Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAHA al-Qahtani, warga Kota Riyadh, mengunggah foto surat tilang karena mengemudikan mobil, di Facebook, Twitter, dan YouTube, Jumat dua pekan lalu. Perempuan ini mengekspresikan kekesalannya di berbagai situs jejaring sosial itu. ”Saya kecewa perempuan tidak boleh mengemudikan mobil!”
Maha mengendarai mobil bersama suaminya melewati Jalan Raja Fahd, jalan arteri di Riyadh, menuju Jalan Olaya sebelum tertangkap polisi. Sebetulnya nasib Maha agak beruntung karena hanya mendapat surat tilang. Suaminya, Mohammed al-Qahtani, sempat berkicau di Twitter, ”Dia siap masuk penjara tanpa rasa takut.” Di mobil itu, menurut Mohammed, Maha membawa koper berisi pakaian seadanya—sebagai persiapan jika ditahan.
Pada hari yang sama, perempuan lain mengunggah rekaman video yang menunjukkan dirinya sebagai perempuan Saudi pertama yang tengah malam mengabaikan larangan menyetir mobil. Mereka hanya dua dari sekian belas ribu pendukung gerakan kampanye ”Women2Drive”. Para perempuan ini, sendiri atau ditemani suaminya, dengan sengaja melanggar larangan mengemudi dan mengunggah rekamannya ke jejaring sosial. Cara ini ditempuh karena pemerintah melarang demonstrasi.
Gerakan emansipasi ini berawal dari video Manal al-Sharif, 32 tahun, yang mengemudikan mobil di kawasan timur Kota Khobar, sekitar 400 kilometer dari Riyadh. Dalam video sepanjang delapan menit itu, perempuan lulusan pendidikan teknologi informasi di Amerika Serikat ini mendorong para perempuan lain mengemudikan mobil sendiri pada 17 Juni, merekamnya di video, dan mengunggahnya ke jejaring sosial.
”Kalau suami terkena serangan jantung, apa yang bisa dilakukan istri jika tidak boleh mengemudikan mobil dan tak ada seorang pun di sekitarnya?” kata Manal, yang mengenakan kerudung hitam dan kacamata warna senada, dalam video itu.
Perempuan yang bekerja di perusahaan minyak ini menambahkan, perempuan berisiko mengalami pelecehan seksual apabila sopir bukan anggota keluarga mereka. Gara-gara video itu, janda dengan satu anak berusia empat tahun ini sempat ditahan sepuluh hari sejak 22 Mei lalu. Penahanan itu memicu terbitnya petisi dengan tanda tangan 1.500 orang, yang mendesak Raja Abdullah membebaskannya dan mengklarifikasi aturan larangan menyetir. Manal akhirnya bebas setelah dipaksa mencabut kampanyenya serta meminta maaf kepada Kerajaan Saudi.
Seperti api disiram bensin, video Manal telanjur membakar para perempuan Saudi dan aktivis hak asasi manusia. Akun kampanye Manal di Facebook, ”Teach me how to drive so I can protect myself”, yang mendapat dukungan 12 ribu orang, memang kadung dihapus. Tapi muncul akun ”Women2Drive” di berbagai jejaring sosial yang mendapat dukungan belasan ribu orang. Sedikitnya 40 perempuan mengunggah gambar diri mereka sedang mengemudikan mobil setelah beredarnya video Manal.
Aturan yang hanya mengizinkan laki-laki mengemudi ini berasal dari fatwa ulama Islam konservatif penganut Wahabi. Mereka mengklaim larangan ini dibuat untuk melindungi perempuan dari kejahatan dan dosa. Perempuan yang mengemudi dianggap terlalu bebas meninggalkan rumah sendirian dan berinteraksi dengan laki-laki asing. Akibat larangan ini, keluarga terpaksa menyewa sopir atau mengandalkan kerabat laki-laki untuk mengemudikan mobil.
Menanggapi protes itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Arab Saudi Pangeran Ahmad bin Abdul Aziz menyatakan pemerintah tetap memegang teguh larangan. ”Kami hanya mengimplementasikan sistem yang sudah ada,” katanya. Raja Abdullah telah berjanji akan mereformasi beberapa aturan sosial, tapi bergantung pada sikap ulama yang menyokong kekuasaan keluarganya.
Samar Badawi, pengampanye hak asasi manusia yang juga warga Jeddah, menjelaskan, perempuan bisa pergi ke rumah sakit, mengantar-jemput anak mereka ke sekolah, dan melakukan beberapa pekerjaan tanpa bergantung pada laki-laki. Ia memperkirakan hanya 15 persen laki-laki yang akan tersinggung. ”Banyak perempuan bisa menyetir, tapi hanya Manal yang berani merekam dan mengunggahnya ke YouTube. Itu sebabnya pemerintah marah.”
Wajeha al-Huwaider, pegiat hak asasi manusia, menegaskan, ”Kami tidak akan berhenti sampai ada undang-undang yang membolehkan perempuan mengemudi.”
Nieke Indrietta (Al-Jazeera, The Guardian, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo