MUANGTHAI, yang semula terlihat pasti bakal membeh pesawat tempur F-16A dari Amerika Serikat, minggu lalu mengumumkan akan mempelajari lagi data pesawat terbang yang diinginkannya itu. Pertimbangan Bangkok tampaknya lebih banyak dibuat berdasarkan pemblayaannya yang mahal ketimbang kekhawatiran akan terciptanya lomba senjata di Asia Tenggara. Rencana pembelian pesawat itu pertama kali dikemukakan PM Prem Tinsulanonda ketika berkunjung ke AS, April lalu. Koresponden TEMPO di Bangkok, Yuli Ismartono, melaporkan rencana itu, menurut sumber militer di negeri itu, lahir setelah Muangthai membuat studi pertahanan yang cukup lama. Oleh Kabinet PM Prem, F-16A dipandang paling tepat untuk berjaga-jaga terhadap ancaman Vietnam yang dilihatnya kian meningkat. Tapi niat Muangthai itu dipandang pengamat akan merangsang timbulnya lomba persenjataan di Asia Tenggara, karena Vietnam didua akan menggunakan hal itu untuk mendesak Moskow memberi mereka MiG-23, yang juga dikenal tangguh. Kekhawatiran seperti itu muncul baik di dalam negeri Muangthai sendiri maupun di beberapa negara Asia Tenggara lain. Minggu silam, panglima AU Muangthai Praphan Dhupatemiya menyebut bahwa kecemasan itu tak beralasan. "Kami membeli pesawat itu untuk kepentingan pertahanan," katanya. Dia juga menyatakan bahwa keputusan itu tak akan diambil tergesa-gesa, karena data pesawat tersebut harus dipelajari lebih lanjut. AS pun rupanya tak ingin melihat Soviet terangsang memperkuat persenjataan Vietnam karena penjualan F-16A kepada Muangthai ini. Pembantu menteri luar negeri AS untuk Asia Timur dan kawasan Pasifik, Paul Wolfowitz, 40, ketika singgah di Jakarta, Mei lampau, berkata, "Kami tak ingin memprovokasi siapa pun." Dia menyatakan dapat memahami keinginan Muangthai untuk memperoleh pesawat itu. Tanpa ingin mendikte pemerintahan Prem, AS kemudian menawarkan F-16J dan F-20 Tigershark sebagai piiihan lain. Pertengahan Juni lewat, tim dari General Dynamics (pembuat F-16A dan F-16J) serta Northrop Corporation (pembuat F-20) datang ke Bangkok memberikan penjelasan tentang pesawat mereka. Waktu itu tersiar kabar bahwa Muangthai tetap memilih F-16A. Mengapa? Muangthai tertarik oleh ketangguhan F-16A yang memiliki sistem radar ampuh dan diperlengkapi dengan kanon 20 MM. Tidak demikian halnya F-16J dan F-20 Tigershark. Adalah dengan F-16A ini, dalam pertempuran udara di Timur Tengah, Israel merontokkan MiG-23 Suriah. Hanya saja, harga pesawat ini amat mahal. Satu F-16A harus dibayar Muangthai US$ 12,3 juta. Jika negara itu membelinya satu skuadron (16 pesawat) berikut suku cadang, dltambah dengan kewajiban membayar bunga pinjaman, diperlukan dana hampir US$ 1 milyar. Selain itu, untuk satu jam terbang, F-16A menghabiskan biaya US$ 700 leblh. Adalah pemblayaan yang tinggi ini yang mengundang pihak oposisi minta penangguhan pembeiian pesawat itu. Negara lain yang sudah memiliki F-16A, antara lain, Israel, Korea Selatan, Mesir, dan Pakistan. Muangthai, yang kini memberikan perhatian serius terhadap masalah pertahanannya, kelihatan ingin sekali mendapat pesawat tempur itu. Minggu lalu, PM Prem mengumumkan di parlemen kenaikan anggaran pertahanan negeri itu sebesar US$ 495 juta untuk tahun fiskal mendatang. Ini, katanya, demi kedaulatan Muangthai pada saat negeri tetangganya dalam keadaan perang. Tanpa membuat perincian, Prem menyatakan sebagian besar dari anggaran pertahanan (19 1/2% dari APBN) adalah untuk memodernisasikan peralatan angkatan perang. Angkatan udara Muangthai kini memiliki 13 F-5A, 34 F-5E, dan 5 F-5F. Pada umumnya, pesawat-pesawat itu hanya punya kemampuan defensif. Sementara itu, Vietnam, yang membuat Bangkok khawatir, mempunyai 379 pesawat tempur. Kendati Washington sendiri punya keterikatan terhadap keamanan wilayah Muangthai berdasarkan Perjanjian Manila, rencana bantuan pertahanan dari AS untuk tahun depan belum diketahui. Tapi, tahun ini AS memberikan US$ 98 juta kepada Muangthai untuk membeli 40 tank M-48.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini