Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jam di dinding menunjukkan hampir pukul 10. Malam di awal Juni itu suhu udara cukup dingin: 12 derajat Celsius. Tapi di dalam rumah, di Downing Street Nomor 10, London, suasana terasa panas. Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, yang sedang berdiskusi dengan Menteri Ekonomi Peter Mandelson dan Menteri Pendidikan Ed Balls, diguncang persekongkolan politik paling brutal sejak kejatuhan Margaret Thatcher pada 1990.
Sepuluh menteri mundur dari kabinetnya. Ini antara lain lantaran pemerintah Brown terkena getah skandal belanja anggota parlemen dari Partai Buruh, pengusung Brown dalam pemilu 2007. Kepercayaan masyarakat Inggris terhadap pemerintah dan partai berkuasa itu menurun. Buntutnya, Partai Buruh kehilangan suara mayoritas di empat wilayah dalam pemilihan regional pada 4 Juni lalu.
Di 63 dari 69 distrik Uni Eropa di Inggris, Partai Konservatif meraup 28,6 persen suara, Partai Independen Inggris 17,4 persen, sedangkan Partai Buruh hanya 15,8 persen. Perolehan suara Partai Buruh ini anjlok tujuh persen dari pemilu 2004. Bahkan mereka terpaksa merelakan Wales jatuh ke tangan Partai Konservatif untuk pertama kali sejak 1918.
Sebelum pemilu regional berlangsung, soliditas kabinet Brown sempat goyang. Menteri Dalam Negeri Jacqui Smith menjadi anggota kabinet pertama yang menyatakan mundur. Menteri Kemasyarakatan Hazel Blears mengikuti langkah rekannya hanya beberapa jam menjelang pemilihan umum Uni Eropa itu.
Pilihan mengocok ulang susunan kabinet tak terhindarkan. Beberapa nama yang diyakini masih loyal dipertahankan. Salah satunya Menteri Senior Tenaga Kerja dan Pensiun James Purnell. Tapi, sekitar pukul 10 malam itu, telepon di Downing Street berdering. Telepon itu membuat rencana yang sedang digodok Brown, Mandelson, dan Balls berantakan.
Purnell ternyata punya rencana lain. Orang kepercayaan dan pendukung mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair biasa disebut Blairite—itu memilih mundur dari kabinet. ”Saya tak bisa lagi mendukung Brown setelah anjloknya suara hasil pemilu regional,” ucap Purnell.
Pernyataan mundur Purnell melalui telepon itu sempat membuat percakapan selama dua menit menegang. Puncaknya, Purnell meminta Brown meletakkan jabatan sebagai perdana menteri. Alasan dia, semua itu demi kepentingan partai dan negara. Brown terkejut.
Sebelum keduanya mengakhiri percakapan, sebuah breaking news muncul di saluran televisi Sky. Dalam rekaman sebuah wawancara, seorang anggota parlemen dari Partai Buruh meminta Brown mundur sebagai perdana menteri. Keterkejutan Brown pun berubah menjadi amarah. Bagi perdana menteri berusia 58 tahun itu, segalanya sudah jelas: Purnell tak berjalan seorang diri. Brown menduga ada persekongkolan yang ia sebut ”sebagai usaha kudeta”.
Permintaan mundur di televisi itu seharusnya ditayangkan lewat dari pukul 10 malam. Tapi, entah mengapa, rekaman itu ditayangkan sebelum waktunya. Purnell dan timnya menolak disebut terlibat dengan para ”pembangkang” anggota parlemen yang ingin melengserkan Brown.
Purnell berkeras belum membicarakan dengan siapa pun soal permintaan agar Brown meletakkan jabatan, termasuk musuh politik Brown di parlemen, Charles Clarke. Kubu Purnell menyatakan itu murni usul mereka sendiri.
Meski begitu, beberapa media cetak sudah mengetahui rencana pengunduran diri Purnell. Bahkan harian The Sun menulis judul di halaman depan: ”Saya Mundur, Anda Juga Mundur”. The Guardian memuat: ”Pembunuhan yang Halus”. Judul itu terpampang di televisi Sky sebelum pukul 10 malam itu.
Persekongkolan untuk menjatuhkan Brown semakin terkuak. Di kalangan anggota parlemen dari Partai Buruh tersebar surat elektronik yang meminta dukungan agar mereka satu suara mendongkel Brown. The Guardian menyebut gerakan ini sebagai ”Komplotan Hotmail” lantaran menggunakan milis dengan alamat surat elektronik [email protected].
Yang mereka jagokan untuk menggeser Brown adalah Menteri Kesehatan Alan Johnson. Dalam setiap pernyataannya, Johnson memang selalu mengatakan partai butuh pemikiran baru dan reformasi. ”Kita harus mengganti mesin penggerak partai secara keseluruhan, bukan sekadar membersihkannya,” ucapnya.
Namun ”Komplotan Hotmail” ini tak mendapat dukungan dari elite Partai Buruh lainnya. Dalam aturan Partai Buruh disebutkan perdana menteri berkuasa bisa diturunkan bila sedikitnya 71 anggota parlemen setuju mengusung calon baru. Gerakan yang dimotori Menteri Keuangan Alistair Darling dan Menteri Luar Negeri David Miliband itu hanya meraih 50 suara anggota parlemen. Mereka gagal.
Lemahnya dukungan mereka dimanfaatkan Brown untuk kembali merapatkan barisan anggota parlemen Partai Buruh. Pekan lalu, Brown berbicara di hadapan 350 anggota parlemen Partai Buruh. Ia pun kembali mendapat dukungan setelah mengaku salah dan bertanggung jawab atas krisis politik yang terjadi di Inggris Raya.
”Saya masih harus banyak belajar,” kata Brown. ”Saya memiliki kelemahan, juga kekuatan. Ada beberapa hal yang bisa saya kerjakan dengan baik, tapi di sisi lain ada juga yang gagal. Satu hal yang pasti, saya tak akan memecahkan masalah dengan meninggalkan masalah tersebut,” ucap Brown, yang mendapat sambutan meriah dari anggota parlemen.
Menteri Pertahanan John Hutton dalam surat elektronik kepada Yophiandi dari Tempo Kamis pekan lalu mengatakan, kendati memilih mundur, ia masih tetap mendukung Brown. ”Saat ini saya mundur dari pemerintahan. Saya juga akan mundur dari parlemen saat pergantian tahun depan. Tapi saya masih tetap akan mendukung kebijakan Brown,” tulis Hutton.
Tekanan demi tekanan yang dialami pemerintah Brown membuat nilai tukar pound sterling terhadap dolar Amerika Serikat jatuh dalam tiga bulan terakhir. ”Pasar tak suka terhadap ketidakjelasan kondisi politik,” ujar Andrew Milligan, Kepala Strategi Global Standard Life Investment Ltd. di Edinburgh.
Ketua Fraksi Partai Buruh di parlemen, Tony Lloyd, yakin Brown kecil kemungkinan didepak dari jabatannya. ”Saya kira belum ada orang yang pantas menantang Brown dari internal partai,” ujar Lloyd.
Menteri Luar Negeri David Miliband juga mengatakan kini seluruh Partai Buruh berada di belakang Brown. ”Partai Buruh tak menginginkan pemimpin baru, tak ada lowongan, tak ada penantang,” ucap Miliband. ”Itu kami jamin.”
Firman Atmakusuma (BBC, The Guardian, Telegraph, Reuters)
Sepuluh yang Mundur
Nama | Alasan |
Tony McNulty (Menteri Tenaga Kerja dan Kesejahteraan) | Adanya kontroversi pengeluaran anggaran |
Caroline Flint (Menteri untuk Eropa) | Merasa dianggap sebagai menteri kelas dua |
Margaret Beckett (Menteri Perumahan) | Tak mendapat posisi setelah reshuffle |
Geoff Hoon (Menteri Transportasi) | Ingin berkarier di tingkat Eropa |
John Hutton (Menteri Pertahanan) | Urusan pribadi dan tetap mendukung Brown |
James Purnell (Menteri Tenaga Kerja dan Pensiun) | Sudah tak bisa bekerja sama |
Hazel Blears (Menteri Komunitas) | Berharap bisa menjatuhkan pemerintahan |
Tom Watson (Menteri Sekretaris Kabinet) | Sudah tak bisa bekerja sama |
Jacqui Smith (Menteri Dalam Negeri) | Terjerat kasus finansial |
Beverly Hughes (Menteri Urusan Anak-anak) | Juga akan mundur sebagai anggota parlemen |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo