Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2>Victor Batarseh:</font><br />Tak Ada Damai tanpa Penghentian Permukiman

21 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usul itu datang pada menit terakhir, tatkala sidang tahun ini hendak ditutup. Carl Bildt, Menteri Luar Negeri Swedia, tiba-tiba bicara tentang masa depan Palestina dan Israel. "Kalau memang ingin ada perdamaian (di Timur Tengah), harus ada terobosan negosiasi mendukung Yerusalem menjadi ibu kota bagi dua negara (Palestina dan Israel)."

Para menteri dari 27 negara Eropa yang bersidang dua pekan lalu langsung setuju dengan usul itu, dan menyepakatinya menjadi resolusi lembaga tersebut. Meski selama ini hanya sedikit berperan dalam perdamaian di Timur Tengah, negara-negara Eropa dikenal sebagai penyumbang terbesar bagi otoritas Palestina.

Kepala Intelijen Israel Amos Yadlin menyebut resolusi itu sebagai kerja sama Palestina dan Uni Eropa untuk menekan Israel. Namun, bagi Palestina, resolusi itu tak berarti bisa menekan Israel. Wali Kota Betlehem Victor Batarseh menilai resolusi itu tak mengenai sasaran, karena persoalan sebenarnya adalah pembangunan permukiman yang terus menggerus tanah Palestina.

Batarseh, yang datang ke Indonesia atas undangan Gilbert Lumoindong Ministry, mengatakan, "Pada 1948, tak ada yang namanya Israel, semua itu wilayah Palestina." Israel menganeksasi Palestina sejak 1967 dan terus menghabiskan tanah negeri itu dengan membangun permukiman.

Berikut ini petikan wawancara Yophiandi dan Akbar Pribadi dari Tempo dengan Batarseh, yang ditemani Duta Besar Palestina Fariz N. Mehdawi, di ruang tamu Kapel Universitas Pelita Harapan, pekan lalu.

Apakah resolusi Uni Eropa mengenai Yerusalem itu bisa diwujudkan?

Negara-negara Eropa tahu bagaimana faktanya. Sayangnya, Uni Eropa mengikuti kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Yang bisa membuat Israel mau membicarakan perdamaian hanya Amerika Serikat. Kami percaya pada Barack Obama. Dia tahu bagaimana memulai perdamaian itu (bukan yang digagas Uni Eropa), yaitu menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Jadi, menurut Anda, gagasan Uni Eropa itu percuma?

Tanpa menghentikan pembangunan, tak mungkin ada damai yang dirasakan rakyat Palestina. Permukiman ini dibangun di atas setiap jengkal tanah Palestina. Kalau semua diambil oleh Israel, bagaimana bisa ada tanah yang tersisa untuk membangun negara Palestina?

Bagaimana suara rakyat Palestina?

Kami di Palestina menginginkan negara demokratis yang sekuler, bukan berdasarkan agama. Karena Palestina adalah pusat dari Yudaisme, Kristiani, dan Islam. Tapi Israel ingin membangun citra bahwa yang terjadi di Palestina adalah konflik agama.

Bagaimana kerukunan beragama di Betlehem?

Tak ada masalah. Betlehem menjadi model untuk eksistensi kehidupan bersama antara Islam dan Kristiani. Malah mungkin model untuk seluruh umat beragama. Percayalah, bila kehidupan menjadi baik, kehidupan di Betlehem menjadi contoh yang baik di antara para pemeluk agama.

Lalu mengapa umat Kristiani meninggalkan Betlehem?

Berkurangnya masyarakat Kristen karena migrasi mereka ke luar Palestina. Ini bukan karena kekerasan dari umat Islam, tapi karena penjajahan (Israel). Setiap tahun Presiden Palestina menghadiri acara Natal di Betlehem. Tiga Natal: versi Barat, Ortodoks, dan Armenia. Berdasarkan keputusan presiden juga, setiap Wali Kota Betlehem mesti beragama Kristen.

Sumber masalahnya sekali lagi adalah Israel?

Ini semua karena penjajahan dan dibangunnya tembok yang mengelilingi wilayah Palestina. Betlehem dulunya terdiri atas 92 persen umat Kristiani, tapi sekarang cuma 40 persen. Ini karena situasi ekonomi, kesulitan ekonomi yang muncul membuat para penganut Kristiani keluar dari Betlehem, keluar dari tembok yang menghambat semua kegiatan rakyat. Semua konflik ini bukan karena agama, bukan karena Yudaisme melawan Islam, atau Islam melawan Kristiani. Ini murni konflik politik.

Apa solusi terbaik menurut Anda?

Bagi saya, ketiga pemeluk agama hidup bersama, sebagai tetangga yang baik. Ini yang tak dikehendaki Israel. Mereka ingin semua wilayah Palestina (menjadi wilayah Israel). Kami ingin inklusif, mereka ingin tanah itu menjadi tanah yang eksklusif buat mereka. Ini yang membuat semua jalan menuju perdamaian yang dilakukan negara-negara Barat hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi sulit ditempuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus