Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA nama korespondennya, Muntazar al-Zaidi, mendunia setelah melempari George W. Bush dengan sepatu, stasiun televisi Al-Bagdadiyah ikut kecipratan popularitas. Stasiun televisi Irak yang mengudara dari Kairo, Mesir, ini sudah lama dikenal sebagai media anti-pendudukan Amerika.
Didirikan pada 2002, stasiun televisi ini rajin menyorot kehidupan sehari-hari rakyat Irak. Sekitar 90 persen siaran mereka adalah berita keseharian dan politik. Tak ada porsi berita ekonomi sama sekali.
Biro Bagdad, tempat Zaidi bekerja, merupakan pos paling penting, karena di sanalah denyut jantung siaran televisi ini. ”Biro Bagdad sangat kami andalkan dan kami banggakan,” kata Arshad Taufiq, Pemimpin Umum Al-Bagdadiyah, kepada wartawan Tempo Angela Dewi, yang mewawancarainya pada Kamis pekan lalu.
Bagaimana perkembangan terakhir kasus Muntazar al-Zaidi?
Kami sedang menghimpun dukungan internasional agar pihak keamanan segera membebaskan Zaidi. Kami juga mengimbau perwakilan media seluruh dunia untuk bersatu mendukung kami. Kami memandang penahanan dan penyiksaan terhadap Zaidi tak menghargai tugas wartawan dan mengingatkan kita pada kediktatoran dan kesewenang-wenangan. Selama sepekan ini kami terus menayangkan wajah koresponden kami itu di layar televisi dan melaporkan perkembangan terakhir dari jam ke jam.
Anda tak akan meminta maaf sebagaimana dituntut pemerintah Irak?
Sekali lagi saya tegaskan, mereka harus memandang hal ini sebagai bentuk penghargaan terhadap demokrasi. Seluruh tindakan pembungkaman ekspresi adalah cara-cara diktator.
Bagaimana idealisme televisi Anda?
Kami tidak anti-Amerika. Saya pribadi juga tidak anti-Amerika. Kami hanya anti-invasi Amerika. Lihat saja apa yang sudah terjadi pada rakyat Irak selama lima tahun ini. Rakyat terpecah-belah, konflik internal makin parah, bahkan lebih parah dibanding ketika Saddam Hussein berkuasa.
Anda mewakili pihak tertentu dalam menyiarkan berita?
Tidak sama sekali. Kami mengatasnamakan seluruh warga Irak. Kami punya program yang kami namakan Man on the Street. Itu siaran tentang suara orang Irak yang kami temui hingga ke pelosok-pelosok negeri. Kami ingin menunjukkan, penderitaan ini adalah penderitaan seluruh rakyat Irak. Bukan Sunni atau Syiah saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo