Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari itu, Senin pekan lalu, mereka—ratusan anggota parlemen pendukung bekas Perdana Menteri Thaksin Shinawatra—mengobral senyum lebar. Di hadapan mereka, juru foto yang mengabadikan peristiwa membahagiakan itu. Sebagai latar belakang, gedung parlemen menjelang sidang pertama Dewan Perwakilan Rakyat. Tampak Samak Sundaravej, Ketua Partai Kekuasaan Rakyat (PPP) yang terkenal berperangai kasar itu. Ia menyunggingkan senyum. Sama seperti yang lain, bekas Gubernur Bangkok ini mengenakan seragam upacara anggota parlemen: kemeja putih berselempang selendang merah dengan sederet medali di dada.
Hari itu, sempurnalah kemenangan yang mereka petik dalam pemilu 23 Desember tahun lalu. Sehari sebelumnya, Raja Bhumibol Adulyadej menandatangani dekrit kerajaan yang menyetujui sidang pertama parlemen. Ya, raja mengakui hasil pemilu meski pemenangnya adalah partai hasil reinkarnasi Thai Rak Thai yang dipimpin Thaksin Shinawatra. Tokoh yang dulu tak berkenan di hatinya, sekarang muncul di belakang kemenangan gemilang PPP itu.
Pemerintahan Thaksin digulingkan dalam kudeta militer pada September 2006—Raja Bhumibol secara tak langsung merestuinya—dan Thai Rak Thai dibubarkan oleh Pengadilan Konstitusi pada Mei tahun lalu. Tapi hasil pemilu membalikkan konstelasi politik hanya dalam waktu 16 bulan setelah kudeta militer itu. Hasil perhitungan sementara Komisi Pemilu menyatakan PPP meraup 232 kursi dari 480 kursi parlemen. Bukan mayoritas mutlak, tapi Samak berhasil membujuk lima partai kecil lainnya berkoalisi. Praktis, hanya Partai Demokrat, yang memperoleh 165 kursi, yang tak terlibat koalisi. Sebuah koalisi yang sudah membuktikan keampuhannya dalam pemilihan ketua parlemen Selasa pekan lalu dengan keberhasilan PPP menggolkan kandidatnya, Yongyuth Tiyapairat.
Namun, menurut Panithan Wattanayakorn, analis politik dari Universitas Chulalongkorn, Yongyuth yang dikenal sebagai loyalis Thaksin ini bukanlah tipe politisi yang bakal membawa rekonsiliasi nasional. Apalagi, bekas sekretaris Thaksin saat menjabat perdana menteri ini masih dalam penyelidikan atas tuduhan pembelian suara dalam pemilu lalu. Jika tuduhan itu terbukti, PPP terancam dibubarkan. ”Menggelikan, memilih seseorang yang ternoda melakukan kecurangan pemilu itu,” ujar Varin Thiemjaras, aktivis Jaringan Rakyat untuk Pemilu. Sejumlah kandidat PPP sudah dianulir Komisi Pemilu gara-gara tuduhan main curang.
Toh, Yongyuth jalan terus. Maklum, PPP merasa berada di atas angin sejak Mahkamah Agung menolak dua gugatan terhadap legalitas PPP dengan anggapan sebagai penerus Partai Thai Rak Thai. ”Saya percaya bisa membersihkan diri dari tuduhan yang tak berdasar itu,” ujar Yongyuth. Tugas pertamanya sebagai ketua parlemen adalah menyiapkan pemilihan Perdana Menteri Thailand yang ke-25, dan partainya, PPP, diduga akan menjagokan sang ketua, Samak Sundaravej. Thaksin pun dari pengasingan di London merestui Samak sebagai kandidat perdana menteri. ”Butuh waktu lama (bagi saya) sampai di sini,” ujar Samak. Koran Bangkok Post menulis: ”Tak ada yang bisa menghentikannya (Samak) sekarang.”
Nama kandidat perdana menteri yang terpilih oleh parlemen secara resmi harus mendapat persetujuan Raja Bhumibol. Sedangkan Samak bukan kandidat yang mampu membuat hati penguasa istana kepincut. Selain kasar, ia bermulut besar, terlalu agresif, dan punya banyak musuh politik. Bagi analis politik, Samak bukanlah tipe politisi yang kondusif dalam atmosfer politik Thailand. Selain itu, Samak melejit menjadi Ketua PPP karena ditunjuk oleh Thaksin setelah Partai Thai Rak Thai dibubarkan. Sebagai bekas Gubernur Bangkok, rapor Samak juga banyak warna merahnya. Ia dituduh terlibat korupsi dalam pembelian mobil pemadam kebakaran dan perahu motor. Latar belakang yang tak sedap ini yang bakal memupus mimpi Samak menjadi perdana menteri.
Raja Bhumibol memang tidak menunjukkan penolakannya terhadap kemenangan PPP dan Samak sebagai calon perdana menteri. Ia tak ingin terlihat berseberangan dengan pemilih akar rumput yang menyebabkan PPP menang dalam pemilu lalu. Apalagi, raja sebagai pemimpin simbolis jarang campur tangan dalam politik, kecuali dalam krisis politik yang membahayakan negara. Seperti pada 1992 saat ia mempermalukan Perdana Menteri Jenderal Suchinda Kraprayoon yang memerintahkan militer melibas demonstran yang menentangnya. Sejarah kemudian mencatat: Suchinda meletakkan jabatan.
Kini, sang raja yang nama lengkapnya berarti ”kegagahan negeri-kekuatan yang tak ada bandingnya” pun memberi sinyal dengan mengirim putra mahkota Pangeran Maha Vajiralongkorn mewakili dirinya pada pembukaan sidang parlemen, Senin pekan lalu. ”Masih ada sejumlah masalah yang mengancam bangsa kita. Misi Anda sangat penting: secepatnya memulihkan stabilitas untuk mencapai solidaritas nasional,” ujar Maha Vajiralongkorn.
Kemenangan PPP dan keinginan Samak merebut kursi empuk perdana menteri bakal menimbulkan masalah. Apalagi, Samak telanjur berjanji akan membuka pintu lebar-lebar menyambut kepulangan Thaksin dari pengasingan. Kabar terakhir menyebutkan, Thaksin akan pulang pada Mei mendatang. Kepulangan Thaksin memang akan membuka kesempatan untuk mengadilinya dengan tuduhan korupsi yang selama ini tertunda karena Thaksin berada di luar negeri. Namun, sejatinya militer lebih suka Thaksin berada di luar negeri, karena kalau ia berada di Thailand pentas politik akan kembali bergolak sebagaimana krisis politik menjelang kudeta.
Sebagaimana Raja Bhumibol, militer juga tak bisa mengingkari bahwa kemenangan PPP dalam pemilu merupakan realitas politik saat ini. Maka, Dewan untuk Keamanan Nasional (CNS), sebutan untuk junta militer, menjamin tak akan ada lagi kudeta militer. ”Dalam satu transisi politik ke dalam demokrasi sepenuhnya, dengan periode sensitif bagi semua pihak, militer seharusnya tak terlibat dalam politik dan politisi seharusnya tak terlibat dalam urusan militer,” ujar juru bicara CNS, Kolonel Sunsern Kaewkumnerd.
Namun, jaminan itu tidak gratis. Militer menuntut sosok yang netral dan jabatan Menteri Pertahanan untuk seorang perwira militer. Bisik-bisik di balik pintu menyebutkan, tokoh itu adalah bekas komandan angkatan darat, Jenderal Prawit Wongsuwan.
Pernyataan CNS itu merupakan reaksi atas pemberitaan koran Thailand menyebut pemimpin PPP, Samak Sundaravej, dipertimbangkan menjadi perdana menteri sekaligus sebagai Menteri Pertahanan. Artinya, Samak bukanlah figur yang bisa diterima militer. Selain itu, Samak diduga bakal menggunakan parlemen meloloskan undang-undang untuk mengampuni 111 bekas elite Partai Thai Rak Thai, termasuk Thaksin, yang dilarang Mahkamah Konstitusi terlibat politik selama lima tahun. Bagi Samak, bermodal 315 suara partainya dan lima partai koalisi PPP bukan hal yang sulit untuk meloloskan undang-undang itu. Tapi, mengampuni dosa politik Thaksin dan pejabat Partai Thai Rak Thai lainnya adalah isu politik yang sensitif dan, lagi-lagi, mudah menyulut krisis politik.
Kalaupun PPP memaksakan Samak, 72 tahun, sebagai calon perdana menteri pada Jumat pekan lalu, dan Raja Bhumibol terpaksa merestuinya, analis politik menduga masa Samak di kantor perdana menteri tak akan lama. Kalau sudah begini, PPP dan lima partai koalisinya perlu mencari figur alternatif yang bisa diterima istana dan militer. Muncul spekulasi kubu PPP bakal mengusung Banharn Silpaarcha, pemimpin Partai Chart Thai (Bangsa Thai) yang merupakan salah satu mitra koalisi PPP dengan 37 kursi di parlemen. Banharn, 75 tahun, adalah politisi senior yang bersahabat dengan Ketua Dewan Penasihat Raja, Prem Tinsulanonda. Sebelum membentuk Partai Chart Thai, Banharn adalah politisi Partai Demokrat.
Raihul Fadjri (Bangkok Post, The Nation, AFP, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo