Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan orang berkumpul di kampus Bangkhen, Universitas Sripatum, pada 23-24 Oktober lalu. Para peminat teknologi informasi dari Thailand, Singapura, Malaysia, Kamboja, Vietnam, Hong Kong, dan Jepang itu meramaikan BarCamp Bangkok 4. Inilah pertemuan yang menjadi peretas munculnya media sosial yang memberi informasi penting bagi publik. Ketika banjir melanda Thailand sejak Agustus lalu, komunitas yang ikut meramaikan hajatan tahunan ini tergerak membuat akun Twitter untuk menyebarluaskan informasi tentang banjir.
Media sosial, seperti Twitter, dianggap dapat melengkapi informasi dari pemerintah. Salah satu akun paling populer adalah @thaiflood, dengan pengikut hingga ratusan ribu orang. Pelopornya Poramate Minsiri, pemilik portal Kapook.com, laman bagi remaja. Ia juga membuat situs thaiflood.com dan akun di Facebook yang telah disukai lima ribuan orang.
Banjir yang hingga kini masih berlangsung telah memorakporandakan kehidupan masyarakat Thailand. Tidak kurang dari 562 orang tewas dan jutaan rumah rusak. Kerugian mencapai miliaran dolar AS. Pada 24 Oktober lalu, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra mengatakan pemerintah optimistis bisa menangani banjir dengan baik. "Banjir akan mereda dalam dua hingga tiga hari ke depan," katanya. Nyatanya lebih dari beberapa pekan banjir belum surut.
Akun @thaiflood berdiri berkat modal utama komunitas yang kuat. Anggota komunitas ini menyebar di sejumlah wilayah di Thailand. Saat puncak banjir pada akhir Oktober lalu, informasi yang dipublikasikan mencapai 12 ribu item dalam sehari.
Informasi dipasok para sukarelawan yang memiliki berbagai keahlian di bidang teknologi informasi, misalnya memberikan laporan pandangan mata dan mengunggah video banjir. Tak ada kriteria khusus untuk informasi yang diunggah. Yang penting adalah informasi mutakhir tentang banjir. Berita di media online, surat kabar, dan televisi juga menjadi bahan. "Kami percaya warga Thailand tidak pernah mengabaikan sesamanya pada saat dibutuhkan," kata Poramate, yang dikutip dari blog bizbuzzweekly.com.
Tak hanya mengandalkan komunitasnya, ia juga memanfaatkan pegawainya di kapook.com untuk ikut menyuplai informasi. Koordinasi dengan para relawan dia lakukan cukup dengan pesan pendek dan e-mail. Jarang sekali tatap muka, mengingat kondisi yang tidak memungkinkan. Selain dengan tenaga manusia, ia memanfaatkan perangkat lunak terbuka (open source) dalam mempermudah distribusi informasi penting dan pengunggahan video.
Misalnya Ushahidi, open source yang membantu data terdistribusi melalui pesan pendek, surat elektronik, web, dan visualisasi pada peta atau timeline. Juga mesin pencari dari Google Crisis Response untuk menggambarkan daerah bencana di peta Google. Poramate mengklaim penggunaan perangkat lunak ini adalah yang pertama kali. "Tanpa teknologi open source, membangun sistem seperti ini akan menelan biaya jutaan baht. Terpenting dari semua yang dibutuhkan adalah waktu sukarelawan," ujarnya.
Akun @thaiflood lebih populer dibanding akun pengelolaan bencana milik pemerintah, @floodthailand. Akun pemerintah yang hanya memiliki 10 ribu pengikut ini tidak diperbarui sejak 14 Oktober. Padahal masyarakat Thailand sangat membutuhkan informasi. Hal ini tecermin dari lonjakan jumlah pengguna media sosial, dari hanya 600 ribu pada September menjadi 720 ribu orang.
Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi Juti Kririksh mengklaim kementerian sudah mengintegrasikan upaya bantuan sesuai dengan perintah Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Kementerian, menurut dia, telah menyiapkan ruang khusus untuk mengelola dan mengintegrasikan data laporan kejadian dan pengaduan. Dengan itulah pemerintah mengatur upaya bantuan di antara berbagai instansi dan pemerintah daerah. Badan Pusat Peringatan Bencana Nasional juga telah membangun database dalam memastikan bantuan tepat waktu, akurat, dan tidak tumpang-tindih.
Tapi, itu tadi, prakarsa "swasta" dalam penyebaran informasi rupanya lebih berhasil. Penyebabnya? "Pemerintah membatasi informasi yang disampaikan dan menyeleksinya sebelum ditayangkan di web resmi," kata Petchanet Pratruangkrai, jurnalis The Nation, surat kabar berbahasa Inggris di Thailand, saat dihubungi Tempo.
Eko Ari (Bizbuzzweekly.com, The Nation, Patayadailynews.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo