Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#CC0033>CIA</font><br />Swasta Mengejar Teroris

CIA menyewa jasa perusahaan swasta untuk memburu Al-Qaidah. Luput dari radar Kongres Amerika.

21 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Serangan teroris pada 11 September 2001 terhadap dua gedung kembar WTC tak hanya melukai, tapi juga memantik amarah tak terkira, warga Amerika Serikat. Walaupun jumlah korbannya jauh lebih sedikit, hal yang sama menimpa warga Israel. Serangan kelompok Black September terhadap atlet Israel di Olimpiade Muenchen 1972 meninggalkan efek serupa terhadap Negeri Bintang Daud tersebut.

Sebagai pembalasan, Perdana Menteri Israel Golda Meir menyetujui pembentukan pasukan pembunuh dan Operasi Bayonet untuk memburu pentolan-pentolan Black September. Selama bertahun-tahun, pasukan maut ini mengejar dan membunuh beberapa pentolan Black September di berbagai negara Eropa dan Timur Tengah.

Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) rupanya berniat meniru ide Golda Meir. Untuk memburu gembong-gembong Al-Qaidah, yang bertanggung jawab atas serangan terhadap WTC, Direktur CIA George John Tenet membentuk pasukan pembunuh (death squad).

Namun belum lagi mereka menghasilkan sesuatu, pasukan ini dibubarkan. Mantan pejabat CIA mengatakan rencana Tenet terlalu berisiko. Pengganti Tenet, Porter J. Goss, menghidupkan kembali perburuan Al-Qaidah. Yang jadi soal, Goss menyewa jasa Blackwater Worldwide, perusahaan keamanan, untuk membantu perburuan Al-Qaidah dan tidak pernah memberitahukannya ke Kongres.

”Kami dibiarkan di tempat gelap, sesuatu yang tak boleh terjadi lagi,” kata Dianne Feinstein, Ketua Komite Intelijen Senat Amerika. Rahasia itu baru terkuak setelah Leon Edward Panetta, Direktur CIA sekarang, mengungkapkannya ke Kongres Amerika, Juni lalu. Menurut Panetta, justru Wakil Presiden Amerika Dick Cheneylah yang menghalangi pelaporan operasi itu ke Kongres.

Goss menyewa Blackwater sekarang telah beralih nama menjadi Xe Services tak lama setelah dia menggantikan Tenet pada 2004. Kepada CIA, kata mantan anggota staf senior badan rahasia itu, dijanjikan segala jenis dukungan yang dibutuhkan untuk operasi perburuan Al-Qaidah. Dari pelatihan antiteror hingga melacak pentolan Al-Qaidah ke daerah pedalaman yang sulit dijangkau agen CIA.

Blackwater Worldwide didirikan Erik Prince, mantan prajurit pasukan khusus Navy SEAL, pada 1997. Blackwater memiliki pelatihan militer seluas 2.500 hektare di North Carolina. Nama Blackwater menjulang setelah menjadi kontraktor keamanan terbesar yang disewa Departemen Pertahanan Amerika di Irak. Di Irak, ribuan ”tentara” Blackwater mengawal pejabat, gedung milik pasukan koalisi, dan perusahaan swasta.

Berbeda dengan Operasi Bayonet, tentara bayaran Blackwater tak me­ngantongi ”izin membunuh”. Tugas utama mereka, kata mantan agen CIA, hanya melacak keberadaan Usamah bin Ladin dan tokoh-tokoh Al-Qaidah lainnya. Setiap penyelesaian akhir tetap perlu persetujuan Pentagon dan Gedung Putih.

Dalam CIA sendiri sebenarnya tak satu suara soal penggunaan jasa Blackwater. Sebagian menyangsikan kemampuan intelijen Blackwater. Agen CIA lainnya meragukan manfaat jasa Blackwater. ”Anda paham apa artinya? Kalau CIA bergantung pada Blackwater, lalu buat apa pemerintah mesti membiayai CIA.”

Perusahaan menjawab keraguan itu dengan sangat jitu, yakni dengan merekrut beberapa mantan pejabat CIA, di antaranya Robert Richer, Deputi Direktur Operasi; Alvin B. Krongard, Direktur Eksekutif CIA; Enrique Prado, Kepala Operasi Antiterorisme CIA; dan J. Cofer Black, Kepala Pusat Antiterorisme CIA.

Michael V. Hayden, Direktur CIA sebelum Panetta, mengatakan kontraktor seperti Blackwater ataupun Triple Ca­no­py dan DynCorp menambal bolong-bolong di CIA. ”Ada beberapa keteram­pilan yang tidak dimiliki pemerintah padahal kami perlu itu secepatnya,” ujar Hayden. Di masa Hayden, operasi tetap dilanjutkan tapi tanpa melibatkan kontraktor swasta.

Tak jelas benar apa saja hasil operasi tersebut. Hingga saat ini Usamah bin Ladin belum juga tertangkap. Dua bulan lalu, Panetta menutup perburuan itu. ”Sebab, dia tahu, operasi itu tak akan memberikan hasil,” kata juru bicara CIA, Paul Gimigliano.

Sapto Pradityo (AP, New York Times, Washington Post, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus