Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (PWNI Kemlu) Judha Nugraha merespons soal rencana pemulangan tokoh Jamaah Islamiyah, Encep Nurjaman atau Riduan Isamuddin alias Hambali, dari penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba. Judha mengatakan Kemlu telah mengetahui kabar tersebut, namun belum melakukan komunikasi resmi mengenai pemulangan Hambali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hambali merupakan terdakwa Bom Bali I pada 2002 dan pengeboman Hotel JW Marriot pada 2003. Dia telah ditahan oleh AS sejak tahun 2003 dan dipindahkan ke Guantanamo pada tahun 2006. Hambali ditahan di Guantanamo atas permintaan pemerintah AS. Namun, hingga saat ini perkara Hambali belum mendapatkan kepastian hukum karena belum diadili oleh penegak hukum setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Kemlu RI) belum menerima komunikasi diplomatik dengan pemerintah Amerika Serikat terkait hal ini," kata Judha saat menggelar konferensi pers di kantor Kemlu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 7 Februari 2025.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyatakan akan mengupayakan pemulangan Hambali dari Kuba ke Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan jika berhasil maka Hambali akan menjalani proses hukum di Indonesia sama seperti pelaku Bom Bali lain, yakni Imam Samudra.
“Kami akan tuntut, ya, mungkin dia dihukum mati juga di sini,” kata Yusril kepada wartawan, di gedung Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 24 Januari 2025.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia itu mengatakan pemerintah Indonesia sudah mencoba berkomunikasi dengan otoritas Amerika Serikat. Namun, ia mengatakan pemerintah Indonesia masih kesulitan menjangkau pemerintah Amerika Serikat, baik melalui pendekatan orang sipil atau jalur diplomasi karena ketentuan hukum pidana militer yang berlaku.
Ia pun menyadari soal kekhawatiran kembalinya bibit-bibit terorisme atas pemulangan Hambali ke tanah air. Namun, ia mengatakan pemerintah harus berlaku adil terhadap WNI yang berkonflik dengan hukum di luar negeri sehingga tidak bisa membiarkan Hambali di sana.
“Saya kira kekhawatiran itu tentu kami hargai,” ujar dia.
Yusril memastikan pemerintah telah melakukan langkah persuasif berupa dialog untuk mengantisipasi terorisme melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT. Ia juga meyakini bahwa Jamaah Islamiyah yakni jaringan teroris di bawah pimpinan Hambali yang terafiliasi dengan Alqaeda itu sudah bertaubat dan tidak akan melakukan kegiatan terorisme kepada pemerintah Indonesia.
Hambali ditangkap di Thailand pada 11 Agustus 2003. Ia sempat ditahan di Jordania, lalu dipindahkan ke penjara super ketat milik Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba.
Hambali ditahan di sana tanpa proses peradilan. Penahanan Hambali tanpa tanpa status tersebut dilakukan karena pemerintah Amerika Serikat berpijak pada hukum perang yang memungkinkan menahan seseorang tanpa dakwaan.
Alfitria Nefi Pratiwi ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.