Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Episode konflik Israel-Palestina memasuki babak baru dengan diterimanya Palestina menjadi anggota UNESCO, organisasi pendidikan dan kebudayaan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebelumnya, September silam, Presiden Palestina Mahmud Abbas mengajukan lamaran agar Palestina diterima menjadi anggota penuh PBB. Lamaran itu sampai sekarang masih dibahas dan belum diputuskan.
Palestina berpaling ke PBB lantaran merasa perundingan damai dengan Israel menemui jalan buntu, sementara negeri Yahudi itu terus membangun permukiman baru di tanah pendudukan.
Awal Oktober lalu, Victoria Sidjabat dari Tempo mewawancarai juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Yigal Palmor, berkaitan dengan macetnya perundingan damai dengan Palestina. Berikut ini jawaban Palmor melalui surat elektronik.
Apa tanggapan Anda atas keinginan Palestina menjadi anggota penuh PBB?
Israel tidak menentang negara Palestina. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu termasuk pemimpin Israel yang jelas dan terang-terangan berkomitmen terhadap negara Palestina. Tapi negara Palestina harus lahir dari perundingan dan perjanjian damai dengan Israel. Kami percaya konflik Israel-Palestina hanya bisa diselesaikan lewat perdamaian dan rujuk dalam bentuk dua negara—Israel untuk kaum Yahudi dan Palestina untuk rakyat Palestina—yang berteman dan bekerja sama satu sama lain. Dengan begitu, kami mendukung perundingan sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian yang sungguh dan nyata. Kami tahu perundingan itu sulit dan mengharuskan konsesi oleh kedua pihak. Apa yang dilakukan Presiden Abbas adalah potong kompas. Mereka ingin menghindari kerja keras dan meloncat ke kesimpulan.
Kendati dihalang-halangi, banyak yang percaya gagasan negara Palestina tak akan pernah mati?
Kami mendukung gagasan negara Palestina yang hidup berdampingan secara damai penuh persaudaraan dengan Israel. Kami tidak percaya negara Palestina sebagai dasar untuk melakukan perang tanpa akhir dengan Israel. Itu sebabnya kita perlu mengamankan prasyarat perjanjian damai di masa depan.
Apakah Israel masih khawatir dan tak percaya terhadap Hamas?
Apa yang disampaikan Hamas tentang negara Palestina adalah sebagai alat untuk memerangi Israel sampai mereka mampu menghancurkannya. Itulah yang telah dilakukan Hamas di Jalur Gaza: menjadikannya landasan untuk melakukan perang, teror, dan ekstremisme, bukan sebagai contoh untuk pembangunan dan kesejahteraan. Kami mengulurkan tangan damai dan menawarkan pengetahuan ekonomi serta ilmiah kami untuk hubungan bertetangga yang baik. Tapi apa yang Hamas tawarkan? Kekerasan dan pertumpahan darah.
Palestina menolak melanjutkan perundingan damai dengan alasan Israel terus melanjutkan pembangunan permukiman....
Kami telah membuktikan beberapa kali di masa lalu bahwa kami dapat menghentikan pembangunan permukiman, jika diperlukan, demi perdamaian. Kami membongkar permukiman demi perdamaian dengan Mesir pada 1979. Kami membongkar lebih banyak permukiman pada 2005 ketika menarik diri dari Jalur Gaza dan menyerahkannya ke Palestina. Kami juga telah membongkar sejumlah permukiman di Tepi Barat untuk mencapai perdamaian. Tapi Palestina tak pernah mengakui ini dan menggunakan isu permukiman sebagai alasan untuk tak mau berunding.
Menteri Luar Negeri Riyad al-Maliki mengatakan Palestina telah berunding selama 20 tahun dengan Israel dan hasilnya tak ada....
Mengatakan perundingan selama 20 tahun tak ada hasilnya sungguh sangat menyesatkan! Sebelum berunding dengan Israel 20 tahun lalu, Palestina tak punya apa-apa di atas tanah selain aspirasi. Sekarang mereka punya lembaga nasional—pemerintahan, parlemen, pasukan keamanan, dan ekonomi. Menyebut hasil ini "tidak ada artinya" merupakan sikap tidak hormat Palestina. Dan mengabaikan hal itu bisa dicapai melalui perundingan damai merupakan pelecehan terhadap akal sehat.
Mungkinkah tercapai win-win solution antara Israel dan Palestina melalui perundingan damai?
Kami ingin hidup damai dengan semua tetangga kami. Dan kami percaya rakyat Palestina dapat tinggal, untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka, di negara mereka sendiri yang berdaulat dan diakui PBB. Semua itu bergantung pada tercapainya perjanjian damai yang komprehensif dan terperinci, yang akan membuat hubungan dengan Israel stabil dan berkelanjutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo