Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seratusan lelaki dan perempuan memadati ruang tunggu Bandar Udara Imam Khomeini di Teheran, Iran, Sabtu dua pekan silam. Mereka membawa sejumlah poster bertulisan kata-kata kemarahan kepada Inggris. Mereka berteriak, "Matilah Inggris."
Kerumunan itu didominasi anggota milisi garis keras Basij, sayap pemuda Garda Revolusioner Iran. Pagi itu, mereka menanti kedatangan para diplomat Iran yang diusir dari Inggris sebagai imbas penyerangan kedutaan Inggris di Teheran oleh ratusan pemuda—sebagian besar anggota Basij—empat hari sebelumnya.
Saat itu ratusan mahasiswa Basij merangsek ke kompleks kedutaan, menurunkan bendera Union Jack, serta merusak beberapa bagian gedung dan mobil kedutaan. Di tengah hiruk-pikuk itu, puluhan orang mengangkat tinggi-tinggi foto pemimpin mereka, Qassem Suleimani, sembari berteriak, "Ambil alih kedutaan Inggris." Sebagian lagi menimpali, "Matilah Inggris." Penyerangan itu dibalas dengan penarikan seluruh diplomat Inggris dari Iran dan penutupan kedutaan Iran di London.
Mereka menuding Inggris mengintervensi politik dalam negeri Iran dan memimpin kampanye internasional melawan program nuklir. Kemarahan mereka tak tertahankan ketika Inggris menjatuhkan sanksi, yakni memutus semua kesepakatan dengan bank sentral Iran karena Iran berkukuh melanjutkan program nuklirnya.
Aksi kelompok Basij itu mengingatkan orang pada pendudukan kedutaan Amerika di Teheran pada 1979, ketika 52 diplomat Abang Sam disandera selama 444 hari. Peristiwa itu mengakhiri hubungan diplomatik antara Iran dan Amerika.
Iran tak satu suara tentang penyerangan kedutaan Inggris. Juru bicara parlemen Iran, Ali Larijani, mengatakan serangan itu sebagai balasan setimpal atas kebijakan Inggris. Namun, karena mendapat kecaman dari berbagai penjuru, penguasa Iran putar haluan.
Ayatullah Ahmad Khatami, yang dekat dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, menyebut aksi para pemuda itu ilegal dan sama dengan menyerbu negara lain. "Saya menentang penyerangan dan pendudukan kedutaan," ujar Khatami, seperti dikutip kantor berita ISNA.
Padahal, saat memimpin salat Jumat sehari sebelumnya, ia menginstruksikan jemaah meneriakkan makian "Matilah Inggris" selain "Matilah Amerika" dan "Matilah Israel". Bahkan ia mengingatkan agar negara-negara Barat lain tak mengikuti jejak Inggris. "Atau kebencian bangsa kami terhadap Inggris juga menimpa mereka."
Meski Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi sudah meminta maaf, warga Iran menganggap insiden itu telah memperburuk wajah Iran di mata Barat. "Serangan liar terhadap kedutaan Inggris tak hanya membuat kami tampak tak beradab, tetapi juga membawa konsekuensi, mungkin berupa sanksi lagi atau bahkan perang," ujar seorang pegawai pemerintah, Said, 42 tahun, yang mengaku membenci Inggris.
Bahkan sejumlah warga kelas menengah berpikir hijrah ke negara lain. "Ketika saya melihat aksi di kedutaan Inggris, saya bilang kepada istri saya, kami harus meninggalkan negeri ini," kata dokter berusia 42 tahun itu.
Tak semua warga Iran membenci Barat, khususnya Amerika. Hingga dua tahun silam, cendera mata dari film anak-anak Hollywood, seperti Rugrats Go Wild, Meet the Robinsons, dan The Incredibles, masih laris manis di Iran. Tentu saja semua barang itu selundupan.
"Perselisihan antara Iran dan Amerika hanya di tingkat pemerintah. Saya melihat tidak ada masalah dengan rakyat," ujar karyawan sebuah toko Amin Gorbani kala itu. Secara umum, warga Iran menginginkan hubungan dengan Amerika diperbaiki. "Dulu saya ikut meneriakkan ‘Matilah Amerika’, slogan yang muncul selama revolusi. Orang tidak mengucapkan itu lagi sekarang," ujar Abolfazl Emami, pemilik kedai es krim di Teheran.
Sapto Yunus (AP, ITV News, The Financial Times, New York Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo