senjata bahwa Obama akan menetapkan pembatasan pemilikan senjata api. Kelompok lobi senjata Asosiasi Senapan Nasional menyebut Obama sebagai ”ancaman serius terhadap kebebasan Amendemen Kedua”.
Julukan itu beralasan. Sebagai senator, Obama mendukung gugatan terhadap pembuat dan penjual senjata. Sebagai anggota parlemen di Negara Bagian Illinois, dia mendukung larangan senjata semiotomatis dan pengetatan pembatasan untuk semua senjata api.
Tapi, selama kampanye di Ohio, Obama berusaha menenteramkan pemilik senjata. ”Saya tak akan merampas senapan Anda. Saya tak akan mengambil pistol Anda,” katanya. Gubernur Ohio dari Demokrat, Ted Strickland, ikut meredam kemarahan pemilik senjata. ”Jika Anda olahragawan, jika Anda pemilik senjata, jika Anda orang yang menghargai Amendemen Kedua, Anda tak perlu takut terhadap Barack Obama,” ucap Strickland.
Toh, panik tak terhindarkan. Warga menyerbu toko senjata Franklin di luar Nashville, Tennessee, yang menjual sekitar 70 pucuk senjata api pada awal November lalu. Ini merupakan penjualan terbesar sejak toko ini dibuka delapan tahun lalu. Steward Wallin, pemilik toko senjata Get Some Guns di kawasan tepi Kota Salt Lake, Murray, Utah, menjual sembilan senapan serbu sehari setelah Obama terpilih. Pada hari yang sama, toko senjata Cheaper Than Dirt! di Fort Worth Texas, menjual senjata senilai US$ 101 ribu, rekor tertinggi dalam satu hari.
Satu toko senjata di Georgia memasang tulisan ”Obral Obama” di depan tokonya, tapi pemiliknya kemudian mencopot tulisan itu. Pasalnya, orang mengeluh toko itu mengobarkan kekerasan terhadap presiden pertama kulit hitam itu.
Namun ada yang sial. Direktur pabrik senjata Montana mundur bulan lalu setelah ucapannya mendukung Obama justru menuai imbauan boikot terhadap perusahaan itu.
Wayne LaPierre, Wakil Presiden Asosiasi Senjata Nasional, menyatakan munculnya Demokrat ke puncak kekuasaan sebagai alasan utama kenapa senjata tiba-tiba menjadi komoditas panas. Selama kampanye, asosiasi ini memperingatkan, Obama akan menjadi ”presiden paling antisenjata dalam sejarah Amerika”.
Tapi Mark Tushnet, dosen Sekolah Hukum Harvard, mengatakan regulasi baru senjata api akan menjadi prioritas rendah pemerintah Obama dan Partai Demokrat di Kongres, karena Obama sedang menghadapi krisis ekonomi global dan dua perang. ”Saya kira Kongres tak akan menerapkan larangan senjata serbu baru,” katanya.
Raihul Fadjri (AP, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo