Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SORE itu, raungan pesawat tempur dan helikopter Cobra militer Pakistan memecahkan ketenangan Kota Buner. Mesin tempur itu melepaskan lusinan rudal, menggempur bagian kota di lembah Swat nan elok, Selasa pekan lalu.
Dalam sekejap, daerah itu berubah menjadi lautan puing. Sedangkan penduduk di sekitar distrik Swat dan Buner berlarian tanpa arah. Serangan ”Operasi Geledek Hitam” tersebut berhasil menewaskan 70 militan Taliban, sekaligus memaksa 30 ribuan penduduk mengungsi ke kawasan lain di Provinsi Perbatasan Barat Daya itu.
Serangan militer yang sudah masuk hari kedua memang bertekad menghancurkan militan Taliban yang bersembunyi di wilayah pegunungan di sekitar kota. Sejak awal April lalu, populasi militan Taliban di daerah seluas 75 kilometer persegi itu bertambah. Sekitar 500 orang bersenjata di kawasan itu telah bergabung. ”Mereka menggunakan Kalashnikovs, senjata ringan, peluncur roket, granat, bahan peledak,” ujar juru bicara militer Mayor Jenderal Athar Abbas.
Menurut Abbas, masuknya militan Taliban ke Kota Buner dan sekitarnya merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan pemerintah Pakistan-Taliban yang diteken pada Februari lalu. ”Mereka menteror penduduk lokal,” katanya. Yang jelas, pemerintah Pakistan khawatir kawasan lembah Swat yang bakal menjadi markas Taliban itu hanya berjarak 100 kilometer dari ibu kota Islamabad.
Buner adalah target terakhir operasi militer untuk menghentikan perkembangan militan Taliban di lembah Swat di wilayah Malakand. Sejak pertengahan 2007, mereka berupaya meningkatkan cengkeramannya terhadap kawasan Swat yang terletak di bagian utara Provinsi Perbatasan Barat Daya. Militer Pakistan berulang kali menggelar operasi militer di wilayah itu tapi gagal mencegah perluasan pengaruh Taliban. Pertempuran mereda pada Februari lalu setelah ulama lokal Maulana Sufi Mohammad berhasil mencomblangi gencatan senjata dengan gerilyawan Taliban.
Sufi adalah salah seorang pemimpin kelompok militan yang ditangkap pemerintah, tapi dibebaskan tahun lalu setelah ia meninggalkan gerakan militan. Pemerintah berharap Sufi bisa membujuk Taliban yang dipimpin menantunya, Maulana Fazlullah. ”Kami berharap Taliban akan melucuti senjata mereka,” ujar Menteri Dalam Negeri Pakistan Rachman Malik.
Sufi menyodorkan solusi penerapan hukum syariah (Nizam-e-Adl) di kawasan itu. Solusi ini disetujui, dan dengan satu syarat hukum syariah pun ditegakkan di enam distrik di wilayah Malakand. Menurut pemimpin senior Partai Awami, Haji Adeel, jika Taliban ingin bertahan dalam kehidupan publik, mereka harus mengorganisasi diri ke dalam partai politik legal. ”Mendiktekan bagaimana rakyat harus menjalani hidupnya dengan menodongkan senjata ke kepala bukanlah jalan yang benar,” ujarnya.
Hukum syariah disusun, rancangan undang-undang pun dikirimkan ke Islamabad. Parlemen setuju dan Presiden Asif Ali Zardari pun menekennya. Presiden Asif yang sekuler sadar gerakan militan punya pendukung kuat di Pakistan. Gencatan senjata disepakati. Toh undang-undang itu baru akan diberlakukan secara resmi jika militan Taliban benar-benar meletakkan senjata.
Sejumlah kritik menyebutkan, kesepakatan itu lebih banyak mudaratnya bagi Pakistan. Buktinya, dalam hanya dua bulan setelah gencatan senjata, militan telah mendirikan organisasi cabang di subdistrik Swat, lengkap dengan pengadilan Islam untuk menangani kasus kriminal serta kasus perdata dan pelanggar aturan moral. Padahal pemerintah provinsi mengatakan penunjukan hakim dalam pengadilan syariah merupakan hak prerogatif pemerintah.
Bahkan kesempatan gencatan senjata itu juga dimanfaatkan militan Taliban memperkuat posisi militer. Senjata dari luar Pakistan mengalir masuk. Mereka juga menghalangi militer Pakistan menempati posisi strategis di wilayah Swat. Belakangan, mereka berani menduduki kantor polisi dan menyandera 50 anggota polisi. Yang paling mencemaskan: pemerintah mendeteksi ada 500-an militan Taliban bersenjata masuk ke kawasan itu.
Gerakan militan Taliban inilah yang membuat Presiden Asif Ali Zardari dan militer Pakistan berang, dan Operasi Geledek Hitam itu pun digelar di lembah Swat. ”Ini hanya satu-satunya cara menunjukkan kehendak kami, menjaga Pakistan sebagai negara moderat, modern, dan demokratis dengan melindungi semua hak rakyat,” ujar Asif Ali. Nun jauh di Washington, pemerintah Amerika Serikat lega. Gedung Putih belakangan ini khawatir Pakistan dicaplok Taliban dari dalam.
Raihul Fadjri (AP, AFP, The Dawn)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo