Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Downing Street 12, London.
Ruangan besar di samping kantor perdana menteri itu dipenuhi politikus Partai Buruh. Mereka menunggu hasil negosiasi antara Demokrat Liberal dan Konservatif. Di kamar kerjanya, Perdana Menteri Gordon Brown tengah menulis pesan selamat datang untuk calon penggantinya. Ketika itu sekitar pukul empat sore, Rabu pekan lalu.
Tiba-tiba telepon berdering. Semua orang berhenti bicara.
”Nick, Nick, saya sudah tidak tahan lagi,” terdengar Brown bicara. ”Nick, saya harus pergi ke Istana. Negara menginginkan saya melakukannya. Ratu juga. Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” katanya lagi. Lalu senyap agak lama. Kemudian: ”Apa pun yang terjadi, saya akan segera ke Istana.”
Penelepon itu adalah Nick Clegg, Ketua Partai Liberal Demokrat. Percakapan ”putus asa” antara Gordon Brown dan Clegg itu diceritakan fotografer The Guardian, Martin Argles. Kebetulan sore itu Argles diminta mengabadikan saat-saat terakhir Brown di Downing Street.
Tiga jam setelah percakapan itu, Brown meletakkan jabatannya. Tak ada pesta perpisahan, tak ada jabat tangan keliling atau pengawalan polisi dari Buch House menuju kantor pusat Partai Buruh di dekat Victoria Street. Partai Buruh kehilangan hampir 100 kursi kali ini dan banyak politikusnya menyalahkan Brown.
Banyak spekulasi tentang langkah mundur Brown yang terburu-buru. Namun koleganya di partai mengatakan itu disengaja untuk menghambat Clegg. Jika Brown bertahan lebih lama, Clegg akan memiliki makin banyak waktu untuk ”menekan” Ketua Partai Konservatif David Cameron dalam tawar-menawar politik. Tentu saja ini dibantah politikus Demokrat Liberal. Menurut mereka, sebelum Brown memutuskan pergi ke Istana Buckingham, negosiasi antara Clegg dan Cameron telah selesai.
Kekalahan Buruh dalam pemilihan umum Kamis dua pekan lalu, serta kemenangan ”tanggung” Konservatif—dibutuhkan minimal 326 kursi untuk membentuk pemerintah, tapi Konservatif hanya meraih 306—menempatkan Nick Clegg di posisi menentukan. Sebagai pemimpin Liberal Demokrat yang meraih 57 kursi, dia menjadi penentu partai mana yang akan memerintah Inggris kali ini.
Sebenarnya para anggota Liberal Demokrat tua menginginkan koalisi progresif dengan Buruh. Tapi Clegg, yang baru dua setengah tahun memimpin Liberal Demokrat—dua tahun setelah dia menjadi anggota parlemen mewakili Sheffield Hallam, daerah di utara Inggris—lebih sreg dengan David Cameron. Dan Clegg menang.
”Kami akan membentuk pemerintahan baru. Sama sekali baru. Saya berharap ini merupakan awal dari politik baru yang selalu saya yakini,” kata Clegg setelah berunding dengan Cameron.
David Laws M.P., anggota tim perunding Liberal Demokrat, mengatakan kesepakatan dengan Konservatif memuat banyak kebijakan Liberal Demokrat. ”Apa yang telah kami kampanyekan sepanjang beberapa pekan lalu masuk dalam manifesto,” katanya.
Yang sudah jelas, Clegg akan menjadi wakil perdana menteri pada pemerintahan koalisi yang pertama di Inggris dalam 70 tahun terakhir. Dia juga akan menjadi orang Liberal pertama di pucuk pemerintahan Inggris setelah David Lloyd George berhenti jadi perdana menteri pada 1922.
Perdana Menteri Cameron konon menyetujui rencana Liberal Demokrat menghapus pajak penghasilan bagi warga yang pendapatannya kurang dari 10 ribu pound sterling per tahun. Jelas ini kemenangan besar bagi Liberal Demokrat dan Clegg.
Lahir dengan nama Nicholas William Peter Clegg, politikus 43 tahun dari Dusun Chalfont St. Giles, Buckinghamshire, barat laut London, ini seorang multietnis. Ibunya berdarah Belanda kelahiran Indonesia dan datang ke Inggris di usia 12 tahun. Ayahnya bankir berdarah Rusia. Istrinya, Miriam, seorang pengacara keturunan Spanyol. Selain Inggris, dia menguasai bahasa Belanda, Prancis, Jerman, dan Spanyol.
Clegg mulai dikenal publik Inggris karena membela kebebasan sipil. Dia, misalnya, secara terbuka mengkritik perang Afganistan di parlemen. Padahal di parlemen Inggris kritik terbuka itu tabu.
Tapi yang paling melambungkan nama Clegg adalah penampilan pertamanya saat debat calon perdana menteri melawan Brown dan Cameron pertengahan April lalu. Meski lebih muda, dia tampil elegan, bahkan sering memojokkan kedua rivalnya dengan isu pajak dan reformasi birokrasi. ”Clegg menang dalam gaya,” kata Alan Johnson, Menteri Dalam Negeri Inggris, mengomentari penampilan Clegg malam itu.
Philipus Parera (Guardian, London Evening Standard, Herald Sun, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo