Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

"tak ada artinya tanpa quds"

Wawancara tempo dengan imam masjid aqsa sheikh ekrima said, 50, tentang masjidil aqsa dan perjuangan bangsa palestina. ali abubakar basalama, dosen iain sunan kalijaga sebagai penerjemah.

25 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGSA Palestina tak hany punya intifadah, tapi juga Masjidil Aqsa di Yerusalem. Yang satu muncul pada 1987, berupa perjuangan dengan batu. Yang satu lagi adalah sebuah masjid, berasal dari 14 abad lalu, yang jadi simbol perjuangan nonfisik, setidaknya begitulah kata Syeikh Ekrima Said. Ekrima Said, itulah Imam Masjidil Aqsa, yang pekan lalu hadir di Yogyakarta atas undangan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta sehubungan dengan Pekan Persahabatan Indonesia-Palestina, 13-18 Januari, di kampus itu. Dua wartawan TEMPO dari Biro Yogya, Rustam F. Mandayun dan R. Fadjri, mewawancarai Syeikh Ekrima said, 50 tahun, tentang Masjidil Aqsa dan perjuangan bangsa Palestina, Jumat sore pekan lalu. Wawancara dibantu oleh Ali Abubakar Basalama, dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai penerjemah. Imam, begitulah tamu itu dipanggil, memberikan wawancara dalam bahasa Arab. Syeikh berwajah teduh dan berperawakan sedang itu mengenakan jas panjang sebatas betis berwarna hitam, bercelana hitam dengan kemeja putih. Di kepalanya sebuah topi berbentuk tarbus warna putih, dan merah di bagian atasnya. Ia lahir di Qalqiliah, 70 km dari Yerusalem, di tengah keluarga Palestina terpelajar dan saleh. Isterinya, Nailah, adalah seorang penulis sastra, yang aktif di bidang sosial. Ekrima adalah nama burung, dan said berarti tabah dalam perjuangan. Imam Ekrima adalah Direktur Persatuan Da'i di Tepi Barat. Juga, penangungjawab masjid dan studi Quran di kawasan Palestina sejak tahun 1974. Ia telah menulis lebih dari sepuluh buku keagamaan. Berikut petikan wawancara itu: Apa sebenarnya peran dan fungsi Imam Masjidil Aqsa? Masjidil Aqsa menjadi tumpuan seluruh umat Islam. Orang Palestina sendiri selalu menantikan kesempatan dapat salat di situ meskipun mereka tinggal jauh dari Yerusalem. Biasanya, pada saat liburan, anak sekolah selalu mengunjungi Masjidil Aqsa. Orang menganggap khotbah Jumat, yang saya berikan, sebagai rencana acara mingguan bagi kehidupan mereka. Karena itu saya selalu mengangkat topik yang menyangkut kehidupan. Masjidil Aqsa juga menjadi pusat pengumpulan dana. Misalnya, suatu kawasan sedang diawasi oleh tentara Israel, penduduknya sangat membutuhkan bantuan secepatnya. Lewat khotbah Jumat, saya mengimbau pada jemaah agar memberikan bantuan. Seusai salat, segera saja terkumpul bantuan, yang kemudian dibagikan pada penduduk yang dikepung tentara itu. Sebagai ahli Syariah tugas saya adalah memberi petunjuk syariah kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk untuk melawan Israel. Kalau wilayah pendudukan diberi hak otonomi, apalagi diberi kemerdekaan, Yerusalem akan jadi ibu kota? Sudah tentu Quds (Yerusalem) yang akan menjadi ibu kota. Tidak ada artinya Palestina tanpa Quds. Ini bukan karena Quds merupakan tempat suci tiga agama samawi. Tapi, perlu diketahui bahwa Al Quds ada di bawah perintah Islam selama ratusan tahun. Selama dalam kekuasaan muslim, tiga pemeluk agama hidup aman, dan dapat melakukan ibadat masing-masing. Sebaliknya, Yahudi hanya percaya pada Musa dan ingkar pada Isa dan Muhammad. Nah, kalau doktrin mereka saja begitu, apa bisa mereka menjadi penguasa Yerusalem, yang merupakan tempat suci bagi tiga agama samawi itu? Kalau mereka jadi penguasa, apa jadinya? Astaghfirullah. Bagaimana dengan Tembok Ratapan, yang merupakan tempat suci umat Yahudi? Tembok Ratapan itu merupakan bagian tembok luar dari Masjidil Aqsa. Umat Islam menyebutnya Tembok Buraq karena Nabi menambatkan Buraq di tembok itu ketika terjadi peristiwa Isra dan Mikraj. Umat Yahudi sembahyang di belakang tembok itu, dan umat Islam tak melarang, tapi tetap dengan pertimbangan bahwa tembok itu milik umat Islam. Yang pernah terjadi pada tahun 1948-1967, orang Yahudi tidak boleh bersembahyang di tembok ratapan itu. Namun, hal itu terjadi bukan karena masalah agama, tapi masalah politik, ketika Quds masih berada di bawah kekuasaan Yordania, dan pada saat itu Israel bermusuhan dengan Yordania. Orang Yahudi sekarang ini bersitegang leher akan tetap menduduki tempat itu dengan dalih agar dapat bebas beribadah. Padahal, alasan itu hanya dibuatbuat. Ada gagasan orang Yahudi, agar dibentuk lembaga pengurusan bersama Masjidil Aqsa dari tiga agama. Jawaban kami, umat Islamlah yang paling berhak mengelola, dan akan memberikan kebebasan beribadah sepenuhnya pada mereka. Setelah Palestina merdeka, apakah Imam punya gambaran bagaimana hidup bertetangga dengan Israel? Kami adalah bangsa yang berbudaya, dan berpegang pada moral dan nilai agama. Kami mengambil inspirasi dari ajaran Quran. Oleh karena itu, tentu saja kami akan selalu menjaga bertetangga baik dengan siapa pun. Bila Yerusalem direncanakan sebagai calon ibu kota, adakah persiapannya? Memang sudah dipersiapkan, dan justru inilah yang selalu diperjuangkan. Dari segi persepsi, diupayakan tidak ada perselisihan bahwa Quds adalah bukan milik orang lain, melainkan milik orang Islam. Ini bagian dari akidah kita. Quds dan Masjidil Aqsa adalah inti akidah, bukan masalah furuq. Apakah Imam optimistis negara Palestina segera terwujud? Tentu sulit menyatakan secara pasti bahwa negara Palestina segera terwujud. Kami harus bekerja, dan harus punya napas yang panjang. Sebab perjalanan masih jauh. Kalau upaya kekerasan sudah dilakukan, perundingan hanya membawa harapan yang tipis, dan Intifadah juga sudah banyak makan korban, upaya apa lagi bisa dilakukan? Yang jelas Intifadah telah bergerak sejak tahun 1987 dan akan terus bergerak sampai dikehendaki Allah. Apa hasilnya? Pertama, dunia mengetahui dan merasakan bahwa bangsa Palestina tidak suka dijajah. Sebelum ada Intifadah persoalan Palestina dipetieskan. Kedua, setelah ada Intifadah persoalan terbuka lagi dan menjadi pusat perhatian dunia. Intifadah telah menggugah dunia Arab dan Islam akan kewajiban mereka untuk segera memperhatikan bangsa Palestina. Ketiga, melalui intifadah telah dapat dibuktikan tindakan brutal Israel terhadap rakyat Palestina, yang tidak bersenjata. Intifadah juga telah menghasilkan persatuan di antara bangsa Palestina baik yang berada di dalam dan luar negeri. Intifadah telah melahirkan para pemuda, yang gagah berani yang bersedia mengorbankan jiwanya demi menuntut haknya, yang sah. Intifadah telah melahirkan kepemimpinan individual, yang bernaung di bawah kepemimpinan kolektif, datang dari rakyat sendiri. Intifadah telah dapat mengacaukan militer Israel. Ia tidak mengalahkan Israel, tapi setidak-tidaknya mengacaukan mereka. Bagaimana keadaan di Yerusalem sekarang ini? Apakah Israel semakin merajalela? Y Yerusalem terasa semakin kritis dan mengkhawatirkan. Karena orang Yahudi selalu menghalang-halangi upaya damai. Mereka berupaya membuat Al Quds berciri Yahudi sebelum masalah Palestina dapat diselesaikan. Contohnya, pembangunan permukiman Yahudi. Di dalam kota saja telah dibangun 10 ribu flat dengan penghuni setiap flatnya, katakanlah lima orang. Belum lagi di luar kota. Pernah orang Yahudi membuat parit di sekitar Masjidil Aqsa. Ini serangan secara fisik dan langsung. Tujuannya, agar tembok-tembok, dan rumah-rumah yang berdekatan dengan masjid roboh. Rumah-rumah tersebut didirikan oleh Salafuddin Al-Ayyubi, beberapa abad yang lalu, ketika dia menguasai Quds untuk mempertahankan Aqsa. Pengalian parit itu diselubungi tujuan lain, yakni mencari harta Sulaiman. Parit itu digali sejak 1966, tapi mereka tak menemukan apa-apa. Selain itu, pembuatan parit itu juga untuk tempat peribadatan mereka, dengan alasan tempat itu merupakan peninggalan nenek moyang mereka, yang juga melakukan peribadatan di tempat itu. Kaum muslimin di dunia telah berteriak agar aksi itu disetop. Alhamdulillah hingga saat ini orang Yahudi sudah tidak lagi melakukan peribadatan di sekitar Masjidil Aqsa. Jika nanti negara Palestina berdiri, apakah berarti orang-orang PLO juga boleh tinggal di sana? Semua kemungkinan dapat saja terjadi. Bagaimana tanggapan Imam terhadap penghapusan resolusi PBB yang menyatakan bahwa zionisme sama dengan rasialisme? Adanya penghapusan itu, adalah suatu bukti bahwa sekarang ini Amerika begitu kuat. Saya menaruh hormat, penghargaan, dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah dan rakyat Indonesia, yang menolak penghapusan itu. Apa hobi Imam? Saya tidak pernah lepas dari buku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus