Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Malam itu Asaka Abdullah, 40 tahun, tidak tidur. Didera raungan pesawat tempur F-16, guncangan, dan gelegar bom, penduduk Desa Qalatuqa, tempatnya tinggal, berhamburan ke luar rumah. Dengan kaki telanjang, Asaka dan para tetangganya kabur ke pegunungan.
Ahad malam, 16 Desember lalu, 50 pesawat tempur F-16 Turki terbang rendah, melintasi perbatasan, menembus wilayah Irak utara sampai 60 kilometer untuk menggasak kawasan perbatasan yang dicurigai menjadi sarang gerilyawan Partai Pekerja Turki (PKK).
”PKK banyak mengalami kerusakan, infrastruktur dan manusianya,” begitu Angkatan Bersenjata Turki memaklumkan keberhasilan serangan udaranya di Ankara, ibu kota Turki. Tapi saksi mata menyatakan pengeboman itu meratakan belasan bangunan di Qalatuqa, termasuk bangunan sekolah baru yang akan segera diresmikan. Pejabat pemerintah otonomi Kurdi di Irak utara menyatakan tujuh orang tewas akibat serangan itu, termasuk dua penduduk sipil.
Di ibu kota Irak, Bagdad, kemarahan pun meledak. Parlemen Irak mengecam pengeboman itu dengan menyebutnya sebagai pelanggaran kasar terhadap kedaulatan Irak. ”Kami mengutuk serangan kejam atas kedaulatan Irak itu berdasarkan prinsip persahabatan tetangga,” ujar pernyataan parlemen Irak. Tapi, saat kemarahan belum reda, 300-an personel pasukan infanteri Turki menerobos perbatasan, pegunungan berpasir di dekat Kota Irbil, Irak, pada Selasa dini hari pekan lalu. Menurut koran Turki, Hurriyet, itulah pasukan komando yang bertujuan menghambat pelarian gerilyawan PKK.
Menteri Luar Negeri Irak Hoshyar Zebari menuduh serangan itu meleset sehingga menewaskan sejumlah penduduk sipil. ”Kami percaya setiap tindakan unilateral untuk mengguncang situasi akan merugikan kepentingan Irak dan Turki pada saat yang sama,” ujar Hoshyar.
Tapi Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan operasi militer itu dilakukan seperlunya untuk memerangi PKK. Erdogan berkeras tidak mengingkari integritas teritorial Irak atau bermusuhan dengan penduduk sipil Irak.
PKK ingin mendirikan negara Kurdi di wilayah tenggara Turki sejak 1984 dan dicap sebagai teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Sekitar 37 ribu orang tewas dari kedua pihak—baik akibat serangan bom PKK di keramaian kota Turki maupun oleh serangan militer Turki terhadap basis PKK. Inilah serangan militer terbesar Turki tahun ini ke wilayah Irak untuk memburu gerilyawan PKK. Parlemen Turki mengizinkan militer melakukannya setelah 12 tentara Turki tewas di tangan gerilyawan PKK pada 21 Oktober lalu. Turki pun mengirim 100 ribu tentaranya ke perbatasan.
Tapi sikap garang Turki menggusarkan Amerika dan Irak. Daerah otonomi Kurdi di Irak utara itu merupakan wilayah penghasil minyak dan terbilang damai dibanding wilayah Irak lainnya yang dikoyak konflik Sunni-Syiah. Amerika, yang masih bercokol di Irak, tak ingin kerepotannya bertambah dengan konflik di wilayah Kurdi. Maka Washington mencoba berdiri di tengah-tengah: mendukung serangan Turki secara terbatas, tapi menentang operasi besar militer Turki yang berisiko menggoyang seluruh wilayah Irak.
Presiden Amerika George W. Bush saat bertemu Perdana Menteri Erdogan, November lalu, berjanji akan memasok data intelijen paling mutakhir tentang pergerakan gerilyawan PKK. ”Amerika membuka wilayah udaranya untuk kami. Artinya, Amerika memberi izin operasi,” ujar Jenderal Yasar Buyukanit, perwira militer senior Turki. Toh, Departemen Luar Negeri Amerika berkelit. ”Kami ingin meyakinkan bahwa aksi (militer) itu dilakukan dengan cara yang pantas,” ujar Tom Casey, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika.
Tapi solidaritas sesama etnis Kurdi di wilayah Irak utara membuat serangan militer Turki ke wilayah Irak selalu akan menyalakan bara perjuangan. ”PKK adalah kekuatan dengan motivasi tinggi dan mendapat dukungan penduduk lokal,” ujar laporan kelompok pemikir Chatham House di Ankara.
Raihul Fadjri (AFP, Reuters, The New Anatolian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo