Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#CC0000>Iran</font><br />Sayap Kedua Sang Reformis

Kampanye calon presiden reformis Iran digerakkan perempuan tua yang suka musik rap. Politik Iran lebih berbunga.

15 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Debat dua calon presiden yang berlangsung di televisi Iran selama 90 menit itu berjalan panas, Rabu dua pekan lalu. Tak ada basabasi, tak ada sopan santun politik. Presiden Mahmud Ahmadinejad dan pesaingnya dari kelompok reformis, Mir Hossein Mousavi, saling melontarkan kritik tajam. ”Metode An­da betulbetul membawa ke kediktatoran,” ujar Mousavi. Sebaliknya Ahmadinejad menyerang balik dengan mengatakan istri Mousavi tak layak mendapat gelar guru besar.

Inilah pertama kali debat terbuka calon Presiden Iran disiarkan langsung televisi sejak 1997. Ini juga pertama kali calon presiden membicarakan peran perempuan dalam perdebatan politik secara terbuka. Perempuan yang disebut Ahmadinejad itu adalah Zahra Rahnavard, 64 tahun, istri Hossein Mousavi.

Kehadiran Rahnavard dalam setiap kampanye suaminya membuat politik Iran, yang didominasi kaum lelaki, kini menjadi lebih menarik dan berbunga. ”Ini pertama kalinya setelah revolusi ka­mi melihat seorang perempuan di balik­ calon presiden,” ujar Farhad Mahmoudi, anak muda pendukung Mousavi.

Rahnavard berperan sebagai pengge­rak kampanye suaminya. Dalam hampir setiap kampanye, Rahnavard berbicara sebelum suaminya tampil. Di Universitas Tabriz kota ketiga terbesar yang terletak 480 kilometer di barat laut Teheran—misalnya, Mousavi menunggu di kursi panggung, sementara sang istri memanaskan massa. Dengan cepat ia menguasai suasana hati massa. ”Kami mencintai Anda, Rahnavard!” teriak mahasiswa.

Dengan kecerdasannya yang tajam dan kemampuan orasinya yang mengalir, Rahnavard menjadi aset berharga bagi suaminya dalam kampanye menantang Ahmadinejad. ”Adalah sangat biasa, alamiah, dan secara keagamaan diterima bagi seorang istri presiden untuk aktif dan punya peran nyata bersama suaminya,” ujar Rahnavard.

Rahnavard adalah seorang pematung dan pelukis. Ia bertemu dengan Mousavi pada salah satu pamerannya pada 1969. Keduanya mencintai seni dan samasama bersemangat mendepak Shah Iran. Selama 1970an, Rahna­vard menjadi bagian gerakan di sekitar filsuf Ali Shariati, tokoh yang berpengaruh terhadap banyak pemimpin revolusi. Pada tahuntahun mengenyahkan Amerika yang mendukung monarki, Rahnavard malah lebih dikenal di lingkungan politik Teheran tinimbang suaminya.

Pada 1976, ketika rezim Shah mening­katkan tekanannya terhadap pembangkang politik, Rahnavard meninggalkan Iran ke Amerika Serikat dengan dua anaknya. Ia pulang ke Iran tak lama sebelum revolusi Islam mengambil alih kekuasaan pada 1979.

Menjadi ibu tiga anak perempuan membuatnya lebih sensitif dan memperhatikan masalah perempuan. Meski tak mengenakan kerudung hingga berusia 20 tahun, kini ia di depan umum mengenakan cadar hitam yang biasa dikenakan perempuan konservatif. Tapi ia juga mengenakan kerudung yang modis penuh corak bunga serta menyukai­ musik rap, dan perlengkapan kesu­kaannya tas tangan seniman yang di­hiasi motif ­etnik.

Dengan gelar doktor ilmu politik di tangan, ia bekerja sebagai penasihat Khatami, yang menjadi presiden pada 19972005. Pada 2005, tak lama setelah pemilihan Ahmadinejad, dia mengundang pemenang Nobel Perdamaian, Shirin Ebadi, berbicara di universitas­ perempuan, Universitas AlZahra. Tindakan ini membuat gusar kelompok garis keras yang mencela Ebadi atas kritiknya terhadap hak asasi di Iran. Akibatnya, Rahnavard dicopot dari jabatannya sebagai rektor kurang dari setahun kemudian.

Sebagai pengagum putri Nabi Muhammad, Fatimah, Rahnavard berta­huntahun membela kesamaan hak pe­rempuan. Ia menyerukan penguatan eko­nomi perempuan dan pengubahan­ undangundang Iran yang mendiskri­minasi perempuan. Baginya, perempuan dan lakilaki bak dua sayap. ”Seekor burung tak dapat terbang dengan hanya satu sayap atau dengan sayap yang patah,” ujar Rahnavard di depan massa.

Raihul Fadjri (AP, AFP, CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus