Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Libanon</B></font><BR />Bertengkar Sampai di Meja Makan

Libanon memecahkan rekor memasak hummus seberat 10,5 ton. Sebelumnya Israel mengklaim makanan tradisional Arab itu sebagai milik mereka.

17 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maor Barazi menyantap sepiring hummus di Restoran Tel Aviv di wilayah Abu Gosh, Israel, dengan lahap. Restoran ini diklaim menyajikan hummus terenak di negeri Yahudi itu. ”Lebih baik menyantap hummus daripada perang berakhir tanpa sepiring hummus,” katanya sembari menyeka piringnya hingga tandas. Seolah membenarkan ucapan Barazi, Yedid Sapir, yang duduk berseberangan dengannya, berucap, ”Kita tidak bisa mengalahkan mereka dalam hal ini. Tapi hummus itu yang penting rasa, bukan ukuran.”

Perbincangan ringan di antara dua kawan itu menanggapi perebutan klaim kepemilikan hummus antara Libanon dan Israel. Ya, kedua negara itu memang musuh bebuyutan. Bukan hanya tanah yang diperebutkan, melainkan juga makanan.

Sabtu dua pekan lalu, di sebuah desa sekitar 5 mil sebelah timur Beirut, Libanon berhasil mencetak rekor baru Guinness Book of World Records setelah 300 koki berhasil memasak hummus berukuran lebih dari 10 ton. Sebelumnya, tepatnya Januari silam, 50 juru masak Israel lebih dulu mencatat rekor setelah berhasil membuat hummus seberat 4 ton.

Hummus merupakan makanan tradisional Arab yang terbuat dari bahan yang sederhana, seperti buncis, bawang, pasta wijen, minyak zaitun, dan perasan jeruk lemon. Sebagian orang menyebutkan hummus mulai terkenal di abad ke-18, tapi sebagian lagi menyatakan kepopulerannya telah dimulai sejak abad ke-12.

Setelah mencatat rekor baru, rasa bangga dan kemenangan meruap di antara warga Libanon. Chantal Tohme, yang mengorganisasi pembuatan hummus itu, menyatakan langkah ini sebagai upaya meluruskan klaim atas makanan tersebut.

”Ini lebih dari urusan Guinness World Records. Ini adalah pembuktian bahwa hummus adalah Libanon. Sebab, selama ini dipromosikan sebagai hidangan tradisional Israel. Jika kembali ke sejarah, hummus itu datang dari Libanon,” Tohme menjelaskan dengan bersemangat.

Reaksi miring segera berdatangan dari warga Israel. Mereka ngotot menyebut bahwa Abu Gosh merupakan daerah yang memiliki restoran yang menyajikan hummus terbaik dan terenak. ”Setiap akhir pekan banyak pendatang ke Abu Gosh untuk mencari hummus. Abu Gosh itu tempat hummus terbaik,” kata pengunjung setia Restoran Tel Aviv, Rami Dourant.

Hummus telah membuat Abu Gosh menjadi salah satu desa Arab paling banyak dikunjungi di Israel. Sebelumnya, sampai 1990-an restoran hummus di desa bernama Abu Syukri menjadi legenda di antara orang Israel.

Penulis buku Hummus 101, Shuki Galili, mengatakan perebutan klaim hummus menjadi pukulan telak bagi Israel. Sebelumnya beberapa orang Arab telah mengeluh bahwa Israel disinyalir telah mencuri masakan nasional mereka. Beberapa tahun silam bahkan sempat diupayakan gugatan mengenai status kepemilikan hummus di kementerian perdagangan Libanon.

Di Israel sendiri beredar gosip bahwa selama perundingan perdamaian tidak langsung dengan Suriah dua tahun lalu, Presiden Bashir Assad menyuruh perantara memberikan sepiring hummus Damaskus kepada Perdana Menteri Ehud Olmert.

Hummus biasa disantap sebagai sarapan oleh warga Libanon dan Arab pada umumnya. Tapi di Israel pun hummus menjadi makanan ringan yang banyak dicari. Produsen hummus terkemuka di Israel, Tsabar Salads, bahkan buka kartu: konsumsi hummus di antara warga Yahudi meningkat dua kali lipat ketimbang warga Arab.

Ada pendapat menarik dari Galili. Dia mengatakan perebutan klaim hummus seharusnya tidak menjadi masalah pelik. Hummus selayaknya menjadi sebuah media untuk menyatukan dua bangsa tersebut. ”Bagi saya, hummus adalah tempat budaya Arab dan Israel berkomunikasi dan bekerja sama. Tidak ada pemisahan antara makanan Israel dan Arab,” ujar editor weblog Ibrani berjudul ”Hummus untuk Massa” itu.

Pendapat senada disampaikan pemilik restoran Palestina-Libanon di Ezba, Israel Utara, Habib Daud. Menurut Daud, makanan seharusnya menjadi pemersatu orang Yahudi dan Arab. Memang lebih baik makan hummus bersama ketimbang terus bertengkar.

Suryani Ika Sari (Christian Science Monitor, jweekly.com, jewishjournal.com, AOL News, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus