Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SABTU malam dua pekan lalu, kegembiraan menyeruak di kawasan Aljunied, Singapura. Para pendukung Partai Pekerja Singapura bersorak setelah lima politikusnya yang maju berkelompok (group representative constituency atau GRC) meraih 54,7 persen suara.
”Perasaan (gembira) cepat turun, jauh lebih cepat dari yang saya bayangkan, karena banyak hal yang harus kami kerjakan,” kata politikus yang berhasil masuk parlemen, Pritam Singh, kepada AsiaOne.com.
Empat rekan Singh yang juga lolos ke parlemen adalah Sylvia Lim Swee Lian, Low Thia Khiang, Chen Show Mao, dan Muhammad Faisal Abdul Manap. Mereka adalah tim oposisi pertama yang menang dalam sejarah pemilu Singapura.
Dalam pemilu Singapura, kandidat bisa maju secara berkelompok, 4-6 orang, dan harus ada kandidat dari komunitas minoritas. Mereka juga boleh maju sendiri (single member constituency). Satu kandidat Partai Pekerja juga menang di wilayah Hougang. Tapi tak ada partai oposisi lain yang berhasil mendapat kursi.
Tim Partai Pekerja di Aljunied berhasil mengalahkan tim Partai Aksi Rakyat, yang di antaranya beranggotakan Menteri Luar Negeri George Yeo serta Menteri Kedua Urusan Keuangan dan Transportasi Lim Hwee Hua.
Dalam pemilu tersebut, pemilih yang memberikan suaranya ke oposisi sekitar 40 persen. Sedangkan Partai Aksi Rakyat, yang berkuasa, mendapat 81 kursi dengan suara pemilih 60 persen—turun sekitar 7 persen dari Pemilu 2006.
”Hasil ini memang luar biasa,” kata Sinapan Samydorai, Direktur Urusan ASEAN Think Centre, lembaga swadaya masyarakat yang aktif mengamati permasalahan politik, kepada Tempo.
”Ini juga mengejutkan bagi kami bahwa kemarahan dan ketidakbahagiaan rakyat cukup dalam,” kata Lim Hwee Hua.
Selama ini, menurut Samydorai, begitu banyak pembatasan dilakukan penguasa, yang dimonopoli Partai Aksi Rakyat. Ia menyebutkan tidak adanya kebebasan berkumpul. Juga media begitu lekat dengan penguasa. ”Kalau mengadakan pertemuan umum, harus mendapat izin polisi,” ujarnya. Itu pun hanya di Speakers’ Corner di Taman Hong Lim. Beberapa tahun lalu, penguasa memasang kamera di Speakers’ Corner, yang membuat tempat itu jadi sepi.
Samydorai mengungkapkan, penyebab utama naiknya suara oposisi adalah pemilih muda. ”Sama seperti di Indonesia, mereka sudah capek dengan penguasa satu partai,” katanya. ”Sentimen pemilih saat ini memang menentang partai yang berkuasa,” Sylvia Lim ikut bersuara.
Di waktu lalu, Samydorai melanjutkan, orang-orang tua merasa takut kepada pemerintah. Mereka khawatir melakukan kesalahan karena takut masuk penjara atau tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Samydorai mengeluhkan partai berkuasa yang tak mendengarkan suara rakyat. ”Gaji mereka malah terus dinaikkan,” katanya.
Bertambahnya pemilih muda memang membuat perebutan suara kian keras. Warga muda, berusia 30-40 an tahun, meski sebenarnya sudah bisa memilih dalam pemilu-pemilu lalu, tak bisa memberikan suaranya ke oposisi walau tak suka kepada Partai Aksi Rakyat. Sering kali Partai Aksi Rakyat tak memiliki lawan. Dalam Pemilu 2006, dari 84 kursi yang diperebutkan, oposisi hanya mengajukan 47 penantang. Sedangkan dalam pemilu tahun ini, dari 87 kursi yang diperebutkan, oposisi menawarkan 82 penantang.
”Saya senang bahwa satu suara saya akhirnya dihitung,” kata seorang warga, Lim, kepada The Star. Tahun ini, lebih dari 2 juta orang atau sekitar 93 persen dari total pemilih memberikan suara. Sedangkan dalam Pemilu 2006 hanya 1,2 juta orang yang ikut memilih.
Media Internet juga mendukung. Di waktu lalu, ada aturan yang melarang penggunaan Internet untuk kampanye. Aturan tersebut kini telah diubah, sehingga kandidat dan partai dapat menggunakan Internet dan beragam jejaring sosial untuk menyebarkan suaranya. Bahkan Perdana Menteri Lee Hsien Loong menggunakan webchat.
Dibolehkannya penggunaan Internet tersebut, menurut Samydorai, sangat membantu oposisi. Hampir semua media massa utama Singapura dekat dengan penguasa, sehingga peliputan terhadap partai-partai oposisi pun jauh lebih sedikit dibanding partai berkuasa.
Meski telah membuat kejutan, tak mudah bagi Partai Pekerja untuk mewujudkan janjinya kepada para pemilih. Maklum, wakil mereka sangat sedikit. Tapi, menurut Samydorai, mereka akan mendapat kesempatan jauh lebih baik di masa mendatang karena akan banyak beraktivitas di level bawah. Misalnya bertemu dengan rakyat secara teratur untuk menerima keluhan dan masukan.
Purwani Diyah Prabandari (Channel News Asia, The Star, AsiaOne.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo