Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#CC0033>Filipina</font><br />Harapan Baru dari Klan Aquino

Putra Corazon Aquino mencalonkan diri sebagai presiden. Bersih, tapi bukan politikus cemerlang.

21 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gereja Redemptorist itu sesak dan hiruk oleh 25 ribu anggota jemaat yang bertepuk tangan dan meneriakkan satu nama: ”Noynoy! Noynoy!” Ibu jari dan telunjuk mereka membentuk huruf L (laban): perjuangan. Sejumlah perempuan berurai air mata melihat pria yang namanya terus bergema di gereja itu, Rabu pekan lalu. ”Kami ingin ia menjadi presiden kami,” ujar Wilma, perempuan pedagang kaki lima.

Pria itu Benigno ”Noynoy” Aquino Jr., anak lelaki bekas presiden Corazon Aquino. Setelah mendoakan ibunya, yang wafat Agustus lalu, di gereja itu, Noynoy pergi ke Kalayaan Hall of Club Filipino di Greenhills, San Juan City, Metro Manila, mengumumkan pencalonannya sebagai presiden pada pemilu 2010. Di Kalayaan Hall ini pula ibunya diambil sumpah sebagai presiden pada 1986. ”Rakyat Filipina, saya akan mencalonkan diri sebagai presiden,” ujar bujang berusia 49 tahun ini.

Senator dari Partai Liberal ini memutuskan maju sebagai presiden setelah melihat ratusan ribu warga Filipina kerumunan massa terbesar sejak revolusi People Power 1986 mendatangi acara pemakaman ibunya. ”Selama pemakaman itu, saya berpikir tak seorang pun dapat membantah bahwa rakyat berharap mengembalikan suatu masa ketika kita memiliki demokrasi dan kemerdekaan yang sesungguhnya,” ujar Noynoy.

Cory Aquino, seorang ibu rumah tangga, tiba tiba mendepak Presiden Ferdinand Marcos lewat People Power. Sedangkan suaminya, ayah Noynoy, Benigno Aquino Sr., senator penentang Marcos, tewas terbunuh saat menginjakkan kaki di bandara Manila dari pengasingan politik pada 1983. Keduanya kemudian menjadi pahlawan nasional Filipina. Adapun Noynoy terluka saat sekelompok tentara berniat membunuh ibunya. Pecahan peluru hingga kini bersarang di lehernya.

Latar belakang kedua orang tuanya ini dianggap sebagai modal kuat menghadapi calon presiden dari koalisi partai berkuasa ataupun dari oposisi. Analis politik Lembaga Reformasi Pemilih dan Politik, Earl Parreno, yakin hanya Noynoy yang mampu merebut hati rakyat Filipina. ”Dia dapat memenangi pemilu jika tak tersandera partai politik tradisional,” ujar Parreno.

Struktur tradisional politik Filipina terbelah antara partai politik yang didukung rakyat miskin dan partai politik yang didukung kalangan menengah atas. Kelompok pertama kini diwakili­ bekas presiden Joseph Estrada, bekas­ bintang film yang dicintai rakyat miskin, tapi terpuruk dalam penjara gara gara kasus korupsi. Estrada menikmati dukungan 30 persen pemilih,­ yang sebagian besar kaum duafa di kawasan kumuh perkotaan. Sedangkan partai politik lain didominasi elite klan politik yang menguasai pentas politik Filipina secara turun temurun.

Meski Benigno Aquino juga berasal dari klan politik, ia dan kemudian istrinya menjadi simbol perlawanan rakyat. Kelebihan klan Aquino lain: bersih dari korupsi. ”Selama masa (pemerintahan) ibu saya, dia tidak melakukan korupsi. Bahkan polisi di jalan pun berpikir dua kali untuk melakukan korupsi,” ujar Noynoy.

Darah itulah yang kini mengalir dalam diri Noynoy. Ia terjun ke politik sejak meraih kursi di DPR Filipina pada 1998 lewat Partai Liberal. Partainya memisahkan diri dari Presiden Gloria Macapagal Arroyo pada 2005 setelah muncul dugaan kecurangan pemilu 2004. Ia bergabung dengan Senat pada 2007 hingga kini. Selama itu pula sarjana ekonomi ini dikenal sebagai politikus bersih.

Tak lama setelah pengumuman Noy­noy, Jejomar Binay, wali kota berpengaruh di distrik keuangan Makati, mencabut pencalonannya sebagai presiden untuk melapangkan jalan bagi bersa­tunya partai oposisi. Sebelumnya, Se­nator Manuel Roxas, Ketua Partai Liberal, dan Eddie Panlilio, Gubernur Pampanga, juga dari partai oposisi, mencabut pencalonan.

Dukungan semacam itulah yang tak dimiliki calon presiden lain, semisal Senator Manny Villar, yang juga dari partai oposisi, dan Joseph Estrada. Estrada, kini 72 tahun, berencana bertemu dengan Noynoy untuk membicarakan koalisi. Tapi, katanya, jika muncul lebih dari dua calon presiden dari kubu oposisi, dia juga akan mencalonkan diri. ”Maaf jika saya tak dapat mendukung salah satu dari mereka,” ujar Estrada.

Meski bersih, Noynoy bukanlah politikus cemerlang saat menjadi anggota DPR dan senator. Ia tak punya pengalaman dalam pemerintahan. ”Noynoy akan berhadapan dengan kekuatan politik nyata yang tak dapat diperhitungkan,” ujar analis politik dari Universitas Filipina, Clarita Carlos.

Dari Istana Malacanang, muncul komentar miring dari Sekretaris Kabinet, Eduardo Ermita, yang menyatakan pencalonan Noynoy hanyalah euforia. ”Hanya soal waktu bagi kami melihat kapan euforia itu akan berakhir,” katanya.

Raihul Fadjri (AP, AFP, Manila Times, Philippine Daily Inquirer)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus