Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>SOMALIA</font><br />Para Preman Bersenjata

Kelompok Al-Shahaab menguasai sebuah wilayah pelabuhan Somalia. Dari hasil palakan, mereka mendapat US$ 100 juta, 70 persen untuk membiayai gerakan.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABDI Hassan, 20 tahun, tergeletak di ranjang Rumah Sakit Ifo di kamp pengungsi Dadaab, timur laut Kenya. Pinggul dan lutut kirinya hancur akibat hantaman popor senjata anggota kelompok garis keras Somalia, Al-Shahaab.

"Mereka memalak kami untuk menyerahkan ternak dan hasil tanaman," kata Hassan. "Saat itu saya menolak dan mereka memukuli saya. Sekarang saya hanya bisa berbaring, padahal saya harus membantu ibu saya pindah," ujarnya sambil menahan tangis.

Hassan hanya salah satu dari banyak korban kelompok yang menguasai wilayah pelabuhan di selatan Kismayo. Dari hasil palakan saja, Al-Shahaab bisa mengumpulkan dana hingga US$ 100 juta. Tujuh puluh persen uang hasil palakan digunakan untuk membiayai gerakan mereka melawan Somalia Barat yang propemerintah.

Namun, belakangan ini, Al-Shahaab ternyata bukan satu-satunya penguasa. Di wilayah itu bermunculan kelompok bajak laut baru yang menguasai lepas pantai Afrika. "Banyak kapal yang sudah dibajak sehingga tidak sampai ke daerah itu (Kismayo)," kata Bronwyn Bruton, mantan Dewan Perhubungan Luar Negeri Somalia, sekaligus peneliti mengenai Somalia.

Sokongan dana bagi Al-Shahaab semakin berkurang setelah dua pekan lalu Al-Shahaab dan milisinya menarik diri dari Mogadishu. Penarikan itu dilakukan setelah mereka dikalahkan Pasukan Uni Afrika yang bersekutu dengan pasukan pemerintah. Tidak hanya keuangan, kekuatan militer mereka juga ikut berkurang.

Akibatnya, mereka mulai putus asa, seraya memotong jalur bantuan logistik yang dilewati bantuan kemanusiaan. Sebelumya, pada 2010, Al-Shahaab pernah mendeklarasikan larangan atas masuknya bantuan kemanusiaan ke Somalia. "Kalian dapat memakan apa pun di sini, kecuali makanan dari bantuan kemanusiaan," ujar Syekh Ibrahim al-Afghani, pemimpin Al-Shahaab, saat mendeklarasikan pelarangan masuk bantuan kemanusiaan pada 2010.

Al-Shahaab membakar semua makanan dan obat-obatan yang disampaikan melalui wilayah kekuasaan mereka. Bahkan mereka tidak ragu membunuh pekerja kemanusiaan yang nekat mengantar bantuan ke Somalia. Mereka juga menerima suap dari organisasi yang mencoba memasukkan bantuan.

Namun, bila petugas PBB yang membawa bantuan kemanusiaan tidak membayar jumlah yang cukup, bantuan tersebut kembali dibakar, meskipun sebagian uang sudah diserahkan. "Mereka sangat memusuhi bantuan yang dianggap berasal dari Barat atau Kristen," ujar salah seorang petugas World Food Program (WFP) yang tidak ingin identitasnya disebut.

Menurut sebuah laporan PBB, pemimpin Al-Shahaab meminta US$ 10 ribu untuk setiap akses bantuan kemanusiaan yang melewati daerah kekuasaannya. Al-Shahaab juga masih menarik uang pendaftaran US$ 10 ribu dan pembayaran US$ 60 ribu setiap enam bulan. Para pemberontak juga menuntut 20 persen dari nilai semua makanan dan perlengkapan lain yang dikirim melalui daerah mereka. Al-Shahab mengenakan pula kewajiban 10 persen kepada semua kendaraan yang lewat di wilayah-wilayah tertentu.

Dua pekan lalu, Al-Shahaab terdesak, mulai menarik diri dari sebagian besar wilayah Mogadishu, tapi pertempuran terus berlangsung dan kota tetap dalam keadaan bahaya bagi badan-badan bantuan yang memberikan bantuan masuk. Perdana Menteri Somalia Abdiweli Mohamed Ali mengumumkan pekan ini pasukan keamanan menambah personelnya untuk melindungi bantuan pangan dan kemanusiaan.

Sementara itu, PBB mengatakan telah berhasil memperluas kegiatan bantuan di Somalia selatan. Hal ini bertujuan mengantisipasi keadaan terburuk dalam penyampaian bantuan beberapa hari mendatang. Diperkirakan oleh PBB, lebih dari 12 juta jiwa di wilayah tandus Afrika, termasuk Somalia, Kenya, Ethiopia, Djibouti, dan Eritrea, membutuhkan bantuan pangan.

Cheta Nilawaty (Guardian, Telegraph.co.uk, Christian Monitor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus